Bukan 1/2 Tari Luar Biasa Mahasiswa


Kami yakin para pemain yang berpentas di panggung selasar TBJT (Taman Budaya Jawa Tengah) tidak menyadari hari itu tepat diperingati hari seniman seluruh dunia. Meski demikian ketiga kelompok, masing-masing dibawakan 2-3 penari muda itu mengeber kreasi aneh dan mengemparkan penonton. Setidaknya memicu ratusan mahasiswa-mahasiswi di lingkungan Institute Seni Indonesia (ISI) Solo terpaku hingga terpana gerak-gerik anak-anak muda itu ndaplang dan berguling-guling menyuguhkan karya seni tari kontemporer.

Tak banyak gembar-gemborkan kegiatan yang semestinya pantas disanjung di diacungi jempol kretikus seni tari. Lihat saja, ketiga grup itu menyuguhkan gerak berpentas tak lazim tampil laiknya tarian tradisional, semisal tari serimpi yang lemah lembut, maupun tari ombyokan gambyong.

Reliefmu membekas dalam relung instruksi di dunia nyata saat ini

Meski demikian, tari kontenporer yang mereka suguhkan, jelas mengisyaratkan gagrag tarian yang sulit dimengerti oleh generasi sepuh masalalu. Bisa dimengerti bila para pakar tari emoh melihat tari yang mayoritas dilakukan anak muda gen generazi Z masa kini. Bagaimana mereka bisa menikmati, bila alur pakem menari lawas tak diikuti mereka yang ndaplang dan bisa nyaman dilihat penonton. Bukan hanya itu, tarian eksperimental dari ketiga grup tari menampilkan gerak tubuh tanpa kejelasan maksud tarian tersebut

Apapun yang dilakukan seniman tari, toh tidak ada salahnya bila keinginan rekan-rekan calon intelektual seni itu pantas dihargai dan diapresiasi. Nah dalam wujud apresiasi itulah diharapkan, atraksi berkesenian di hadapan penonton hendaknya ditanggapi dengan lapang dada. Kalaupun akan marah atau menggerundel, jengkel terhadap penilaian apresiatif di luar komunitas lingkar para seniman tari, orha phopo’kan.

Dalam paparan seni yang dibawakan Didie, dengan mengusung seni tarian membawakan berebut celana misalnya, sebenarnya cukup menarik. Setidaknya menggambarkan sepasang penari, berebut celana dalam.  Dengan latar minimalis, dan pencahayaan alakadar jelas tak menggambarkan makna yang dibawakan sang penari. Bisa jadi berebut celana dalam, akan dipakai, dimaknai sebagai keinginan melakukan hubungan sexualitas, hanya sang penarilah yang mengetahuinya. Agak nyinyir, ketika pada akhir cerita perebutan celana dalam -buat laki-perempuan- justru masing-masing penari mulutnya disumpal celana dalam masing-masing penari. Andai saja background di gelanggang tari, di pasang gambar lukisan bisa menggambarkan lakon berebut celana dalam, akan memberi kisah tari yang dibawakannya.

Menaksirkan berebut celana dalam berebut posisi mempertaruhkan berebut posisi

Meskipun celoteh dalam diskusi yang dipaparkan, sang penari mahasisa-mahasiswi tak mengakui aksentuasi sexual yang digambarkan dalam gerak tari berebut celana dalam, malam itu. Setidaknya pengakuan gerak tari berebut celana dalam takhendak bercerita soal sexualitas terhendus seusai kuliah mengikuti materi pelajaran teknik menari. Yang jelas, eksperimen tari semalam membiarkan mereka, para penonton, berimajinasi perebutan celana dalam.

Apapun apresiasi penilai tari yang ditampilkan para seniman-seniwati, Jumat mengisyaratkan kepedulian mereka mengembangkan tari bergenre kontenporer-kreasi baru, Seni yang dikembang-baiakkan, mudah-mudahan ada yang mengikutinya, jelas tak terdapat unsur tarian berunsur tradisionalism seni tari lawasan. Toh biarkan saja, orang lain berpendapat seperti itu atau bahkan mengkritik setajam silet seniman terhadap tari yang dibawakannya. Namun toh perhelatan 3 penari bertajuk tarian aneh bukan tari biasa, perlu dipentaskan ulang oleh generasi Gen Z lain.

Sang sutradara sekaligus penari eksperimental nontradisional berembug dengan penonton

Entah tari yang mereka, ketiga seniman-seniwati tari tersebut, telah memekarkan tarian tradisional hingga terlihat gerakan biasa yang disatu-padukan jenis ritual upacara keagamaan atau sexualim ala film bokep, sah-sah saja berpentas.  Lihat saja tari yang dibawakan, seorang perempuan yang mengadaptasi imajiner suasana melihat dari relung relief candi porno Sukuh. Cukup mencengangkan membuat penonton ndomblong. Bukan hanya sang penari harus mengikuti gerak instruksi yang dikumandangkan, sutradara lewat dunia maya, dan wajib diikutinya hingga replikasi gerak nyata. Namanya juga pagelaran tari 1/2 luar biasa, jadi apapun yang tergelar para seniman muda usia pantas diberi acungan jempol. Meskipun seusai ndaplang menari di hadapan penonton, yang mayoritas mahasiswa-mahasiswi konyonya dewe, mereka para penari itu tak harus berkecil hati, bila dinyinyirin pengamat luar negeri yang tak terucap dengan kata. Paling kurang terdengar bisik-bisik memakai bahasa gak jelas terucap dalam bahasa Rusia “Это будет очень интересно, если танцорам позволят выразить свои мечты о самовыражении как современных танцоров».” (“Rasanya sangat menarik bila para penari itu dibiarkan menuangkan angan-angan berekspresi sebagai penari kontenporer,”) Salam damai di hari Seni Sejagad. Salam dari ndeso

Previous Memahami Pusat Rambut di Kepalamu, Unyeng-Unyeng
Next Generasi Bunga Penentang Perang Lewat Festival Musik Woodstock

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *