Sajian Khas Kakilima Magelang: Sego Lowo


Jajanan Khas Sego Lowo pinggir ndalan Magelang ciri khas menarik dikunjungi

Kenekatannya mbandang ke Kota Magelang, bukan lantaran terkait dengan liputan kegaduhan di dalam tubuh organisasi yang kini menyeruak menjadi tontonan semilyard mata mengikuti perkembangan kasus di Jakarta FS di televisi pojok rumah tangga dan pedagang angkringan. Tapi memang telah lama crew media sarklewer.com berencana ngubek-ubek destinasi tempat jajanan di markas pendidikan pemuda calon taruna yang digodok menjadi perwira militer di Magelang, sekedar ingin menjajal angkringan “Sego Lowo” di beberapa tempat dan membandingkan kelezatannya daging kelelawar kalau sudah dimasak mama-mama ndeso di sekitar Magelang.

Tentu semua itu, ujar salah satu pemasok sego lowo di hampir tempat angkringan jalan Pahlawan Magelang itu. “Mau tidak mau kami harus banting wajan buat masak Lowo, biar tidak kaget kalau terjadi sesuatu peristiwa masa lalu sebelum Gestok seperti dulu,” ujar Safitrie Maharani, 54 tahun asal Purwantoro, “jebul malah ada kejadian aneh seperti sekarang, ndak habis piker saya mas. Tapi asyik juga sering dengerin cerita tembak-tembakan di Jakarta.”

Kaki Lima, di Solo menyajikan makanan khas Heik, tbanyak yang tanya jual sego lowo

Menurut emak-emak, katakanlah dia ceriwis dan agak ganjen itu, sejak dirinya pindah dari ndeso yang rumahnya ikut kegusur buat waduk Gajah Mungkur, sebelum menekuni berjualan angkringan, pernah nyambi dodolan di Wonosobo jadi petani kobis sembari jual minuman Purwaceng. Dari situlah kemampuan beradaptasi dengan kahanan, sejak keluarganya dahulu pernah peristiwa Gestok berlalu, Safitrie menetapkan tekadnya ngeyel jualan latengan.

“Bagaimana tidak mau bertahan mas, wong sejak dulu keluarga di Purwantoro berulangkali pernah mengalami pahit-getir jualan. Dari jual latengan, sego brongkos, trus juga sego kucing dan kadang sego liwet dan sate guk-guk. Keluarga saya pernah mengalaminya. Didera keadaan pahit itu, membuat saya harus tetap bertahan,” katanya sembari menambahkan, “kemanapun tinggal, asal tidak aneh-aneh jual diri, saya jamin aman berjualan. Terakhir yach jadi pemasok sego lowo.”

Makan malam Sego Lowo di Magelang lauknya keleawar dari Trenggalek

Dapatnya kelelawar alias lowo itu dari mana? Mbedil atau mlinteng masang jaring? Sakjane, ujar Safitrie berbisik-bisik sembari memberi kode tidak boleh dicerita-ceritakan pada orang lain, nama sego lowo itu sebenarnya bukan kelelawar yang bisa terbang. “Tapi istilah itu merupakan singkatan dari sego Lombok tuwo. Tenan lho mase jangan bilang-bilang disuruh nyari mbok tuwo alias gendakan ninggalin istri tuwa dan cari yang lebih muda,” katanya cengegesan.

Tidak hanya Safitrie yang mengeluti biznis jajanan pinggir jalan, di seputar jalan Pahlawan Magelang, menurutnya tak kurang 15-25 warga pinggiran berduyun-duyun mendirikan tenda warung makan. Bukan hanya pendirian warung lesehan yang menjadikan Magelang dikenal akhir-akhir ini, tetapi juga menjadi destinasi jujugan melepas Lelah setlah menemui anaknya yang dipondokan wisma calon tantara.

“Sejak dari dulu, bukit Tidar itu memang dikenal sebagai kawah mengasah calon prajurid tantara. Entah sudah berapa tamtama yang diloloskan di markas calon tantara dari bukit Tidar. Itu sudah sejak lama. Jadi konsumen yang jajan, kadang malah orang tua keluarga anak mereka yang duduk menjadi siswa AKABRi, nama lawasan itu dulu,” kata Safitrie, cigris di temui di tempat jualan sego lowo, bulan lalu.

Gua Lowo Trenggalek, bisa jadi lowo yang dijadikan lauk makan berasal dari Trenggalek (IST)

Penghasilan yang diperolehnya, menurut dia tidak tentu, kadang sampai Rp.750.000- p1.250.000 bersih. Acapkali belum blum waktunya tutup, dagangan sudah habis diserbu pembeli, kalau pas inagorasi anak-anak calon tantara itu keluarganya berdatangan ke Magelang. Ditemui di tempat terpisah, Indie Daneshwara, alias Indi, membenarkan jualan Sego Lowo, dan menu lain sulit ditebak laku-tidak sewaktu digelar di tempat lesehan. Kalau ditanya penyebab laku-tidaknya dagangan yang digelar, baik pemakrasa jualan angkringan Sego Lowo, Safietrie maupun Indie, menyebutkan tergantung nasib.

“Kalau ngepasi banyak berdatangan keluarga calon tantara yang mau dianagorasi, hampir semua pedagang panenan.  Paling banter 25-30 menit makanan Sego Lowo atau jajanan bakar-bakaran lain, ludes cepat,” kata Indie sembari menambahkan, “nama Sego Lowo itu saya yang gulirkan, lantaran biar ada jenis makanan angkringan khas Magelang yach itu idenya. Jajanan lain sama dengan yang ditempat lain.”

Jadi ujar Safietrie maupun Indie, Namanya juga ualan angkringan tenda pinggir dalan, sepanjang cuaca bagus dan tidak keburu kesamber hujan, tentu banyak warga yang menggelar dagangan bersukur. “Sebaliknya, kalau ngepas hujan deras, bubruk dagangan, bisa-bisa tagihan bank-thitiel mencicil yang tereak nagih kenceng. “Suaranya nyebelin. Namanya juga bank thiethiel, rentenir lintah-darat kampung berbunga rhongpuluhan. Tapi mau-tidak mau kami memang berlanganan pinjam, tanpa jaminan. Meski mencekik bunganya. Toh merekalah sebenarnya penolong unit usaha kecil setengah modar,” ujar dia mrenges, “jadi jangan heran kalau kelalawar itu sayapnya bukan hitam, tapi sayapnya dollar. Lowo uasu. Bukan Sego Lowo lagi namanya.”

Previous Suara Korban Tapol 65: "Dipaksa Buang Mayat Setiap Hari"
Next Gun N 'Roses Music Cadas bin Urakan

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *