Siapa yang mengira, sebuah grup band cadas bersikap akan membawa mampus music Rock and Roll justru namanya masyur dan melegenda hingga kini. Para musisi pendahulunya yang dulu dianggap anteng, alim dan lemah-lembut sepert Beegees dan Beatles dibikin gerah dengan penampilan urakan di atas panggung. Para musisi pembawa music yang bikin gerah pendengar dan penikmat musik-musik santun opa-oma, justru kecele lantaran keempat personil band urakan itu digemari anak-anak muda unyu-unyu dan koplak sejagad kala itu. Posisi itulah yang membuat para musikus bertahan hingga kini. Jangankan diberi kesempatan manggung di atas stage seluas lapangan bola, ngamen dijalanan saja tidak berani.
“Jangankan bertahan lima puluh tahu, ujar Kiet Richards nyengeges, lima tahun ngamen di jalanan saja dulu kami ketakutan setengah mati, bisa mengelinding saja bersyukur and tidak nabrak-nabrak ngancurin warung,” katanya cengegesan. Emang sih banyak orang mengira Stone tidak akan lama bisa bertahan dalam blantika dunia music rock and roll. “Sungguh luar biasa kita masih diberi pinjaman waktu panjang unjuk kebolehan manggung. Memang kalau dipikir-pikir absurd juga.”
Entah apa yang menjadi daya tarik grup band bergenre rock & roll and urakan puol hingga kini masih bertahan sejak pertama kali main di London pada tahun 1962 lalu, tak bisa dipastikan jawabannya. Apakah simbul mulut ndower dengan lidah menjulur, ataukah pekikan Mick Jagger dengan gaya kemayu nggilani, menjadikan Rolling Stone dieloe-eloekan kids jaman Old, entahlah. Yang jelas, penampilan para punggawa Stone seperti Mick Jagger, Keith Richards, Brian Jones dan pemain keyboard Ian Stewart sangat menawan. And jangan tanya berapa keping piringan platinum mereka kumpulkan sebagai pertanda grup band papan atas tak tertandingi, hingga sekarang. Producer film terkemuka seperti Brett Morgen pun geleng-geleng ketika para penampilan punggawa Stone tetap tak berubah, ‘gerock-and-roll’ nancep. Sembari dibuatkan film documenter, Stone merilis album tergress ‘GRRR’ menyambut 50 tahun ulang tahun grup band koplax ini.
Meski tangan dan kakinya sudah tak lagi sanggup jingkrak-jingkrak, setelah 50 tahun tak manggung di hadapan public, Rolling Stone tetap ngeyel mengelar konser ke London, New York dan kota-kota di Amerika Utara dan Kanada. Tentu dhodolan album baru. Tak main-main design sampul albumnya pun dirancang mentakjubkan oleh seniman kelas papan atas Walton Ford, jelas bukan cengegesan mengeluarkan duit segepok buat promosi lagu baru. Meski kompilasi hit Stone selama 50 tahun bertengger eksis sebagai grup band yang disegani (baca bukan sekedar ngejar sego -dalam boso jowo- nasi) tampaknya sulit mengejar Rolling Stone ditandingi grup band ecek-ecek. Tak urung album kompilasi lawas itu pun laku keras bak minuman favorid gerombolan Pangunci alias Paguyuban Ngunjuk Chiu di ndeso Tankali Solo, Mbekonang
Itulah sebab jalarannya grup cadas Rolling Stone tak mau kehilangan pamor sebagai band dengan logo Ilat Melet ketika manggung pertamakali saat masih culun di Glastonbury Festival Inggris dan Hyde Park London kala itu, mudah dikenal, sewaktu manggung dan difilmkan saat konser Sweet Summer Sun – Hyde Park Live. Tahun berikutnya, Stone ngocol naik tronton yang telah dimodifikasi sebagai bus ala gypsi melakukan tur penjualan album mereka “14 On Fire” halan-halan hingga ke Asia, Australia dan Selandia Baru. Sayangnya presiden Jokowi, saat itu, belum terlalu ngefan pada Si Lambe Ndower Jagger. Tidak puas Stone tur ke Asia dan Australia, mereka mgelanjutkan tur ke negeri Amerika Serikat, pada 2015, mengeber kompilasi lagu lawasan yang dipermak, “Zip Code” dalam album Sticktury Fingers jadi lagu tergres Rolling Stone
Tak puas dengan jempalitan mengelar konser di Amerika Serikat, Inggris, Belanda rock-star grup gaek Rolling Stone nekat manggung ke Amerika Tengah dan Selatan. Tak ketinggalan Stone tampil di Kuba untuk pertama kalinya, meski dikecam pemimpin negara-negara nonkomunis, mereka cuek bebek. Hasilnya lebih dari 1.2 juta penggemar di Havana ikut jingkrak-jingkrak mengikuti irama ngerock-and-roll yang dibawakan Jackger. Dalam pertunjukan live yang dianggap bersejarah dan fenomenal lain, Stone ‘ndagel’ ikut berpartisipasi pada Oktober di tahun berikutnya. Tak tanggung-tanggung panitia penyelenggara festival superstar juga mengundang Stone ikutan meramaikan panggung rock and roll tiga hari full di California bersama Bob Dylan, Paul McCartney, Neil Young dan Roger Waters.
Sebagai penutup tambahan konser, Exhibitionism band koplax Stone, ngocol melakukan pameran mengenang perjalanan sejarah band ndugal Rolling Stone bertempat di Saatchi London. Sambutan para pengemar band cadas, tidak hanya ditonton wong tuwek jaman Old, tapi juga dilihat milyaran Anak Baru Geblek (ABG) jaman now. Itulah keajaiban grup band cadas Rolling Stone yang juga digemari opha-opha jaman old seperti presiden Jokowi and Obama. Eit jangan lupa, kalau Anda belum pernah mendengar hit lagu ngetop Stone, cari aja kaset atawa piringan item seperti lagu paling ngetop saat itu “Honky Tonk Women” atau lagu Stone lainnya, “Angie.” Nah kalau kalian susah nyari cassette karena udah tidak ada yang ngejual lagi, jangan kawatir mereka juga bikin poster gambar potrex diri si lambe ndower Mick Jagger.
Meski dulu belum musim nyablon buat baleho buat nempelin mukenye, jangan kawatir grup kami membuat album foto yang disontrex fotographer terkenal, jangan tanya hasilnya, tentu sangat fantastis, bukan seperti potret para politisi di baleho. Jelas gambar poster yang dipakai buat kampanye album itu sangat berguna dan enak dilihat bagi siapa saja yang menjadi penggemar fanatik Rolling Stone. Lha sesekali nulis surat ke presiden Jokowi, minta kaset lagu-lagu lawas band cadas padanya, siapa tahu misih menyimpan koleksi band rock papan atas sejagat. Silakan tanya ke pak Jokowi, “bapak masih nyimpan lagu-lagu ‘Just Your Fool’, Commit A Crime’, ‘Blue and Lonesome’, ‘All of Your Love’ and ‘I Gotta Go atau ‘Little Rain’ kagak pak?” Pasti akan dijawab, “mau posternya sekalian apa cassette asilya milih mana: saya kirimi speda atau kaset Rolling Stone dari mbogor. (Indro ‘gembong’ dari wonosobo/eddy je soe)
No Comment