Mati-Hidup Biznis Penyewaan Lampu Petromax


Jangan anggap enteng biznis lampu penerang Persewaan Lampu Petromax tetap dibutuhkan

Tidak hanya di Jakarta sebagai kota metropolitan, ketika teknologi perlistrikan mengubah dunia usaha, secara perlahan dunia perdagangan eceran mengalami perubahan. Bila di ujung pinggiran kota-kota besar dulu, penerangan jalan belum teraliri listrik, pedagang kelontong dan sayur-mayur tak ada pilihan lain mengandalkan lampu penerang non-listrik memakai Petromax. Meski demikian, para pedagang oproxan pinggir jalan, tetap bertumpu agar dagangan yang digelar tetap laku, walaupun tidak diterangi listrik. Mereka tetap bertahan memakai lampu Petromax. Apa boleh dikata, kondisi tersebut tetap dipertahankan sejak tahun 80-an hingga saat ini, memakai penerang Petromax. Itulah sebabnya, sisa ulang tahun kemerdekaan tahun lalu, ketika diajak berbincang-bincang pedagang oproxan itu mengaku terseok-seok mencari penghidupan di tepi jalan pinggir pasar-pasar tradisional.

Tampaknya periode tahun 70-80an, selain menyisakan kenangan pahit pedagang di pasar tradisional, kenangan pahit-getir penjaja jasa penyedian penerang Petromax, mengharu-birukan tetap dikenang hingga kini. Penggiat biznis jasa menyediakan penerangan lampu petromax, waktu itu bisa dikatakan dapat dihitung jari tangan. Tidak banyak tentu. Sebut saja nama mantan pebiznis nan-gigih di Jakarta yang kini hijrah ke Solo, ia tetap melakoni biznis penyedia lampu penerang Petromax disewakan setiap pagi hari. Sebut saja Pak Zain, nama penyedia Petromax di Pasar Legi dan Pasar Jebres, biznisnya tetap langgeng sebagai penyedia lampu penerang Petromax. Ia mengawali berdagang jasa sebagai penyewaan Petromax dengan 10 lampu yang dibawanya dari Jakarta. Kini Ia telah memiliki lebih dari 20 Petromax yang siap digunakan buat disewa-sewakan pada pedagang.

Sebagai penyedia jasa sewa Petromax, setiap hari ia musti menenteng 20-30 petromax yang harus siap dinyalakan pada pagi hari sebelum pukul 12.30 malam. Kerepotannya kini bertambah sejak, bahan bakar minyak tanah alias lengopet, kian sulit diperoleh, selain harga per liter membubung tinggi, tak terjangkau. Apalagi kaos lampu, yang berada di dalam lampu harus tersedia buat berjaga-jaga bila mbrodol atau sobek, harus segera diganti, juga jarang dijual di toko. Selubung-kaos, bermerk butterplay, menyala tak ada lagi dijual di pasaran. Toh tradisi menyalakan lampu Petromax hingga umurnya telah uzur sulit dilupakan,

Meski penerangan jalan dan pasar tradisional telah menggunakan listrik, toh biznis sewa lampu petromax tetap dipakai (Ist)

“Mosok jaman sekarang masih ada yang memakai lampu penerang petromax. Enggak adalah. Entah kalau ditempat lain, di luar Jawa mungkin masih digunakan. Semua’kan udah menggunakan listrik. Kalau tidak yach pakai teplok atau lilin. Barangkali petromax masih dipakai di Papua atau pinggiran kota Kalimantan sana,” ujar Desantho aktivis Persma yang sedang KKN di pinggiran Jogya, “Siapa tahu di pinggir kota Jawa Tengah, juga masih ada yang makai. Di Bekonang pabrik Chiu, coba situ ke sana.”

Menurut Zeinuddin, apapun bisa menjadikan ladang biznis.  Asal memiliki ide dan merealisasikannya serta sesegera mungkin dilakukan. Apalagi menurut dia, memiliki prospek celah pasar yang memungkinkan untuk digarap, seperti jasa penyewaan lampu penerang petromax. “Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, maka tidak ada pula yang tidak dapat dikomersilkan.” Menurut Mardiatmodjo pengajar manajemen di universitas swasta, sepanjang ulet dan pantang menyerah, apapun bisa dijadikan laang biznis. “Lihat saja jasa persewaan lampu petromax, sewaktu listrik belum banyak merambah di pasar-pasar tradisional. Kalaupun listrik telah terpasang, toh mereka masih ada yang menyewa lampu petromak.”

Bilam jamua di pajang di rumah lawas lampu petromax acap dipakai sebagai asesorie pajangan pamer (Ist)

Gambaran dosen managemen itu pas dengan lelakon Zainuddin, yang berkutat melakoni biznis penjual jasa meminjamkan lampu penerang petromak, sejak 1988 yang pernah dilakoninya di Jakarta, kini kembali ke Solo mengelar lapak di beberapa pasar tradisional. Zainuddin tutur dia bercerita, sejak tahun 1983, alias Udin penggilan akrabnya, mengeluti bisnis penyewaan petromak, selama lebih dari 23 tahun, dulu di Jakarta. Idenya sederhana, karena pada saat itu masih jarang lampu-lampu penerangan maka petromak dijadikan alternatife pedagang yang ingin menerangi daganganya menyewa lampu penerang petromak

Bisnis demikian terbilang unik dan jarang mengingat pada awal tahun 2006, baru terlihat banyak perubahan terjadi. Di Jakarta dengan hinggar binggar lampu jalan menerangi tiap sudut kota, toh bisnis petromak masih bertahan hidup. Meski pendapatan dari jual jasa meminjami lumayan tidak begitu besar, tapi lumayan buat nambal butuh. “Masih menjadi tumpuan untuk menghidupi keluarganya,” katanya. Bapak tiga anak, masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), tak urung mampu memberikan uang jajan anak dan bayar SPP dari mengais rezeki menyewakan petromak pada pedagang di sepanjang jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta. “Petromax di jajar berderet menyala, tinggal menunggu pedagang dating menyewa. Ada yang bayar harian, ada pula bulanan,” ujar dia minggu lalu.

Jangan dikira lampu petromax dekil tidak diburu para kolektor barang antik, justru sedang diuber (Ist)

Usaha Zaenudin menyewakan lampu dimulai awal 1983 sebagai alternatif para pedagang berjualan tanpa penerang listrik dari PLN. Banyak pedagang yang perlu meminjam lampu penerang petromak. Biasanya pedagang oproxan sewa dini hari pukul 03.00 sampai 05.00 dengan tarif tidak mahal per harinya. “Kami tahu, pedagang’kan belum tentu punya duit, barang dagangannya laku, makanya saya patok kisaran Rp.5000 per harinya. Ada yang bayar langsung, tapi ada juga bayar belakangan bulanan,” katanya, “hasilnya lumayan. Ada sekitar 100 lampu petromax, siap nyala.” Umumnya penyewa berdagang di tempat gelap. Meski di kanan-kiri ada tiang listrik, menurut Zainuddin, tapi sinarnya tidak nyampai ke tempat selasar para pedagang oprokan. Tempat seperti itulah yang disasar Zainuddin menawarkan jasanya menyewakan petromak. Dulu, katanya menambahkan, Zainuddin hanya memiliki 10 buah lampu. Saat ini telah bertambah manjadi 30 buah. Seiring bertambahnya jumlah petromak yang disewakan, Zainuddin tak urung menaikan sewa pinjam per lampunya menjadi 7500. “Pedagang tinggal nenteng, lampu yang sudah menyala. Semua ambil yang praktis-praktis saja. Pedagang tidak perlu lagi mengisi minyak lagi.”

Menurut dia, biasanya petromak yang sudah terisi penuh kurang lebih 1,5 liter minyak tanah, dan bisa kuat sampai 8 jam. Bila minyaknya habis, tinggal diganti, dengan menukar dengan petromak baru yang telah diisi minyak. “Tentu bayar lagi sewanya, bisa setengah atau penuh seharian.” Menurut dia, pendapatan setiap hari dari 30 petromak perharinya kotor bisa mencapai lebih dari Rp.150.000. Belum dihitung harga minyak tanah yang diperlukan untuk satu petromax 1.5 liter. Tinggal dikalikan dengan satuan harga minyak tanah per liternya. Anggap saja, bila sekarang harga per liter minyak tanah berkisar Rp.12.500 per liter jika menghitung pendapatannya, dari 30 petromaks saja, perhari pendapatan kotornya mencapai Rp 175.000, ini belum menghitung harga minyak tanah yang dibutuhkan oleh petromak. Jika satu petromaks membutuhkan 1,5 L, harga satuan minyak tanah Rp 2500,/liter. “Secara kasar hitung-hitungan pendapatan bersih per satu lampu petromak Rp.45.000. Tinggal dikalikan 30 lampu petromak lumayan perbulannya. Preman? Ndak berani mereka.”

Menurutnya, pendapatan lumayan itu, tak sebanding dengan resiko yang harus dilakoninya. Ia harus berkemas menyiapkan minyak, mengkontrol ‘kaos’-lampu dan kelancaran pompa, hingga begadang setiap hari. “Belum lagi soal hawa dingin dan hujan yang sekarang tidak menentu. Meki demikian, ujar dia, menambahkan, dirinya mengaku mampu menyekolahkan anaknya dengan baik hingga lulus. “Berkat petromax.” (Thomas/eddy je soe)

Previous Deep Purple Lawan Led Zeppline dan Black Sabbat
Next Jangan Makan Telur Ikan Caviar, Tak Punya Duit, Bisa Terkapar

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *