Inspirator Pembangun Pasar Tradisional dan Transportasi Massal Kota Solo


Postur tubuhnya membuat orang keder, lantaran gagah dan berotot bila mengenakan uniform seragam dinas.  Meski berdandan perlente laiknya pejabat, bila tidak ada jadwal rapat menghadiri acara undangan resmi, ia acap mengenakan tshirt kaosan oblong. Lantaran itulah ia, bagi yang belum mengenalnya, acap disegani dan ditakuti rekan seprofesinya. Jangankan koleganya yang setiap hari bertatap muka ketika ia masih aktif sebagai pegawai di Balaikota Solo. Mereka segan dan bahkan takut. Padahal tidak seperti itu sosok Yosca Herman Soederadjad. Justru sejak awal dia mengabdikan diri berada di pemerintahan, dari walikota dijabat R. Hartomo, Slamet Suryanto, Imam Soetopo hingga pasangan Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo, namanya dikenal humble pada siapapun. Tidaklah mengherankan bila Herman dikenal hampir seluruh pegawai di lingkungan pemerintahan yang berkantor di Balai Kota Solo.

Tidak hanya rekan sejawat sekantor di Balai Kota yang mengenalnya, tetapi juga kalangan pegawai operasional lain di luar kantor. Bahkan, non pegawai kantor. seperti oofice boy pun acap disapa Herman bila bertemu dengannya. “Mana ada pejabat lain seperti itu. Saya puluhan tahun pernah menjadi officegirl, istilahnya pembantu kebersihan kantor, bila bertemu dengan bapak, acap disapa: ‘keluargamu piye, sehat’ itu saja sudah menenteramkan hati,” ujar Lies, penjual latengan warung di kantin Balaikota. “Beliau kalau datang suka ndisiki pegawai lain, juga pulangnya malam. Sehabis jam kantor. baru balik. Bahkan waktu kebakaran dulu, seingat saya bapak masih berada di dalam kantor. Padahal pengawai lain sudah pada kabur.”

Design Terminal Tirtonadi sebagai tempat pemberhentian modern terkoneksi di Kota Solo

Cerita penjaja latengan, istilah lawas jualan makanan, di kantin bukan bualan. Menurut Herman, kejadian kebakaran gedung Balaikota, sering membuatnya sedih. Bagaimana tidak sedih, kalau laptop dan uang dalam tas jinjing, ikut terbakar, saking paniknya melihat api meluluhlantakkan bangunan. Teriakan agar dirinya segera keluar dari ruangan, kala itu, tak digubrisnya lantaran pekerjaan belum selesai. Baru setelah setelah api melalapsebagian besar ruangan dan bau menyengat asap merangsek ke seluruh ruang bangunan kantor, dirinya terpaksa kabur, Saking paniknya, ia lupa computer desktop, laptop dan duit yang berada dalam tas jinjing tertinggal. “Computer dan tumpukan duit untuk bayaran dari bank untuk keperluan proyek tertinggal ikut terbakar,” ujarnya menerawang sembari melanjutkan, “pengalaman pahit suatu pengabdian tidak ada yang disesali. yang penting saya telah berusaha menjalankan tugas dengan sebaik mungkin.”

Pasar tradisional yang telah direvitalisasi pemerintah daerah kota Solo (pic Ist)

Keteguhan hati untuk mengabdikan diri pada bangsa di negrinya, tak membuatnya kecut dan was-was bila harus berhadapan dengan persoalan pelik yang harus dihadapinya. Awal karirnya sebagai calon pegawai negri ia lalui di dinas yang mengelola pasar, dijalaninya dengan penuh tanggungjawab sebagai pegawai baru yang dipercaya pemerintah daerah. Program menata pembangunan pasar tradisional, digagasnya bersama tim perancang melakukan revitaslisasi pasar tradisional di jaman walikota dijabat R. Hartomo. Pasar Singosaren, kemudian menyusul Pasar Kembang, menjadi penataan pertama kali pemerintah kota Solo melakukan revitalisasi pasar-pasar tradisional menjadi modern. Bukan hanya melakukan rancang-bangun pasar tradisional, Herman dipercaya merancang pembangunan sekaligus resletment tempat tinggal penduduk yang terkena program pemindahan di sodetan kali Pepe sebelah utara terminal Tirtonadi saat Herman didapuk menempati dinas perumahan. Pemindahan rumah-rumah penduduk yang terkena gusuran, menurutnya membuatnya getir bila diingat pengalaman masalalu ikut terlibat memindahkan rumah-rumah ke Mojosongo.

“Bagaimana tidak getir, saat itu pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran lewat PBD Kota Solo. Lantaran Pemkot tidak memiliki anggaran khusus, dan telanjur jalur pembebasan tanah telah dilakukan. Rasanya getir banget. Apalagi ketika mendengar keluhan warga yang memaki-maki dan bahkan ada yang sempat mengancam akan menghabisinya. Kami bersama walikota Solo, waktu itu pak Imam Soetopo, mengajak berembug menyelesaikan masalah. Toh akhirnya berhasil, diatasi pemerintah setelah pemerintah pusat mengalokasikan anggaran pemindahan,” katanya menerawang.

Tempat tinggal dalam program resletement rumah warga di Mojosongo (pic Ist)

Melihat kinerja dalam membereskan persoalan yang dianggap vital dan penting, pasangan walikota-wakil walikota Solo, Jokowi-Rudyatmo, memindahkan Herman menjabat di Dinas Perhubungan. Bukan hanya persoalan kesemrawutan alur lalu lintas jalan raya, yang harus dibebenahinya, tapi juga merancang terminal bus Tirtonadi dari tempat kumuh menjadi modern. Awalnya Herman mengaku agak grogi juga diserahi tugas beras yang saling bertolak belakang rancang design penyelesaiannya. Melalui rembugan dengan warga, Herman mengajak kelompok-kelompok antipembaruan kawasan kumuh menjadi bersih berdialog mencari solusi bersama. Puluhan demonstrans dan gali-gali yang sering merecoki awal pembangunan kawasan kumuh di dekat terminal Tirtonadi yang dipindahkan lantaran mau diajag dialog, memilih semingkir mengikuti program pemerintah. Apalagi untuk perluasan terminal juga dirancang sebagai tempat berjualan, tak urung warga sekitar ikut membantu membereskan perluasan terminal bus Tirtonadi. Barangkali mereka ngeper juga bila menolak diajak berdialog mencari solusi terbaik buat kehidupan mereka. Entah apa yang menjadi piandel pegawai yang satu itu, tak banyak yang pernah mendengar riwayat hidupnya dengan mendetail, kalau tidak dia sendiri bercerita pada tim indepth report

Tidak banyak orang mengetahui kerumitan mengatur lampu ‘Bang Djo’ Lalu Lintas (Lalin) ketika terjadi pemadaman listrik. Kecenderungan pengguna jalan menuding dinas perhubungan tidak bisa melayani dengan baik pengaturan byiar-pet pengendali kemacetan jalan. “Padahal mati-hidup lampu Lalin bukan perkara tunggal yang harus ditumpu pengatur Lalin di Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo, tetapi penyebabnya bisa jadi lebih kompleks dari tuduhan itu,” ujar Ari Wibowo, kepala bagian di Dishub. Merunut jejak pengabdi negara tak komplit bila tidak sertamerta melacak peran tangan dingin sang ‘komandan’ di instansi dinas perhubungan. Bukan hanya pengurai kemacetan di jalan protokol arus utama kota bengawan, tetapi sekaligus mengatur hidup-mati lampu bangdjo acap membuatnya kalang-kabut. Lebih dari lima periode kepemimpinannya bercokol di dinas perhubungan sebagai kepala dinas, namanya seakan tenggelam dalam pikuk tudingan nyinyir. Meski demikian dengan santai ia menjawab dengan kinerja prima menyelesaikan persoalan pengaturan Lalin dan penyedia moda transportasi lokal. Bak meniti buih, karirnya sebagai kepala dinas dimulai dari langkah kecil yang ditekuninya di bawah tiga pergantian walikota Solo.

Bersama mantan Menteri Ign Jonah dan FX Hadi RUdyatmo (pic Ist)

Bukan hanya sebagai pucuk pimpinan pengatur kemacetan Lalin, dalam koridor Apill (Alat Pemberi Isyarat Lalulintas), tetapi ia ulai berkiprah sebagai pegawai negeri sipil di beberapa tempat dinas yang lain di pemerintahan kota Solo, selama 36 tahun lalu hingga purna tugas. Pelbagai jabatan strutural pernah disandangnya sebelum dipercaya memimpin kepala dinas. Semua dilakukannya tanpa berpikir ingin meraup keuntungan pribadi. Melakukan hal terbaik mengabdi pada negara, wasiat ayahnya, pensiunan tantara, tertancap dalam sanubarinya hingga kini.

Pembawaannya supel dengan siapapun, termasuk bersahabat dengan jurnalis membuatnya pewarta media massa nyaman terhubung mewawancarainya tanpa kenal waktu. Bahkan tak jarang informasi akurat, meski kadang quota pemberitaan, diberikan pada jurnalis sebelum resmi disampaikan pemerintah daerah. Bukan hanya itu, yang sering menjadi issue pemberitaan mengelondor sampai dalam bahan berita pada wartawan. Berbeda dengan pejabat lain, saat menyampaikan statement penting, Herman tak jarang membuka dialog kritis agar jurnalis menanyakan terkait dengan pokok masalah terkait. Meski acap diselingi pembatas ‘off the record’ bila terkait issue panas tetap mengalir dengan santai, toh nyaman didengar dan tak tersiarkan peringatan tidak boleh diberitakan.

Kedekatan sebagai narasumber setingkat pejabat penting kepala badan semacam itulah acap menjadi sandaran para jurnalis ‘nyelengi’ buat tabungan bahan pemberitaan sewaktu-waktu dapat dijadikan issue bergulir setiap hari. Jarang ditemui di suatu institusi pemerintahan daerah menyampaikan informasi untuk disebarluaskan pada kalayak ramai. Dialah salah satunya sosok pejabat yang mudah diminta konfirmasi terkait dengan issue-isue panas terkait dengan keluar-masuk PAD maupun dan asset daerah kota Solo.

Akselerasi kecepatan memperoleh angka-angka akurat PAD maupun Aset pemerintah dapat dengan mudah dan gampang ketika BPPKAD masih menginduk menjadi satu kesatuan belum terbelah menjadi dua. Bisa jadi pembagian tersebut akan lebih merampingkan kinerja dan menambah system layanan kecepatan menyampaikan data, ataukah justru menambah kerumitan mekanisme kinerja nantinya, perlu dibuktikan.

Previous Emma Watson Akhirnya Menyabet Gelar Sarjana Dari Universitas Brown
Next Milena Markovna Kunis, Artis Penyitas Perdamaian Asal Ukreina Penggalang Dana Kemanusiaan

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *