Sniper Wanita Uni Soviet, Ganas Dimedan Perang


Yulia Peresild as Lyudmila Pavlichenko in the movie "Battle for Sevastopol"

Kekawatiran pemblokiran situs web, Russia Beyond yang dilakukan musuh-musuh negri beruang merah itu, pengelola media memberitahukan pada pembaca dari luar negri agar pelanggan bulletin menginstal VPN untuk mengakses situs web mereka. Pemberitahuan tersebut cukup menyentak, bagi pelanggan media RBTH. Sebagai pemebaca berita, artikel menarik yang ditulis Alexander Yegorov, tentang sang penembak jitu Wanita yang hidup di masa lalu.

Agak aneh memang, seorang perempuan asal Uni Soviet, sebelum negri itu berganti nama menjadi Rusia, cukup mengagetkan. Entah mengapa sang penulis artikel, mengungkapkan bahwa penembak jitu pernah membunuh 309 anggota Nazi kala itu. Meski disebutkan pula berteman dengan Eleanor Roosevelt, istri presiden Amerika Serikat. Terlepas dari masalah perang antara Rusia Vs Ukraina, sosok Lydmila Pavlichenko, sang sneper perlu dan pantas ditelusuri jejaknya di masa lalu.

Lyudmila Pavlichenko, the defense of Sevastopol (courtesy Sputnik)

Karir Lyudmila sebelum menjadi penembak jitu, lahir pada tahun 1916 di kota Belaya Tserkov, sepelemparan batu dari Kiev. Dengan tubuh atletis nansexy, Lyudmila memang bukan perempuan muda yang menjadi incaran anak muda lain jenisnya. Apalagi kesukaannya, berantem seaktu ia duduk di bangku kelas sepuluh dan nyambi kerja di pabrik senjata Arsenal. Kesibukannya sebagai pekerja perempuan itulah dia semakin senang berolahraga sebagai penembak. Bahkan Lyudmila mengikuti kursus penembak. “Dari situlah, ia memulai karirnya sebagai sneper jitu dan direkrut kantor agensi KGB dan ditempatkan sebagai petembak jitu di beberapa tempat,” tulis Alexander Yegorov

Entah dipromosikan sebagai sneper jitu, Lyudmila Pavlichenko, atau memang kepiawaiannya membidik target sasaran, komandan tentara merah menempatkan di garis depan melawan Nazi. Kehandalan dirinya sebagai penembak jitu itulah Lyudmila direkrut dan disisipkan sebagai agen rahasia sekaligus ditugasi secara khusus untuk memata-matai gerak-gerik pejabat puncak pemerintahan Amerika Serikat.

Washington, D.C. International youth assembly (courtesy Jack Delano – Library of Congress)

Kinerja Lyudmila dinilai berprestasi dalam menjalin persahabatan dengan para pemimpin negara barat, ia diberi kesempatan berkunjung ke AS, bahkan kala itu statusnya dikukuhkan sebaga warga negara Uni Soviet. Pergaulannya yang supel dan menarik perhatian, ia dipercaya istri presiden AS, Franklin Roosevelt, Eleanor di wasington DC.

Keleluasaan berkunjung ke AS dan blusukan menemui istri Roosevelt, Eleanor, karir Lyudmila Pavlichenko semakin mencuat sebagai sneper handal pemerintahan Uni Soviet. Karirnya semakin muncar saat dirinya ditempatkan di barisan depan sebagai penembak jitu, dan menghabisi 309 anggota Nazi saat perang bubat melawan pasukan Hitler.  ‘Saya memutuskan untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa menembak jitu tanpa kesalahan,” katanya

Bisa saja orang lain yang tidak pernah berada di medan perang memicingkan mata pada perempuan penembak jitu. Ternyata Lyudmila Pavlichenko mampu menyikapi hinaan sebagai seorang petembak jarak jauh di medan perang. Memang pekerjaan penembak jitu yang harus dipahami yakni berburu pada orang lain yang juga berstatus sebagai penembak di medan perang. “Dilarang berbicara di antara kami, dilarang bersiul, dilarang bergerak, dilarang merokok – tidak diperbolehkan sama sekali. Ini berlangsung hingga jam 9-10 malam. Selama waktu ini, seorang penembak jitu dapat melenyapkan lima Nazi. Mungkin tiga orang lain yang jadi sasaran,” katanya seperti ditulis Alexander Yegorov.

Washington, D.C. International youth assembly Jack Delano/Library of Congress Prints and Photographs

Lyudmila lahir pada tahun 1916 di kota Belaya Tserkov, tak jauh dari Kiev. Sejak muda dia terbilang sebagai perempuan bertubuh atletis, dan ingin menjadi seorang Wanita terpandang sebagai atlit petembak. Itulah sebabnya dirinya berjuang ingin menandingi teman laki-laki yang suka meledeknya sebagai perempuan tomboy. Di kampung halaman dekat rumahnya, ia sering diledek perempuan tidak berguna di sekolahan. Oleh sebab itu, Lyudmila, ingin mengalahkan teman sekolahnya dengan belajar menembak dan mengikuti kursus jangka pendek, di pabrik senjata Arsenal, cara terbaik menembak sasaran.

“Saat saya mendengar seorang lelaki tetangga membual tentang kemampuan menembaknya, saya memutuskan untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa menembak dengan baik, dan mulai berlatih keras dan banyak,” kata Pavlichenko kepada jurnalis Amerika.

Pada tahun 1937, Lyudmila bergabung dengan fakultas Sejarah di Universitas Kiev, di mana dia ingin menjadi guru atau akademisi. Namun, dia tidak dapat menyelesaikan studinya – perang menimpanya ketika dia menjalani praktik pra-kelulusan di Odessa. Ketika pasukan Hitler menginvasi Uni Soviet, Pavlichenko membuat keputusan tegas untuk maju ke garis depan sebagai sukarelawan.

Lyudmila Pavlichenko and Leonid Kitsenko (archive photo)

Namun, hal itu tidak mudah dilakukan. Dia tidak diterima sebagai tentara untuk sementara waktu, penolakannya disertai dengan saran lebih baik menjadi perawat. “Anak perempuan tidak diterima menjadi tentara, jadi saya harus menggunakan segala macam trik untuk bisa menjadi tentara,” kenangnya.

Selama bulan-bulan pertama perang, Lyudmila ditempatkan dalam komando tempur di Moldova dan kota Odessa. Lebih dari seratus tentara dan perwira Nazi tewas ditangan Lyudmila dalam zona perang. Usai perang mereda ia dipindahkan ke Krimea dan memperkuat di barisan benteng pertahanan di Sevastopol. Menurut pengakuannya, ia tak bakal melupakan Ketika dirinya duel antar penembak jitu dalam perang bubat melawan tentara Nazi

“Jenis pekerjaan penembak jitu yang kedua adalah duel antara penembak jitu. Diantara perang antar tentara dua negara, dirinya harus selalu waspada terhadap musuhnya yang juga seorang sneper,” katanya. “Sedikit lalai melakukan pengintaian dengan loop ke arah sasaran, resikonya kematian.” Kondisi seperti itu, menurutnya sungguh sangat mencemaskan dan membosankan. “Sangat sulit menghindar. Ambillah kesempatan selagi bisa meninggalkan tempat di medan perang.”

Kehidupan dalam dunia militer yang terlibat dalam perang, membuat dirinya ke dalam situasi dilematis. Dirinya mengaku bosan menjalani profesi sebagai militer yang diberi wewenang menembak terlebih dahulu sebelum dirinya ditembak, dan keinginannya untuk mengakhiri karirnya sebagai wanita militer di medan perang. Namun komandan Pavlichenko justru diberi pangkat letnan senior dan diserahi sebagai pemimpin pasukan penembak jitu senapan di garis depan perang. Bagi atasan langsung Lyudmila, yakni letnan senior Dronin, tidak berani membantah perintah komando tinggi yang memerintahkan pemberian pangkat sebagai penghargaan pada Lyudmila.

Meskipun demikian, Lyudmila tidak berani menolak perintah komandan perang yang menugaskan sebagai sneper jitu membela negaranya. Dengan pasrah Lyudmila tetap menerima perintah dan tidak bisa menolaknya, kalau ingin tetap hidup. Untungnya sewaktu dipindah tugaskan dalam pertempuran di dekat Sevastopol, Lyudmila bertemu dengan Leonid Kitsenko yang juga seorang penembak jitu. Klop sudah. Keduanya saling menjalin hubungan, dan minta diizinkan menikah secara resmi di medan perang. “Tak lama kemudian, Lyudmila dan Leonid membuat laporan resmi kepada komando tersebut, meminta agar mereka diizinkan menikah, namun, pada akhirnya, perang tidak mengizinkan mereka menjadi suami-istri secara resmi,” tulis Alexander Yegorov, “namun perang memisahkan keduanya. Leonid Kitsenko tewas dihantam mortir.” Dan Lyudmila tetap menjalani hidupnya hingga pensiun sebagai militer tentara merah Rusia (nicole dari AS & eddy je soe – Solo)

Previous Maya Indea Jama, Presenter TV Penentang Rasisme
Next Bergelantungan di Gerbong Kereta Api India, Mirip di KRL Jakarta

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *