Andai saja Nikola Tesla lahir dan besar di negeri ini, bisa jadi pasokan listrik ke pelbagai desa terpencil dapat menyala tanpa bayar Pasalnya penemu motor listrik memakai cara induksi, sebagai cikal-bakal pengembangan listrik modern, ternyata diganjal investor dalam mengembangkan dunia terang-benderang. Mereka lebih suka mengandeng penemu bohlam cahaya kelistrikan memakai bohlam yang dibuat Thomas Alfa Eddison.
Saat berada di Budapest ide mengembangkan listrik ditemukan pertamakali oleh Tesla. Ia mengembangkan gagasan mencari sinar lewat percobaan sederhana, kala itu, pada usia 28 tahun. Bakatnya yang cemerlang, tampaknya tidak didukung fasitas laboratorium yang memadai di benua Eropa, dan Tesla minggat ke Amerika mengejar ambisinya mencari cahaya. Ketertarikannya menemukan aliran listrik didorong ibunya, Djuka Mandic, yang menginginkan agar temuannya kelak dapat menyederhanakan peralatan rumah tangga di ndesonya.
Ayah Tesla, Milutin Tesla, meskipun pendeta ortodoks Serbia dan penulis handal, sebenarnya lebih senang bila anaknya mengikuti jejaknya sebagai pendeta imamat, tetapi Nikola Tesla lebih suka dengan sains dan teknologi. Setelah belajar di Realschule Karistadt –sekarang berganti nama menjadi Johann Rudolph Glauber Realschule Karlstadt—Tesla melanjutkan di Institute Politeknik di Graz, Austria. Tidak puas sekolah di Austria, Tesla meneruskan di Praha selama tahun 1870-an, dan pindah ke Budapest, sembari bekerja di Central Telephone Exchange. Keteguhan karakter dan motivasi berbuat baik untuk kehidupan rakyat kecil membuat dirinya acap terpental menikmati hasil karyanya. Tesla acap tidak mempedulikan penilaian orang, meski eksperimen karya-karyanya dianggap menyimpang dari postulat ilmiah. Toh sebenarnya hasil karya nyatanya diakui awal perkembangan dunia perlistrikan merupakan hasil nyata temuannya
Ketika Tesla berada di Budapest, ide mengembangkan motor induksi semakin matang dikembangkan dan temuannya nyaris sempurna menjadi kenyataan meraih impiannya mengembangkan listrik. Lantaran hasil temuannya diakui dan dikembangkan di Amerika Serikat, ia ingin menemui Thomas Edison agar diberi surat pengakuan hasil temuannya dan bisa dikembangkan di Amerika. Sebagai pengusaha sekaligus penumu bohlam, Edison memberi kesempatan mengakui temuan listrik berbasis DC Tesla dan mempekerjakannya di perusahaannya.
Keduanya, Edison dan Tesla, bekerja tanpa lelah dan saling memperbaiki temuan temuan ilmiah dunia kelistrikan. Beberapa bulan kemudian, keduanya berpisah lantaran terjadi konflik hubungan bisnis-ilmiah, yang dikait-kaitkan dengan sejarah masalalu keduanya masing-masing berbeda. Berbeda dengan Tesla sang penemu listrik berbasis DC, Thomas Edison memang lebih senang pada dunia bisnis meraih kesuksesan finansial. Secara komiersial, Tesla memang tidak seperti itu jiwanya, ia tidak selaras dengan visi Edison, bia jadi dinilai agak ketinggalan jaman.
Dilalah, pada tahun 1885, Tesla guabrusan dengan investor dan ditawari mengembangkan pencahayaan dunia kelistrikan. Tentu saja tawaran itu tidak disia-siakan, Tesla menerima dana dan membentuk perusahaan Tesla Electric Light Company (TELC). Meski dinilai berhasil menanam fondasi pada perusahaan yang TELC, toh dia juga kagak betah. Lantaran berbeda prinsip hidup yang diinginkannya yakni, jangan membebani kehidupan rakyat, bila perusahaan listrik sukses. Perusahaan yang dibangunnya ingkar janji seperti keinginan Tesla, dan ia keluar dari perusahaan TELC. Memilih luntang-lantung bertahan hidup, bekerja jadi buruh manual dunia kelistrikan. Sungguh sangat ironis.
Keberuntungan Tesla nampaknya tetap berada menyertai langkah kaki dia, buktinya perusahaan Tesla Electric baru memberi kesempatan kepadanya atas kepiawaian mengusung ide gila nekat menjalankan obsesinya buat transmisi energy nirkabel, sekitar tahun 1900. Entah duitnya cukup atau tidak, Tesla tetap ngocol mengerjakan proyek berambisi dan dinilai paling berani, membangun system komunikasi nirkabel global. Tesla nekat membangun tower gila-gilaan yang mampu menopang jaringan kabel listrik besar dengan tujuan membagi informasi dan menyediakan listrik gratis ke seluruh dunia. Tak terkecuali ke ndesomu di Indonesia. Jelas hal itu tidak akan dilakukan pesaingnya Thomas Alfa Eddison, yang memang berpandangan nyari duit biar tetap kaya-raya. Itulah sebabnya proyek megaraksasa itu tra jadi dilakukan Tesla.
Dikutib dari media Kumparan dot com, proyek gila-gilaang Tesla ternyata juga didukun investor raksasa keuangan JP Morgan, pada tahun 1901, merancang dan membangun laboratorium dengan pembangkit listrik dan menara transmisi besar-besaran di situs Long Island, New York dan dikenal sebagai Wardenclyffe. Itulah sebabnya banyak investor yang bertujuan biznis semata tidak sepaham dengan ulah koplak Tesla. Jelas pesaingnya Guglielmo Marconi, dengan dukungan finansial dari Andrew Carnegie dan Thomas Edison –musuh dalam selimut Tesla—tidak terima dan merancang teknologi radio berjejaring high-tech. Jelas Tesla tak sanggup menghadapi kumpulan milyarder, dan akhirnya ia meninggalkan proyek listrik gratis buat rakyat. Staf Wardenclyffe dirumahka pada tahun 1906, situs rintisan proyek Tesla pada tahun 1915 disita. Dua tahun kemudian Tesla dinyatakan bangkrut dan menara dibongkar dan dijual untuk membayar hutang-huangnya. Proyek listrik yang digagas buat rakyat miskin, akhirnya kuteb.
Entah apakah lantaran Tesla memiliki karakter aneh yang berkomitmen ingin memperjuangkan visinya membantu rakyat miskin memperoleh listrik gratis, ataukah bawaan sejak lahir di negri berhaluan kiri, tak banyak yang tahu. Nikola Tesla tetap miskin dan tertutup sampai ia meninggal 7 Januari 1943 di usia 86 tahun, setelah mengalami gagngguan saraf di New York City, tempat tinggalnya selama hamper 60 tahun, setelah proyek energy gratisnya ditutup. Meskipun Tesla dikenal sebagai ilmuwan eksentrik, toh warisan ilmunya tetap dikenang. Di bekas laboratoriumnya ditandai sebagai nama kongkow-kongkow “Nikola Tesla Corner” (credit pic courtesy Tesla musium | Ist | berbagai sumber)
No Comment