Jangan anggap enteng gigimu yang toggos. Pasalnya, meski gigi eloe morat-marit kagak keruan, siapa tahu nantinya bakal berguna bagi kelanjutan penelusuran asal-muasal cerita di balik kematian seseorang. Metode ngelacak silsilah menggunakan teknik identifikasi jenasah melalui sidik jari, saksekarang dianggap kuno dan tak lagi akurat.
Soalnya sidik jari yang sering dipakai melacak susunan DNA (deoxyribonucleic acid) untuk kepastian sisilah genetik mudah sekali berubah akibat proses pembusukan mayat. Apalagi bila sidik jari telah terkelupas akibat luka bakar atau terendam lama dalam air. Duh sulitnya minta ampun. Belum lagi baunya sedepnya minta ampun! Meski beginu, toh sebagian besar laboratorium forensik di kota-kota besar misih memakai teknik lawas itu.
Alasannya, memakai teknik baru melakukan identifikasi DNA lewas gigi duitnya lebih uakeh dibanding pakai bahan sidik jari tangan atau kaki. Efeknya tak banyak kasus identifikasi jenazah tak terungkap, lantaran hanya bertumpu menggandalkan sidik jari. Itulah sebabnya ahli forensik lebh senang menggunakan metode lain yakni memeriksa susunan gigi.
“Sebenarnya tidak ada salahnya para ahli forensik mencampurkan pengetahuan soal pemeriksaan susunan gigi-geligi jenazah untuk melengkapi teknik penelusuran susunan DNA keluarga jenazah,” ujar Mu’kmin Idris beberapa tahun lalu di Salemba.
Menurutnya, kenyataan para ahli forensik acap kelabakan bila menemukan mayat dengan sidik jari telah rusak akibat berbagai persoalan, untuk menetapkan silsilah keluarga korban. Salah satunya teknik dengan mengidentifikasi susunan gigi korban. Selain organ gigi, juga dinilai tahan banting dan dianggap penting di dalam dunia forensik.
“Selain awet diterpa hujan badai, susunan gigi setiap orang ternyata juga tidak sama,” ujar dia, “tidak mengherankan bila susunan gigi sering juga disebut sebagai sidik gigi.”
Cilakanya, di negara berkembang seperti Indonesia, pemeriksaan susunan gigi dalam bentuk rontgen panoramik masih jarang dilakukan. Lebih ciloko lagi, kalau pun ada, belum terekam secara komputerisasi. Ketika diperlukan data untuk mencocokkan sidik gigi dengan susunan keluarga, ada aja gigi yang ompong. “Ketika diperlukan data sudah hilang, atau bahkan tidak ada sama sekali.”
Miskin Data Gigi
Di saat sidik jari tidak lagi dapat diandalkan, identifikasi jenazah tinggal bertumpu pada data gigi dan pemeriksaan DNA. Meski demikian, pemeriksaan DNA umumnya disimpan sebagai juru kunci, yaitu saat teknik lain menemukan jalan buntu.
Apalagi pemeriksaan DNA, dr.Tjetjep Pridjasiswadja, SpF, seperti dikutif ‘DokterKita’ masih terbilang mahal dan perlu teknologi tinggi. Selain itu memerlukan waktu pemeriksaan lama. Apalagi, ujar Tjetjep menambahkan, jika di lokasi identifikasi tidak tersedia fasilitas pemeriksaan DNA.
“Itulah sebabnya, pemeriksaan gigi sebagai pilihan teknik identifikasi terpenting kedua setelah sidik jari,” kata dia, “semakin lengkap data antemortem gigi semakin besar kemungkinan jenazah teridentifikasi.”
Lebih lanjut Tjetjep menambahkan, meski sebagai bahan alternatif sebagai pelacak identifikasi, tidak semua data gigi dapat dimanfaatkan untuk mempermudah prosesnya. Selain di Indonesia data susunan gigi masih sangat minim dan terbatas, rekam medis gigi juga tidak menjelaskan susunan gigi secara keseluruhan.
“Yang tercatat hanya gigi yang sakit dan diobati, bukan susunan gigi pasien secara keseluruhan. Bahkan rincian lain seperti bahan gigi palsu dan bentuk tambalan tidak ikut dicantumkan,” ujar dia sembari menegaskan, “padahal identifikasi berdasarkan pemeriksaan gigi dilakukan dengan membandingkan susunan gigi secara keseluruhan, terutama terhadap foto gigi panoramik antemortem (saat masih hidup) dan postmortem (pada jenazah).”
Belum lagi, papar Tjetjep menambahkan, banyak catatan yang ditulis dokter tidak jelas, singkatan tidak lazim acap ditemukan dan salinan rekam gigi atau rontgen tidak jelas. “Membuat pemeriksa jenazah perlu menghubungi dokter gigi yang bersangkutan. Ini membuat identifikasi gigi semakin rumit dan berbelit-belit,” papar Tjetjep
Sebagai contoh, ujar dia bercerita, pada kasus tsunami pada tahun 2004, para ahli forensik mengeluhkan hal yang sama di Thailand. Pada saat itu, jenazah yang belum teridentifikasi setelah satu tahun sebagian besar adalah penduduk Thailand. “Sedangkan penduduk dari Eropa, Oceania, Australia, dan negara maju lainnya sebagian besar sudah teridentifikasi. Bahkan, korban dari Kanada 100% dapat diidentifikasi. Ini karena data gigi penduduk Thailand yang tidak lengkap.”
Salah satu penyebab kerumitan melakukan penelusuran silsilah jenazah di Indonesia yakni, rekam gigi tidak dilakukan menggunakan teknologi komputerisasi. Akibatnya, ujar dia memberi contoh, saat tsunami terjadi beberapa tahun lalu di Aceh, semua data di klinik gigi hilang atau telah terbenam dalam lumpur.
“Sama seperti di Thailand. Data gigi di Indonesia juga kurang efektif untuk dijadikan modal identifikasi jenazah. Pemeriksaan gigi panoramik masih sangat jarang dilakukan. Bahkan, rontgen gigi ini hanya tersedia di rumah sakit-rumah sakit besar. Data gigi yang tersedia hanya data mengenai gigi yang sakit,” pungkas dia. Jadi sebaiknya gigi tonggosmu segera dipotrex. (Nicole Sacarovic/Eddy Je Soe)
No Comment