Entah apa yang ada dalam pikiran pebiznis Roy Raymond ketika diminta membelikan celana dalam isterinya saat matahari belum menyeruak ke dalam bilik candela apartemen kamarnya? Sebagai suami yang baik, tentu dia tidak ngedumel meski kondisi perekonomian rumah tangganya sedang limbung bersamaan dengan rontoknya ekonomi global.
Dengan bergegas Roy Raymond menuju ke sebuah mall kemudian membelinya tanpa berpikir panjang apakah baju tidur berikut celana dalam yang diminta Gaye, isterinya, cocok atau tidak dengan body sang isteri. Tentu sang isteri sewot setengah mati melihat pesanan baju tidur dan celana dalam yang dibawa suaminya, Roy Raymond, tidak sesuai dengan harapannya.
Lantaran isterinya nyap-nyap soal pesanan keliru membeli celana dalam dan bra, Raymond nekat mempelajari karakter, bahan, mode dan jahitan celana dalam yang dijual di seluruh super market. Ia bertekat ingin membuat sendiri rancangan baju tidur, celana dalam dan kutang empuk kaum wanita dan menjualnya keliling.
Paling kurang ketika dititipin membelikan di gerai Raymond udah mudeng duluan kemauan isteri dan perempuan lain ketika ingin mengenakan celana dalam maupun bra penutup aurat yang enak dan nyaman dipakai. Kagak disemprot omelan keliru melulu. Sejak saat itulah ia mulai biznis uji-coba, setelah ngedeprox sepanjang waktu belajar di pabrik garmen masyur di kotanya.
Bukan hanya itu yang dipikirkan Raymond ketika ingin memulai biznis kecil-kecilan jualan celana dalam dan keperluan wanita lain di AS. Mengingat perekonomian dalam rumahtangganya belum sekuat para pebiznis di San Francisco, California yang tajir. ia ingat betul ketika ia berada di sudut sebuah mall besar ingin membelikan baju tidur dan celana, tak semuanya yang dipajang belum tentu cocok dengan kemauan isterinya.
“Ketika saya mencoba membeli celana dalam buat isteri, saya hanya berhadap-hadapan dengan rak baju untuk display baju mandi dari bahan nilon jelek sekali. Tak satupun sales women di department store yang mau menjelaskan dengan detail, siapa yang memproduksi baju tidak bagus dijual di mall besar,” kata Roy seperti dikutib Newsweek, “apa boleh buat saya memberanikan diri menyusup dan berpura-pura sebagai pebiznis yang akan memborong pakaian tidur dan celana dalam perempuan.”
Raymond menghabiskan delapan tahun untuk mempelajari pembuatan baju tidur, baju ke kamar mandi, dan yang lebih mendalam belajar menjahit celana dalam yang nyaman dipakai kaum perempuan sehingga mudah dipasarkan secara langsung pada calon pembeli. Itu kuncinya kalau ingin sukses berbiznis celana dalam wanita.
Raymond, sang pendiri Victoria’s Secret, berasumsi mayoritas wanita di Amerika tidak suka mengenakan pakaian lusuh dan kuno, termasuk memakai celana dalam. Meskipun mereka tidak memiliki uang lebih untuk beli penutup aurat tapi tetap berkeinginan memakai celana dengan design menawan dan terbuat dari bahan prima. Berulangkali uji kepantasan design celana dalam pun dilakukan, hasilnya celana dalam feminism dengan penutup bra berenda nan empuk mulai merangsek pasar department store di Amerika.
Tidak percuma pada tahun 1977 Raymond nekat ngutang ke bank $40,000 dan pinjam dari orang tuanya juga $40,000 memproduksi besar-besaran di pabriknya celana dalam dan memasarkannya sendiri produk utama unggulan Victoria’s Secret dan memasarkan ke toko swalayan. Bukan hanya itu, Raymond juga membeli gerai di pusat perbelanjaan Stanford di Palo Alto, California dan menamainya Victoria.
Entah mengapa sang pemilik memilih nama seperti nama Ratu Victoria dari Britania Raya. Banyak orang berspekulasi, Raymond mengasosiasikan produk Victoria’s Secret nikmat dan nyaman dipakai, seperti apa yang tersembunyi di balik celana dalam yang dikenakan. Sehingga menjadi kemenanganan bagi para pemakainya saat mengenakannya
Tidak tanggung-tanggung Raymond gencar mengiklankan produk celana dalam bra di hampir pojok Amerika memajang super model ternama hanya memakai cancut dan kutang produknya dengan textline: nikmat dan nyaman dipakai. Ia mengibaratkan pemakainya adalah para bidadari cantik dari surga turun halan-halan di abad Victorian masa lalu. Alhasil Victoria’s Secret meraup untung $500.000 pada tahun pertamanya Bisnis cukup menambah modal memperluas kantor dan gudang tempat toko yang baru pada tahun 1982.
Tahun berikutnya Raymond memperluas gerainya Victoria’s Secret di berbagai tempat antaralain di wilayah San Francisco, di depan Powell Street malah lebih besar dari gerai di Westin St Francis. Bila ditotal gerai Victoria’s Secret tumbuh pada tahun 1982 pesat hingga lima gerai yang diburu pembeli yang ingin menikmati kenikmatan dan kenyamanan celana dalam dan bra produk Victoria’s Secret. Warna dan model terbaru terus digelontorkan dalam katalog yang tersebar di berbagai tempat dan kampus-kampus di Amerika. Hasilnya produknya diburu mahasiswi AS, mungkin juga Abg di negeri ini yang ingin memakai celana dalam tanpa baju! (eddy je soe/berbagai sumber)