Pernahkah kalian ngebayangin kalau menjalani profesi sebagai pengamen kakilima bisa menyisihkan duit ratusan ribu hingga jutaan setiap bulannya? Mana mungkin dapatin duit banyak ngenjrang-ngenjreng dari rumah ke rumah atau dari pinggiran jalan, ngaco ajah loe. Jangankan dapatin duit, seratusan ribu rupiah buat makan saja susahnya minta ampun, bagaimana mungkin memperoleh uang hingga ratusan ribu sebulannya. Bisa jadi ditangkapin satuan pengaman polisi alias Satpol Pamong Projo. Tunggu dulu. Jangan marah-marah. Kisah sukses mengamen itu hanya ada di luar negeri, bukan di negaramu.
Bahkan, beberapa pengamen jalanan di luar negeri seperti di Jerman, Jepang dan Irlandia menjadi profesi. Mereka tidak pernah merasa malu menyebut dirinya sebagai pengamen jalanan. Meski berpakaian tidak necis laiknya bintang film, tapi jangan heran bila ketika musisi jalanan itu memainkan kepiawaiannya, terutama guitar elektronik, menonton membeludak. Mereka pun tak sembarang memainkan petikan gitarnya, tetapi juga berkomunikasi dengan para penonton dan bertanya lagu apa yang mestinya dimainkan.
Sekali-kali, musisi jalanan itu mengatakan permohonan maaf lantaran lagu yang diminta penonton itu tidak bisa dibawakannya. “Lagu itu tidak cocok dan tidak mewakili kami sebagai pekerja musik jalanan,” kata dan disambut gelak tawa penonton. Bukan hanya guyonan dan celetukan para musisi jalanan itu yang membuat warga masyarakat merogoh kocek dan menaruh duit di kotak ‘amal’ buat sang seniman, tetapi keasyikan bermain music itulah yang ingin diacungki jempol. Petikan gitar menawan dengan sound system yang dibawanya sendiri, merupakan perangkat mencari imbalan ‘saweran’ dari pengunjung yang rela memberikan apresiasi. “Memang tidak banyak satu dollar atau coin recehpun tidak jadi masalah untuk dipikirkan,” kata Lexy pengunjung di depan selasar mall Dublin, “kami mengapresiasi permainan gitar
Guyonan asyik mereka tentu menyentuh hati bagi warga masyarakat yang kebetulan sedang lewat dan ingin mendengarkan irama dan lagu yang kadang dinyanyikannya. Tetapi ada juga musisi, pemain gitar handal dari Brazilia tak menghiraukan dengan kehadiran warga yang pingin melihat kepiawaian bermain gitar.
Kegigihan menjalani profesi sebagai seniman di panggung jalanan, tentu bukan manggung di tempat keramaian lalu-lalang kendaraan, pantas diberi apresiasi acungan dua jempol tangan. Bayangkan saja, ujar Myrna Sencikov salah satu rekan contributor sarklewer.com di Moscow, ada anak mengamen sejak umur 9 memainkan gitar dan menyanyi dengan sangat bagus.
“Namanya Allie Sherlock dari Dubin Irlandia. Lantaran permainan gitar dan suaranya bagus, ia mendapat apresiasi dan diundang main di New York,” katanya, “saya menyukai suara dan permainan gitarnya sangat cemerlang.” Hingga usianya bertambah dewasa, Allie bahkan mendapat tawaran melanjutkan studi ke jurusan seni, tapi dia lebih senang berkelana memainkan gitar dan bernyanyi di jalanan hingga dewasa.
Entah berapa komposisi rumit permainan guitar para pengamen jalan yang mereka lantunkan lewat petikan menyenangkan. Sebut saja Estas Tone, musisi jalanan dari Spanyol, kemudian ada pengamen lain dari negri Samba, Brazilia, dan datang mengamen dari Rusia di jalanan membiarkan jari-jari mereka berselancar di dawai gitar menyejukkan. Dan menyengangkan.
Semua musisi jalanan itu tak mengherankan bila dikerubuti penonton yang berdatangan dari berbagai kalangan, lantaran para musisi itu mengamen berada di selasar depan pertokoan dan mall-mall yang banyak dilintasi banyak orang. Konon gitaris handal Carlos Augusto Alves Santana, dulunya juga pernah mengamen di jalanan hingga ditemukan pencari bakat.
Bila kita lihat dari kisah perjalanan musisi pengamen jalanan hingga meraih sukses di negeri lain, rasanya tak ada salahnya bila di selasar jalanan pusat-pusat pertokoan di kota-kota besar, pengamen jalan meniru tabiat mereka. Bermain dengan kesungguhan hati lantaran memang profesi sebagai musisi jalanan seharusnya tak boleh dilecehkan. Dan diusir apparat keamanan lantaran dianggap membuat kekumuhan dan meresahkan. Benarkah. Persoalannya memang, tak banyak musisi yang berani mempertaruhkan namanya ngamen di selasar depan pertokoan-mall besar di kota-kota besar. Takut kebanting hargadirinya. “Sudah tenar mosok ngamen?” Akibatnya pengamen bergitar apa adanya genjreng-genjreng sepenggal lagu menjamur. Bukannya memperoleh imbalan, tetapi malah dibenci. Itu yang terjadi. (Nicole dari Moscow | eddy Je soe – Solo)
No Comment