Geliat Para Penjual Gronthol MBG di Sargedhe


The Grontolism Bukan MBG (makan bergizi gratis)

Taruh kata, tidak banyak warga Solo dan/atau masyarakat pendatang yang suka mblasak ke dalam Pasar Gede Haryobinangun. Andai saja para pelancong acap halan-halan ke dalam pasar, yang dibangun di tahun 1936-an itu, pastilah akan terkesima. Selain terdapat 2 bangunan, yang berhadapan satu-dengan lainnya, Pasar Gede juga pernah mengalami kebakaran hebat hingga merontokkan ‘sirap’ sebagai genteng –terbuat dari kayu jati keras– terbakar jadi arang. Meski dirancang seorang arsitek, dari Londo ketika menjajah di tlatah kota Solo, Pasar Gede, tentu memiliki kenangan di masalalu.

Pembelinya makai tas branded, luarang, maemnya Gronthol

Selain terdapat pedagang pelbagai keperluan sehari-hari, menjual 9 bahan pokok juga terdapat lapak-lapak ikan dan daging berada di dalam pasar. Cobalah sekali-kali ke dalam pasar, tentu Anda akan terkejut, betapa murahnya para pedagang oproxan berjualan. Jangan ketinggalan mampirlah icip-icip belilah makahan khas yang hanya dijual di situ, seperti dawet selasih, bubur jenang sumsum, atau bubur ayu ceker, atau mencoba makan tiwul dan geronthol -biji jagung-dibumbui dan dimasak gurih ditambh parutan kelapa. Semuanya ada dengan harga paling fantastis, murahe puol! Jadi tidak susah bila Anda menginginkan memperoleh MBG (maem bergizi gratis) pergilah ke Sargede

Lantaran itulah, rekan jurnalis dari monco negoro yang juga kontributor dari Moscow, Nicole pingin madang tiwul dan segera ke Pracis ech kliru ke Praci naik spoor bumel. Katanya banyak hal yang pantas ditiru buat catatan soal kulineran di negoromu yach opha. Katanya sambil bayar pakai duit plstik alias cartu credit, warna hitam yang disimpan di dalam pasport, dan bingung.

Sambil ngomel-ngomel, “Продавец отказался платить в российской валюте. Оплата кредитной картой также была отклонена.” Modiar phora gimana jelasinnya dengan pedagang oproxan kalau penjualnya tidak mau dibayar pakai duit rusia, juga makai kartu kredit. “Lha kenapa tadi saya naik Bus (BST) warna Merah, pakai kartu tempel, boleh malah disambut. Kata Spaciba! Mbuh mbak.

Penjual MBG di Sargede murah meriah

Dengan terpaksa, nanti bila dia bersama rekan-rekannya yang ngebet ke ndeso mbahnya –perlu diingat Nicole Sacarovic itu aslinya keturunan wong Praci, bokapnya teknisi kosmonout Soviet. Makanya dia dikit-dikit ngeyel tetap menggunakan bahasa ibunya-campur aduk, Rusia dan ingris. Lha tapi rekannya lain Igor, Selana, Yurinov kan kagak bisa bahasa ingris, apalagi indonesah. Mau tidak mau saya jadi gaetnya. “Opha nanti jadi gaet yach. Biar teman-teman bisa ke ndesoku Praci. “Sekali lagi bukan Prancis.” katanya. “Kan media kalian sarklewer kagak pernah kasih honor saya di Moscow liputan kemana-mana.” Okay, Dha, Spaciba. Mbuh nduk- “Mau coba ‘Taouk’ ndak and Kompyia kagak. Buat sangu ke Praci naik bus. Biar kenyang.”

Sesama jurnalis, satu dari Birma bukan dari Klenteng samping pasar Gede, satunya, wartawan sepuh
Previous Berburu Harta Karun di Gunung Kembar, Mbandung
Next Ketika Stress, Jangan Lupa Gulung-Koming di Jalanan

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *