Quen, Kamilah Pemenangnya


Penampilan Quen di setiap konser di pelbagai kota ditontonton jutaan pengemarnya

Berani bertaruh generasi ABG (Anak Baru Geblek) milenial saat ini tak pernah mendengarkan lagu Quen  yang pernah ngehit tahun 70-an, kecuali mama-papanya dulunya berantem sewaktu pacaran dan berteriak lantang, We Are the Champions. Teriakan itulah yang sebenarnya diterakkan Quen dalam album ‘Bohemian Rhapsodi’.

Rasanya tidak adil bila membandingkan lagu lawas Quen ketika manggung di Stadion Wembley ditonton jutaan orang seperti kesetanan saat melantunkan koor bareng, ‘We Are the Champions’ hingga kini tak pernah usang. Disisi itulah film berjudul sama dengan lagu yang ditolak produser rekaman ‘Bohemian Rhapsody’ mengaduk-aduk emosi penonton fanatik Quen.

Syair lagu yang diciptakan Fredie Mercury sungguh indah dan membawa misi damai

Film yang digarap dengan sangat detail, meski acap kedodoran, toh digemari lantaran menguras emosi dan memporak-porandakan nalar sehat sehingga mengharubiru penonton hingga melelehkan airmata. Lihat saja ketika Quen diminta manggung pada pagelaran iconic dalam sejarah music yang dilihat jutaan orang langsung di stadion Wembley London, dan disaksikan miliaran orang di layar kaca di seantero jagat lewat puluhan satelit,  itu tak pernah tertandingi.

Bagaimana jutaan penonton konser Quen ketika di dalam stadion bisa diminta Freddie Mercury menirukan celotehan suka-suka dia berteriak bareng mengucap “eooo…aeoo…eaieoioe..” meliuk-liukkan suara, dan semua mulut penonton pun mengikuti aba-aba dia; bukan hal mudah dilakukan, kalau bukan seorang superstar yang memerintahkan. And Freddie Mercury berhasil!

Bersama petikan gitar Bryan sang gitaris Quen menambah puitik syair yang disajikan Freddie

Jelas film ‘Bohemian Rhapsodi’ bukan digarap sembarangan producer yang juga pernah bergabung dengan Quen. Tak gampang menyampaikan pesan secara halus sosok sang superstar, Freddie Mercury, dengan masa lalunya yang kelam dan kemudian menjadi bintang. Bisa dimengeri, sosok Freddie Mercury, lahir dari keluarga imigran gelap di Zanzibar –nama sekarang negeri Tanzania– acap dibully lantaran secara fisik penampilannya tidak menawan dengan gigi tonggos.

Setelah menetap di negeri barunya di Inggris, ia mampu mengubah sejarah keluarganya dan menunjukkan eksistensinya sebagai rock star legendaris dunia. Jangan membandingkan penampilan Freddie Mercury, yang nama asli sebenarnya Farrokh Bulsara, lahir 5 September 1946; dengan Michel Jacson misalnya. Meski sama-sama rock star keduanya jelas berbeda.

Keluarga clan Michael Jackson lahir dari keluarga kaya raya dan mapan ketika menopang grup keluarga Jacson Five, sedang keluarga Freddie tak berada. Jangankan membiayai Freddie bermain music, untuk meneruskan studi di universitas yang dipilihnya pun mereka tak sanggup, dan membiarkan Freddie muda menjadi portir di airport.

Mercury menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di India dan mulai mengambil pelajaran piano pada usia tujuh tahun. Pada 1954, pada usia delapan tahun, Mercury dikirim untuk belajar di Sekolah St. Peter, sekolah asrama gaya Inggris untuk anak laki-laki, di Panchgani dekat Bombay –sekarang Mumbai. Kesenangannya pada musik dan media massa membawa Freddie berkecimpung didunia tulis-menulis, saat ia berumur 12 tahun, dan berusaha keras menjadi jurnalis media sekolahannya agar bisa meliput artis rock and roll Cliff Richard dan Little Richard yang menjadi idolanya.

Penampilannya flamboyan dengan lengkingan vokal sampai 4 oktaf membuat Freddie sebagai rockstar

Rekan sewaktu ngeband di sekolahannya, Freddie memang memiliki bakat bermain music pop Barat. “Dia memiliki bakat bermain music. Kemampuannya luar biasa, daya ingatnya pun mengagumkan. Sekali ia mendengar lagu di radio kemudian ia mainkan dengan jari-jarinya di piano dan guitarnya setiap hari,” kata Hactics teman ngeband Mercury.

Sejak duduk di bangku sekolah, ujar Hactics, gaya Freddie Mercury memang sudah terlihat mempesona teman-temannya. Meski acap agak genit dan njengkelin karena egois kalau dia sudah di atas panggung bermain piano dan menyanyikan lagu-lagu rock yang melengking seperti penyanyi ideolanya. Tak dapat diragukan kemampuan vocalnya bisa mencapai empat oktaf saat melengking berteriak seperti kesurupan setan, tapi kadang merdu membuat bulu kuduk merinding.

Lihatlah action Freddie dalam pertunjukan penggalangan dana AIDS begitu memukau

“Kepiawaiannya mengolah vocal suara Merury tak bisa dipandang sebelah mata, apalagi dia juga menulis sair yang menjadi hits di tangga lagu seluruh jagad,” tulis majalah music terkemuka Rollingstone memuji kemampuan suara Freddie Mercury.

Pengakuan kepiawaian Freddie Mercury tak hanya datang dari pengamat music embyeh-embyeh, tetapi juga lembaga pengamat seni kelas dunia menganugerahi penghargaan kepadanya. Pada 1992, misalnya, Freddie Mercury dianugerahi Britis Award yang diadakan di Stadion Wembley London, lantaran kontribusinya dianggap luar biasa membawa nama harum kerajaan Ingeris.

Tidak hanya itu, sebagai salah satu anggota Queen, Mercury juga dikukuhkan berturut-turut sebagai musisi dengan predikat Rock and Roll Hall of Fame pada tahun 2001, Songwriters Hall of Fame pada tahun 2003, dan UK Music Hall of Fame pada tahun 2004. Bahkan pada tahun 2002, Mercury ditempatkan sebagai musisi terbesar dalam sejarah music pop oleh BBC.

Acting ketika dalam pertunjukan akbar disetiap penampilannya selain kocak acap slengekan

Penampilan fisik, dengan gigi tonggos, tak membuatnya canggung dan minder saat manggung yang ditonton jutaan penggemarnya. Justru itulah kelebihan Mercurry disbanding rockstar lain. Apalagi kepiawaiannya memainkan piano dan guitar tak dapat diragukan musisi lain. Freddie Mercury memang lain dengan musisi kebanyakan, tulis pengamat music di majalah bergengsi Rolling Stone dalam arbiturary panjang

Selain penampilan mepesona, tak bisa diragukan Freddie memang berbeda dengan gaya panggung superstar lain. Apalagi ia memiliki suara vokalnya mencapai empat oktaf. Kepiawaiannya mengolah vocal suara Merury tak bisa dipandang sebelah mata, apalagi dia juga menulis sair yang menjadi hits di tangga lagu seluruh jagad.

Bahkan Mercury menulis 10 dari 17 lirik lagu pada album Quen yang ngehit. Sebut saja Bohemian Rhapsody, Killer Queen, Somebody to Love, Don’t Stop Me Now, Crazy Little Thing Called Love, dan We Are the Champions, Bicycle Race, Don’t Stop Me Now, Crazy Little Thing Called Love, Play the Game; jelas namanya tak bisa dipandang sebelah mata.

Inilah saat-saat terakhir penampilan Fredie Mercury bersama Bob Gildof sang penggagas Conser AIDS

Perjuangan Quen bukan ringan ketika mereka ingin merekam lagu-lagu yang diciptakan Freddie salah satunya ‘Bohemian Rhapsody’ ditolak Ray Foster sang produser rekaman. “Gila aja loe. Enam menit? Siapa yang mau memutar lagu sepanjang enam menit,” Teriak Ray Foster, diperankan Mike Myers, “apalagi liriknya ada Zaramus…Zaramus…Galilio…Galileo? Bisa kagak dipotong jadi tiga menit dan judulnya diganti.”

Tentu saja crew Quen berang dan ngotot tidak mau dipotong liriknya. Kedua belah pihak saling mempertahankan argumentasi masing-masing bertengkar hebat. Hanya saja Ray Foster, sang pemilik rekaman ditinggal rekannya yang menangani perjanjian kontrak, dan menyukai ‘Bohemian Rhapsody’ dan percaya akan menjadi hit dunia, hanya Ray Foster ngotot dan terpaku sendirian. Tentu saja Fredidie crew Quen marah luar biasa dan melempar batu ke kaca candela kantor Ray Foster. “Nanti kami ganti dari royalty lagu ini,” teriak Fredie di bawah apartemen. Quen tampaknya kebacut jengkel dan melakukan pelanggaran kontrak kesepakatan, plat rekaman lagu diserahkan ke penyiar radio dan disiarkan. Lagu Bohemian Rhapsody pun meledak digemari pendengar!

Sukses lagu-lagu Quen tak terlepas dari Marie Austin, gebetan Freddie yang acap dipanggil teman-temannya ‘Paki’ –sebutan bullyng tak mengenakkan, tentu– toh dia tetap menjadi ceweq yang setia. Meski di akhir kalimat yang diucapkan Freddie yang mengatakan ‘Kukira gwe bisexsual’ dengan linangna air mata. Mary mendapatkan pria lain, dan membatasi hubungannya dengan Freddie hanya sebagai sahabat. Sahabat sejati, hingga akhir hayatnya.

Kepergiannya menyayat jutaan penggemarnya, tapi lirik lagu yang kau ciptakan menginspirasi miliaran orang, “Kamilah Pemenangnya” RIP

Padahal atas inisiatif Marie Austin-lah yang mempertemukan kembali Freddie Mercury dengan Brian May dan personil Quen lainnya menjadi akur kembali. Setelah hubungan mereka retak gara-gara Freddie, tak bisa lepas dengan pacar homonya yang ingin menggarap album solo di Munich dengan iming-iming kontrak USD 4 juta sebagai penyanyi solo tunggal. Dialah yang menularkan virus mematikan Freddie Mercurry hingga ia meninggal pada 1991 di usia yang masih muda, 45 tahun.

Freddie Mercurry dalam debutnya di grup bank Queen dikenal band dengan lagu lagunya yang mencampurkan berbagai genre. Utamanya rock dan klasik dan khususnya rockabilly, rock progresif, heavy metal, gospel dan disko. Dan Fredie adalah sosok pencetus utama di baliknya, dan meninggalkannya setelah ia mengharubiru pada penampilan spektakular yang ditonton jutaan mata dalam konser AID, sebelum ia meninggalkan dunia panggung selama-lamanya. (thomas desanto / eddy je soe)

Previous Meski Venesia Banjir Tetap Menjadi Kota Wisata Dunia
Next Menggarap Peluang Biznis Permainan Anak di CFD

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *