Pertemuan Tokoh di Jogya Tak Bawa Perbaikan Politik Bagi Bocah


Pertemuan Sampeyan Ndalem Ngayogyokarto, Sri Sultan Hamengku Buwono, dengan mantan presiden Joko Widodo, nampaknya membawa perubahan konstalasi politik yang menyejukkan. Apalagi dalam pertemuan tersebut, juga dihadiri Presiden Prabowo Subiyanto saat menghadiri acara pernikahan putri mantan mentri Akbar Tandjung, di era orde baru.

Meski pertemuan petinggi negara dan para tokoh politik tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil perolehan suara pada pesta demokrasi pemilihan umum yang lalu, toh tak urung mencuatkan bisik-bisik diantara para pengamat politik, maupun politisi di tingkat nasional maupun di Ngayogjokarto.

Sri Sultan sendiri enggan saat diminta memberikan komentar lebih lanjut, pertemuan tersebut, tampak enggan berkomentar, seperti dikutip media, “Ya, enggak bisa diomongke, wong itu pribadi og (ya enggak bisa disampaikan, itu kan pribadi kok),” ujarnya di Kantor Gubernur DIY. Tentu bisa dimengerti dengan seksama bahwa pertemuan ketiga tokoh nasional tersebut, memang sulit diprediksi akan terjadi perubahan besar peta politik di negri ini. “Saya enggak mau berkomentar apa pun, ya silaturahmi itu,” katanya

Lantas apa makna pertemuan para tokoh nasional Jokowi dengan Prabowo dan Sultan di Jogyakarta. Sulit ditebak dengan pasti kelanjutannya di tengah kehidupan dunia politik dan perekonomian di negara ini masih belum tertata dengan baik. Tentu setiap orang bisa dan boleh menilai dengan gamblang bahwa pertemuan ketiga tokoh tersebut tentu terkait dengan agenda politik yang akan terjadi dua bulan kemudian. Dengar saja komentar dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) segaligus sebagai pengamat politik, Zuly Qodari menilai, tak urung pertemuan ketiga tokoh tersebut tak bisa dihindari membawa misi-visi politis terselubung.

“Jokowi menemui dua tokoh yang memiliki pendukung militan. Prabowo menang Pilpres 2024 karena memiliki pendukung yang kuat, sedangkan Sultan adalah kepala daerah yang masih berpengaruh di DIY,” ujarnya seperti dikutib berbagai media online.

Sementara itu, peneliti budaya media masa, dan direktur eksekutif Institute for Media and Social Studies (IMSS) Eddy J Soetopo, menengarai pertemuan para tokoh di jogyakarta tersebut tentu akan berdampak pada perubahan politis praktis. Apalagi dalam waktu dekat akan digelar kongres Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia. Tidaklah mengherankan bila kegalauan para tokoh di luar parpol PDIP, lantas mengatur strategi menghadapi pelbagai kemungkinan terjadinya perubahan kebijakan politik diantara partai-partai politik yang ada saat ini. Terlebih lagi, santer terdengar partai banteng moncong Putih, menggelontorkan program tak akan mundur selangkahpun untuk memperjuangkan kepentingan bagi rakyat kecil.

Mengusung tema HUT ke-52 ‘Satyam Eva Jayate’ bertujuan agar api perjuangan tak kunjung padam, tentu membawa konsekwensi politis yang mengisyaratkan partai berlambang banteng moncong putih itu, atak akan mundur selangkahpun berhadapan dengan partai-partai koalisi macam apapun. Tentu saja Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri, bukan sekedar membual untuk tetap mempertahankan eksistensi partai rakyat yang dahulunya didirikan Bung Karno ketika masih bernama PNI (Partai Nasional Indonesia) ketika itu; namun partainya tak akan mungkin meninggalkan jejak politis partai ayahnya: membela kaum marhaen. Semboyan itu tentu membuat grogi partai-partai politik lain di masa 5 tahun yang akan datang.

“Sepanjang partai politik banteng moncong putih itu tetap bersikukuh membela kaum marhaenisme, tentu akan meraih kembali kedigdayaannya kembali sebagai partai yang disegani rakyat kecil dan diikuti mereka bergabung kembali.”

Previous Nyedhot Balung Tengkleng Biar Sehat dan Asyik
Next Jangan Takut Makan Lauk Belalang Semanu Bergizi Tinggi

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *