Siapa berani bertaruh bila seseorang yang telah mengucurkan duit jutaan berebut posisi sebagai caleg (calon legeslatif) pada Pemilu (pemilihan umum) tahun 2024 tidak akan stress bila gagal. Masih beruntung tidak kenthir, bila nantinya tidak terpilih sebagai caleg di lembaga wakil rakyat daerah (DPRD) kota. Kabar miring terdengar santer, seorang calon yang ngotot ingin maju sebagai caleg wajib mengucurkan dana jutaan agar dirinya terjaring di Daerah Pemilihan (Dapil) di masing-masing wilayah.
Setidaknya, caleg bersangkutan perlu menyiapkan uborampai fulus agar dirinya tetap ngotot ingin menjadi anggota legeslatif di satu daerah. Bisa jadi angka wajib disediakan agar tersaring maju –terutama bagi calon legeslatif yang baru pertama kali– sampai 9-10 digit dalam dompetnya. Kabar santer terdengar, dana tersebut dikumpulkan sebagai dana gotong royong partai peserta pemilu pengusung dirinya menjadi caleg

Menurut salah satu sumber, yang tidak mau disebut namanya, di daerah pemilihan di beberapa tempat, bisa mencapai semester panjangnya. “Istilah satu meter, itu relative tergantung daerah pemilihan dan partai yang mengusung menjadi anggota dewan perwakilan rakyat. Itu kalau nyaleg di daerah dan baru pertama kali mencalonkan diri agar terjaring mengikuti kompetisi maju sebagai anggota dewan,” katanya minggu lalu. Berbeda pada Pemilu pada tahun 1955 di awal kemerdekaan. Para calon legeslatif, tidak perlu mengeluarkan duit buat untuk ikut dalam kontestasi menjadi anggota dewan yang mewakili rakyat. Sepanjang warga di sekitar kampung mengenal sosok calon, tentu akan dipilih dalam bilik coblosan kala itu. Menurut pengamatan Eddy J Soetopo, penulis buku, ‘Melacak Jejak Hari Jadi DPRD Kota Solo, sepanjang sosok orang memenuhi keinginan rakyat memperjuangkan kehidupan mereka dapat dipastikan akan dipilih menjadi wakil di gedung dewan. “Jadi memang lebih fair karena memang bekerja buat daerahnya,” ujar dia, “termasuk memperjuangkan kehidupan kehidpan warga yang telah memilihnya di kampung.”
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, duit satu meter yang harus disediakan sebagai ongkos gotong-royong agar dipilih menjadi anggota dewan, tergantung pada ketua policy partai masing-masing caleg. Satu partai dengan partai lainnya, ujar dia, kewajiban menyetor duit tidak sama. “Bisa saja, partai caleg A mengharuskan urunan lebih besar dibanding wajib setor di partai caleg B,” ujarnya mengambarkan situasi dunia perpolitikan di suatu kota kecil. “Tentu tidak sama dana gotong-royong di kota kecil seperti Solo, dibandingkan dengan di Semarang.”

Bila dihitung alokasi kursi DPRD Surakarta pada Pemilu 2024, dengan jumlah calon anggota dewan yang didaftarkan ke KPU, tentu menimbulkan pertanyaan seberapa banyak fulus para caleg sebagai modal maju perlu disediakan. Menurut Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Surakarta, Suryo Baruno, alokasi kursi DPRD pada Pemilu 2024 tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan pemilu 2019. “Lima dapil dengan total 45 kursi diperebutkan pada pesta demokrasi lima tahunan,” katanya. Selain itu jumlah pertambahan penduduk Kota Bengawan pada pemilu lima tahun lalu dengan nanti, mengutib Jawa Pos, juga tidak banyak perubahan. Sampai saat ini, jumlah penduduk Solo, diperkirakan 500.000-1.000.000 jiwa.
Sehingga dalam perhitungan tersebut jumlah kursi DPRD Surakarta juga tetap. Dengan demikian, rinciannya jumlah 45 diperebutkan lima daerah pemilihan (Dapil). Menurut Suryo, alokasi 11 untuk kursi untuk Dapil I meliputi Kecamatan Pasar Kliwon dan Serengan. Depil II di Kawasan Laweyan memperoleh jatah 8 kursi. Jatah 7 kursi dialokasikan untuk dapil III mewakili wilayah Banyuanyar, Gilingan, Keprabon, Kestalan, Ketelan, Manahan, Mangkubumen, Punggawan, Setabelan, Sumber dan Timuran.
Sedangkan untuk dapil IV meliputi Kelurahan Nusukan, Banjarsari, Joglo, dan Kadipiro mendapat jatah 7 kursi. Jumlah 12 kursi dialokasikan untuk Dapil V meliputi seluruh wilayah Jebres. Lebih lanjut Suryo menguraikan, landasan perhitungan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan dengan sangat hati-hati. “Jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari bila dibagi dengan bilangan pembagi penduduknya jadi 14 kursi. Padahal syarat dapil minimal tiga kursi dan maksimal 12 kursi, sehingga kecamatan ini dipecah jadi dua dapil,” urai Suryo sembari menegaskan, “KPU Surakarta sebatas Menyusun rancangan dapil yang akan diusulkan ke KPU Jateng dan diteruskan ke KPU Pusat.”

Lebih lanjut Suryo menegaskan, secara umum tidak ada perubahan untuk rancangan Daerah Pemilihan (Dapil) DPRD Kota Surakarta pada Pemilu 2024. Menurutnya, rancangan tersebut dinilai paling memenuhi tujuh prinsip penataan dapil yakni kesetaraan suara, integritas wilayah, kohesivitas dan kesinambungan. “KPU Solo telah mempertimbangkan dari pelbagai sisi seperti tujuh prinsip tersebut,” katanya.
Terlepas dari perolehan suara sewaktu pemilihan pada 2024 yang banyak ditunggu-tunggu calon anggota, dari partai politik peserta pemilu, yang jelas pendapatan anggota biasa DPRD Kota Solo pada 2023 mengalami kenaikan lumayan signifikan dibandingkan pada periode 2022. Bila pada tahun anggaran 2022, angka pendapatan DPRD Kota Solo di angka Rp.38,96 juta perbulan; pada anggaran 2023 perolehan gaji mereka dialokasikan menjadi Rp.41,90 juta perbulan.
“Artinya terjadi kenaikan gaji para wakil rakyat Rp.2,9 juta per bulan. Pendapatan Rp.41,90 juta per bulan belum termasuk potongan-potongan seperti Pajak Penghasilan dan BPJS,” kata Sekretaris DPRD Solo, Kinkin Sultanul Hakim, Kamis (4/5/2023) seperti dikutib Solo Pos. “Kenaikan pendapatan jadi Rp.41,90 juta, mulai di bayarkan pada awal tahun, 2023. Besaran pendapatan kotor anggota DPRD Solo pada 2022 berada di angka Rp.38,96 juta.”

Menurut dia, kenaikan pendapatan anggota DPRD Solo tahun ini berasal dari peningkatan tunjangan-tunjangan, seperti tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi. Dia menjelaskan peningkatan besaran tunjangan sudah sesuai appraisal. “Iya karena ada kenaikan tunjangan perumahan menurut appraisal, sama satu lagi lalu transport ketoke. Naik Rp1 juta, Rp1 juta kalau enggak salah. Akhirnya jadi take home pay, salary. Gaji pokok kan sedikit, yang banyak tunjangan,” urai dia.
Kinkin mengatakan besaran gaji pokok anggota DPRD Solo hanya di angka Rp4 juta per bulan. Lebih jauh dia menjelaskan gaji anggota DPRD Solo merujuk ketentuan undang-undang dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya mengikuti.
“Gaji pokok sekitar Rp4 juta, sedikit memang. Yang banyak tunjangan-tunjangan. DPR juga, gaji pokok sedikit,” kata dia. Disinggung kabar adanya sejumlah SK anggota DPRD yang dianggunkan untuk pinjaman bank, menurut dia itu hak. Dan kalau memang hal itu ada, menurut dia, biasanya dilakukan sejak awal menjabat atau dilantik sebagai anggota DPRD. “Itu kan juga hak pribadi. Kalau seperti itu kan dari awal biasanya. Untuk menutup operasional mereka,” terang dia.

No Comment