Menerapi Autis & Strok Lewat Musik


Orkes simponi di beberapa negara menjadi salah satu terapi penderita autis

Bermain music tak sekedar menjadi memainkan berbagai irama sesuai kesenangan semata, tapi bisa juga dipakai untuk upaya memperbaiki kondisi autis. Getaran yang ditimbulkan bunyi music secara tidak langsung dapat mempengaruhi berbagai sel-sel otak hingga ‘menerobos’ kesadaran pasien ketika sel-sel itu sedang ‘malas’, terutama pada penderita autis.

Menurut beberapa artikel hasil penelitian di beberapa negara, penderita autis, bila sering diperdengarkan music mampu menstimulir saraf pendengaran hingga membawa kegembiraan. Awalnya para autis diperdengarkan nada-nada lagu sederhana dengan jenis melodi yang tidak rumit. Kemudian diperdengarkan jenis musik lain, nampaknya disenangi para penderita autis. Ada pula para penderita diberi pelajaran memainkan jenis musik yang sederhana. Mengubah permainan dan nada tertentu rupanya juga disenangi para penderita. Mereka terlihat asyik ikut memainkan dan acap ikut menari sesuai irama.

Musik diyakini para peneliti mampu mengintrodusir sensor motorik penderita autism hingga menjadi lebih baik

Semakin lama irama yang dimainkan, rupa-rupanya membuat ketagihan para penderita autis. Hal itu disinyalir lantaran sensor motorik otak penderita di terintodusir nada-nada musik. Bahkan mampu memicu penderita ikutan mendengar dan berjoget sesuai irama yang dimain musisi. Para peneliti meyakini pelbagai jenis musik dapat merangsang pengembalian sel motorik dan mampu merangsang imajinasi penderita

Peneliti menyarankan pada pemangku kebijakan agar menyediakan peralatan jenis musik di rumah singgah perawatan bagi para penderita autis, Paling tidak seseringmungkin diperdengarkan pelbagai lagu-lagu riang-gembira agar mereka ikutan bernyani mengikuti lagu-lagu. Hanya saja janis lagu-lagu dipilih yang sederhana dengan iringan jenis musik pas bagi penderita.

Jenis permainan sederhana menurut peneliti diyakini menjadi pemicu kesenangan penderita autis (courtesy RBTH)

Direktur proyek pendidikan MuzTerpevt, Alisa Apreleva, seperti dikutib RBTH, memulai terapis autis menggunakan pendekatan bermain music sejak lama. Bahkan para penderita acap diajak melihat konser musik klasik di konservatorium. Hasilnya penderita merasa dirinya lebih bersemangat bila diajak menonton pagelaran musik. Sejak itulah kemudian terapi musik pada penderita dinilai penting dikembangkan di tempat singgah.

Terlepas dari penyebab secara pasti mengapa terapi musik dapat menjadi salah satu alternatif bagi penderita autisme hingga mampu membangkitkan impulus neurologis, saat ini peneliti mengarahkan kemampuannya untuk melakukan kajian secara spesifik terhadap sistem sel-sel otak dan nada suara musik. Persoalan yang sangat sulit dipecahkan bagi para peneliti yakni, mengapa penderita sulit memahami apa yang dipikirkan dan dirasakannya pada orang lain.

Berbagai jenis musik, menurut peneliti menjadi perangsang sensor penderita autis menjadi lebih baik

Jangan heran bila penderita autism acap sulit untuk mengekspresikan diri dengan sempurna melalui kata dan gerak tubuh, ekspresi wajah dan setuhan laiknya seseorang bukan autism. Kebiasaan melakukan pekerjaan yang diulang-ulang dan ketertarikan pada sesuatu sangat terbatas, merupakan obsesifitas tanpa disadari penderita. Hal itulah yang menjadi tantangan para peneliti ahli autis di laboratorium

Seperti diketahui, berkencenderungan sensitive bagi penderita sindrom autis acap mengalami gangguan oleh lingkungan tak dikehendaki kehadirannya sulit dinalar dengan logika. Kecenderungan hal itu, menurut penerliti sebenarnya mudah diintrudusir melalui musik yang mampu meredam gejolak sensitivitas penderita. Bukan suatu hal mustahil, apabila terapi music pada penderita autis dapat memulihkan daya ingat pada saraf sensoris dalam otak penderita autism.

Ilustrasi susunan sel jaringan otak manusia dan impulus (ist)

Berdasar hasil studi autism di seluruh dunia, yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tercatat prevalensi penderita autism 1 persen. Artinya satu dari 100 anak penderita autism dan biasanya jumlah penderita autism laki-laki 5 kali lebih banyak dibandingkan wanita.

Tanda Autism

Bila putra-putri bawah lima tahun, tidak suka dipeluk hanya mau bila penderia menginginkan; lebih senang menyendiri; tidak melihat lurus pada obyek ketika orang lain memberitahu sasaran pandang; tak peduli orang lain berbicara tetapi merespon suara lain, merupakan tanda-tanda ringan penderita autism. Selain itu, yang sering terlihat dengan jelas yakni penderita autism sulit beradaptasi dengan perubahan rutin yang pernah terjadi, dan terlambat bicara. Kesemua tanda-tanda itu, pantas diwaspadai secara serius ketika putra-putri Anda masih berumur bawah lima tahun, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Apalagi bila anak Anda tidak merespon saat dipanggil, segera hubungi dokter.

Hingga kini factor penyebab autism diduga para peneliti lantaran terjadi transmutasi factor genetic sebelum terjadi pembuahan karena berbagai sebab. Salah satunya, factor lingkungan dan gen pembawa sifat keluarga kedua belah pihak orang tua. Bisa jadi autism terjadi gangguan pertumbuhan otak normal sejak awal, dan acap terjadi pada anak yang lahir premature yang lahir sebelum 26 minggu. Menurut hasil penelitian perlu disadari bahwa terdapat hubungan antara usia orangtua dalam perkawinan dengan anak autism. (eddy je soe/berbagai sumber)