Usai jaman ‘kegilaan’ demam tanaman Jemani dan demam batu akik tahun lalu, kini warga kota Solo sedang gandrung jenis hiburan baru: burung! Bukan sembarang manuk yang menjadi incaran para pehobi satwa yang bisa iber, tapi burung berkicau. Anehnya jenis burung yang menjadi primadona pehobi itu, boleh dikata nyempal pakem, dari jenis klangenan wong Solo lawasan, seperti Perkutut Jowo (Geopelia striata) dan Tekukur atau Puter (Streptopelia chinensis).
Saat ini burung yang lagi ngetrend dipelihara jenis yang sulit dipelihara dan memerlukan perawatan intensif cukup rumit: love bird dan murai. Padahal di jaman baheula, kegemaran simbah-simbah priyagung Solo hanya kepencut memelihara manuk Kutut Jowo dan Puter.
“Mana ada jenis burung-burungan yang namanya aneh-aneh. Paling banter mung manuk Kutut atau Puter. Selainnya ndak mau. Memang kebiasaan priyagung, terutama senthono ndalem kraton, kedua burung itulah yang mendatangkan kedamaian,” ujar mantan tahanan politik peristiwa 1965 (Tapol-65) Sarman Poerba, 78 tahun ditemui kediamannya di Sragen beberapa waktu lalu.
Kenyataannya, ungkap Poerba, seiring perkembangan jaman, klangenan memelihara burung yang tidak enak didengar itu justru menjadi kegemaran anak-anak muda. Kalau tahu sekarang memelihara burung menjadi hobi cah nom Solo, tutur Poerba menuturkan, dan harganya mahal, mestinya saya lanjutkan memelihara manuk, sejak di tahan di Nusakambangan.
“Setiap hari’kan selain bertani, nanam jagung, ubi dan padi; kerjaannya ya ngelangut ndengerin nyanyian burung di hutan. Tahu gitu dulu ngolo manuk terus diternak. Ndak tahu kalau sekarang menjadi hobi masyarakat. Dan bisa laku mahal, ” ujarnya menerawang.
Kekecewaan Poerba urung memelihara burung sewaktu ditahan di Nusakambangan bisa dimengerti, sebab harga burung saat ini dapat menjadi sandaran hidup bila ingin beternak. Andai saja, ujar Poerba, kegemaran memelihara burung sewaktu di Nusa Kambangan ditekuninya, bisa jadi saat ini ia meraih keuntungan tak sedikit.
“Coba dahulu saya menekuni melihara burung, mungkin sekarang bisa memperoleh duit lumayan besar, selain buat mengisi kegiatan,” katanya, “tapi ya sudahlah, ndak perlu dipikir, nanti malah sesak nafas.”
Bisa jadi Poerba akan benar-benar sesak nafas, bila mendengar harga burung di Depok, Solo, ratusan ribu hingga jutaan rupiah diburu para pengemar burung berkicau. Harga burung seperti Love Bird, misalnya, di pasar Depok dipatok kisaran Rp.750.000-Rp.850.000 per ekor.
“Tergantung jenis love bird. Kalau love bird berjenis batman, harganya bisa mencapai Rp 1.000.000. Harga burung memang sulit. Dulu, harga burung Kenari anakan bisa sampai Rp.150.000, tapi saat ini cuma Rp.40.000 aja tidak dilirik pembeli,” kata Wawan, pegawai pabrik Sariwarna, salah satu pengemar fanatik burung berkicau.
Bukan perkara harga burung ratusan ribu yang membuat sesak nafas orang awam tak memahami logika pengemar kicauan burung import asal negri Belanda seperti Love Bird, tapi juga reregan harga burung hingga puluhan juta.
“Harga Murai Chloropsis sonnerati ekor panjang, harga di peternak bisa sampai 5 juta. Yang lebih mengejutkan lagi harga sepasang indukan murai ekor panjang ditawarkan 10-12 juta. Ini’kan harga yang tidak masuk akal. Tapi yang namanya hobi, sulit ditebak. Apalagi udah memenangkan lomba dan bersertifikat. Kalau mas mau beli, nanti bos saya biar menghubungi,” ujar dia. (eddy je soetopo)
No Comment