Sar Triwindu Riwayatmu Kini, Tengoklah Sekarang


Ingin mencari barang antiq datanglah sesekali ke Sar Triwindu

Entah untuk yang keberapa kalinya nama Pasar Triwindu diubah toh dalam benak wong Solo nama itu tak akan lenyap. Apalagi nama lawas yang mengadopsi hitungan tiga kali delapan hari dinilai masih berdekatan dengan nilai sakralitas penganut keyakinan kejawen malam selikuran. Dalam tradisi kejawen tentu terkait dengan sinkritisme arti leksikal malem selikuran, wingit!.

Entah alasan apa, malem selikuran menjadi sakral bagi para penganut keyakinan kejawen, tak banyak literature yang menjelaskan secara gamblang. Yang pasti, nama pasar Triwindu didirikan lantaran untuk memperingatan ulang tahun tahta Mangkunegara ke VII, Menurut sejarawan, Sudarmono (alm) sebelum meninggal, keberadaan Pasar Triwindu tidak saja digunakan sebagai tempat transaksi jual-beli barang bolo-pech, tetapi juga kebaya dan emas setiap tanggal 21 saban bulan.

Mau beli ceret antik atau wajan dan televisi lawas, pergilah ke Sar Triwindu

Menurut sejarahnya pasar ini berdiri sejak 1939, dan nama Triwindu ditasbihkan lantaran untuk memperingati ulang tahun Mangkunegara ke VII naik tahta. Pengertian nama tri dan windu secara harafiah dikait-kaitkan dengan angka ‘tiga’ dan windu artinya ‘delapan’. Pada dasarnya, kedua angka tersebut sebenarnya satu ‘jiwa’ senafas dan sekata, bila angka delapan dibelah jadi dua akan menjadi angka tiga. Tidak hanya itu, tlatah di seputar pasar dulunya diakui sebagai tanah Mangkunegaran.

Terlepas asal muasal nama dan kepemilikan tanah pasar, ujar Prapto Suryodarmo, orang yang ingin berbelanja lebih enak menyebutnya sebagai Sar Triwindu. “Orang ingetnya di Sar Triwindu. Kalau ada yangngepit bawa bungkusan, bisa jadi belanja orang itu baru membeli barang di Pasar Triwindu,” ujar mbah Prapto Suryodarmo.

Bagi sebagian orang yang lahir di era jaman Orde Lama, mungkin masih ingat ketika Bung Karno berkantor di Lodji Gandrung, pernah ngepit ke Sar Triwindu. Bahkan Bung Karno, menurut Suprapto, dulu juga senangmlaku-mlaku nyaoto di dalam pasar Triwindu. “Sejak itu nama Pasar Triwindu menjadi idiom pasar bolo-pecah dan jarig –kebaya (red) – terkenal,” ujar dia.

Cari barang antiq dan pecah belah gerabah datanglah ke Sar Triwindu

Sewaktu pemerintah dikangkangi rezim Orde Baru (Orba), ketenaran Pasar Triwindu dinilai mengusik jajaran pengede provinsi di Semarang. Nama pasar Triwindu, setahu mbah Prapto, sengaja diubah dengan memunculkan icon baru meniru pasar yang ada di Semarang namanya Pasar Yak’ik.  “Karena pasar Yak’ik sifatnya buka pada waktu malam, tentu tidak bisa berdiri lama. Orawurung kukut juga nama pasar gak jelas itu,” katanya.

Pergantian pemimpin dalam jajaran birokrasi, tentu tak luput dari persoalan pro-kontra perganitan nama pasar. Di era pasangan walikota-wakil walikota masih dijabat Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo, pasar Triwindu pun kembali mencuat lantaran beralih nama menjadi Pasar Windujenar setelah dilakukan renovasi menyeleluruh.

“Entah siapa yang membisiki pak Jokowi dan kemudian menstempel nama Triwindu dijadikan Pasar Windujenar pada tahun 2011, tak banyak warga masyarakat yang tahu peris. Tahunya ya Sar Triwindu. Titik.”

Sar Triwindu Riwayatmu Kini, modern dan menawan

Menurut sejarawan dan pengamat budaya mbah Prapto, salah satu keunikan di Sar Triwindu dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya yakni barang jualan yang dipajang lebih banyak benda antik. Tidaklah mengherankan bila banyak turis asing berbur benda antik, ujar mbah Prapto mencontohkan, seperti uang lawas, patung kuno dan piring buatan jaman peninggalan raja-raja masa lalu juga dijual.

“Kalau saya pas pergi ke luar negeri, sering diminta pendapat pasar yang bagus menyimpan barang antik berada di mana. Tentu saya jawab di Sar Triwindu. Mosok jawab tempat lain. Selain tidak ada pasar yang serupa dengan di Triwindu. Selain komplit dan banyak seratusan kios yang menjual barang antik,” pungkas dia (eddy j soetopo)

Previous Mantan Walikota Kelola TSJK Pinggir Bengawan Solo
Next Melissa Benoist Ingin Jadi Jurnalis Naik Bus Berdesakan Gratis