Ulang tahunnya yang ke 150 tahun, tepat di hari kelahirannya di Warsawa 7 November 1867, tak banyak diingat apalagi diperingati kaum cerdik pandai di negeri ini. Padahal, sebagai ilmuwan perempuan paling berpengaruh di dunia ilmu pengetahuan tak perlu diragukan lagi rekam jejaknya. Nama perempuan itu Marie Sklodowska Curie, penerima Hadian Nobel dua kali dibidang Fisika dan Kimia.
Hidupnya diabdikan di dunia ilmu pengetahuan merintis spektrum radioaktivitas di dunia negara Polandia dan Perancis. Tidaklah mengherankan bila kehidupan Curie mengilhami para peneliti, penulis biografi dan sutradara mengabadikan dalam narasi hidup merentang kehidupan anomali perempuan super yang menyebabkan frustasi scientis wanita lain.
Bagi beberapa orang, Curie benar-benar dinilai menghalangi prestasi kaum wanita lain yang ingin meraih prestasi dan memperoleh penghargaan Nobel bergengsi itu. Tidaklah mengherankan bila Rachel Swaby, dalam salah satu artikel di Wired yang dipublikasikan pada tahun 2015 meneriakkan gugatan lantang: “Berhentilah berbicara tentang Marie Curie.”
Menurut Swaby, dia –Curie– telalu banyak bayangan, terlalu terkenal, dan menjadi satu-satunya ilmuwan wanita dalam imajinasi publik. Meski demikian Swaby mengakui sosok Curie sebenarnya juga dapat dijadikan objek studi yang layak ditelusuri hingga tuntas. Tentu saja imbauan tak masuk akal Swaby membuat jengkel Eva Hemmungs Wirtén, gurubesar universitas di Swedia.
Menurutnya, peran penting Curie di bidang saign tak mungkin begitu saja disingkirkan oleh suatu sebab yang tidak masuk akal lantaran kebencian semata. Marie Curie, menurut Eva Hemmungs, merupakan kekayaan intelektual dan budaya di era informasi. Keberhasilan menyabet dua penghargaan Nobel, merupakan suatu prestasi yang pantas menjadi bahan renungan intelektual.
“Intellectual Property and Celebrity Culture in an Age of Information, Curie was something of an afterthought, secondary to another concern: intellectual property,” write Eva Hemmungs on her book
Tidaklah mengherankan bila Eva mengelu-elukan peran Curie yang tak dapat dipandang sebelah mata siapapun lantaran faktanya memang ia wanita cerdas dan tinggal di Perancis dan mengabdikan dirinya sebagai perempuan pengisi sejarah sains. Kepergian Curie ke Amerika Serikat pada tahun 1921, ketika ia diundang menerima penghargaan atas penemuannya struktur atom radium, tulis Eva Hemmungs menambahkan, tak lantas begitu saja menepis pencarian bukti kepemilikan ilmiah yang diragukan banyak orang.
Seperti yang ditulisnya dalam biografi kolaborator suaminya Pierre Curie, “Kami tidak memiliki hak cipta –terjemahan yang salah dari brevet (paten) dalam edisi Prancis asli–, dan dipublikasikan tanpa memberikan semua hasil penelitian kami, dan juga Proses yang tepat dari pembuatan radium. Selain itu, kami berikan kepada mereka yang tertarik dengan informasi apa pun yang mereka minta dari kami.”
Apakah ini berarti kita harus berhenti berbicara tentang Marie Curie? Tidak, tentu saja tidak. Tapi kita juga harus mulai membicarakan cara-cara tambahan Curie –dan ilmuwan wanita lainnya– yang memiliki kemampuan untuk menceritakan kisah kompleks sebagai teladan.
Marie Curie dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1903 dan untuk kedua kalinya dia menerima Nobel pada 1911. Lahir di Warsawa pada 7 November 1867, putri seorang guru. Pada tahun 1891 Curie belajar fisika dan matematika di Sorbone dan dinikahi Pierre guru besar sekolah itu pada 1895.
Keuletan dan kejeniusan Curie diikutsertakan terlibat dalam research radioaktivitas bersama fisikawan tenar Jerman Roentgen dan fisikawan Perancis Becquerel yang kemudian melejitkan namanya menjadi sosok perempuan sintis ternama. Pada Juli 1898, Curie mengumumkan penemuan unsur kimia baru Polonium. Dan di akhir tahun, Curie bersama Becquerel menemukan unsur kimia Radium. Keduanya, Curie dan Becquerel dianugerahi Hadiah Nobel dibidang fisika.
Hasil research yang dirintis Curie dinilai sangat penting dan berguna dalam pengembangan X-Ray sejak perang dunia pertama. Ia ikut terlibat mendeteksi kerusakan organ tubuh melalui penginderaan potrex sinar rotgen yang telah dikembangkan, dan Curie sendiri yang mengoperasikan pemotretan menggunakan rotgen dalam mobil ambulan palang merah internasional di medan perang.
Terlepas dari kesuksesannya, Marie terus menghadapi oposisi besar dari ilmuwan pria di Prancis, dan dia tidak pernah mendapat keuntungan finansial yang signifikan dari pekerjaannya. Menjelang akhir 1920-an, kesehatannya mulai memburuk. Dia meninggal pada 4 Juli 1934 akibat leukemia, yang disebabkan oleh paparan radiasi berenergi tinggi dari penelitiannya. Anak perempuan tertua Curies, Irene, adalah seorang ilmuwan dan pemenang Hadiah Nobel untuk Kimia. Pepatah lama menyebutkan buah jatuh tak jauh dari pohon (thomas desanto/eddy je soe/berbagai sumber)
No Comment