Setidaknya mode usai musim mbediding di negara bersalju akan dipenuhi mode ndol-ndol beraneka warna. Entah apa yang menjadi pilihan para perancang mode mengelontorkan bermotif itu, tak banyak jawaban telontar dari para selebritas papan atas dan penggemar trend rancangan terkini. Bisa jadi motif lawasan, dhot (baca: ndhol-ndhol) terilhami turunnya butiran salju tak banyak dibicarakan darimana asalnya. Pertanyaan itu bahkan hingga sekarang tak terjawab mengapa mereka memilih motif ndhol yang sangat sederhana itu.
Sepertinya tidak banyak yang tahu design motif ndhol-ndhol kapan mulai digemari para selibritas papan atas dunia mode. Lihat saja para penampil fashion usai berlenggang-lenggok di atas papan catwalk kemudian ngemall atau jalan-jalan di kota-kota besar ibukota negara lain, kini mode dhol-dhol semakin menonjol. Entah apa yang ingin ditonjholkannya, apa design sederhana ndhol-ndhol ataukah yang lain. Ndak perlu digagas. Yang penting jangan cepat berprasangka buruk, mode ndhol-ndol tak digemari dan sulit dimodifikasi, bukan urusan eLoe. Nyatanya bentuk design ndhol-ndhol dari waktu ke waktu berubah dan mulai merambah ke negara-negara lain.
Nampaknya keinginan para pemburu rumah mode motif baru ndhol-ndhol dituruti para perancang design grafis. Mereka memunculkan hasil creator khusus buat penikmat kaum jetset di ajang New York Fashion Week dan di Milan. Benar saja, karya para designer, terutama perancang busana milenial mengobrak-abrik bentuk ndhol jadi tak karuan bentuknya, tak lagi bulat. Dan digemari calon pembeli untuk merogoh dompet mengeluarkan duit plastic dan membawa pulang pakaian design ndhol-ndhol aneh itu.
Namanya juga trend mode yang setting media bergengsi sejagat seperti Vouge dan Glamour, apapun bentuk seni grafis ndhol tak lagi bulat, justru digemari para selebritas di ajang lenggang-lenggok di atas papan luncur jungkat-jungkit nan menawan itu. Meski demikian, di negri dunia ketiga seperti negara yang akan memindahkan ibukota negaranya ke pulau Kalimantan, misalnya, tak banyak menggemari mode berdesign ndhol-ndhol.
Lihat saja di pusat-pusat perbelanjaan di Betawi, tak banyak kaum perempuan yang memilih busana baju bermotif ndhol-ndhol. Meski di atas catwalk di Amrik, Paris dan Milan lagi digandrungi pemburu design rumah mode. Tapi sah-sah saja, wong selebritas, terutama asli Jowo sering berucap: ‘Ndhol-Ndhol Jimbelit’ alias berhenti sejenak. Jadi ndak jadi soal bila ABGM (anak baru gede milenial) tak bisa ngikuti trend mode busana luar negri. Meski disebut kaum milenial. Biar sudah!
Meski demikian, siapa tahu ABGM Indonesia itu baru seneng ngeliatin model memakai busana bergenre dotted spring 2019 di majalah Vouge and Glamour lewat gawai berlayar sentuh segede tampah. Padahal paduan warna, terimpirasi campuran musim panas dan semi, ndhol-ndhol lagi naik daun di negara lain diatas runway. Paduan warna maupun bentuk potongan trend tahun lawasan 2018, dipadu bahan korduroi bisa saja menandai pergantian musim.
“Lha kalau di Mbetawi’kan adanya cuma musim panas dan ngamukan, gimana mau santai memilih model yang jadi trend setter dunia,” ujar salah satu pengamat mode, Viloza Catrinov Colon, dari Moscow yang kebetulan halan-halan ke Solo ngiras tengkleng.
Jadi, katanya sembari mrenges kepedesen nglethus cabe-cabean, apa boleh buat kalau ndak bisa sreg mengenakan mode motif ndhol-ndhol, masih bisa disimpan di wardrobe gantung. “Ntar kalau ada musim gugur tahun depan, atau pas musim semi, di ndesonya bisa pakai motif ndhol-ndhol, kan kagak ada salahnya. Sebenarnya bisa diselang-seling campur model Lurik, coklat atau hijau ndak masalah. Dha.” Sak karepmu. Terserah kamu dan sesukamu, kan di negaramu udah bebas bervariasi mendesign klambi!
Bisa dimengerti bila tak banyak pengemar mode motif ndhol-ndhol di Jakarta, Mbandung, nJogyo dan Solo. Entah apa yang menjadi pertimbangannya kaum perempuan di kota-kota besar itu ogah memakai bentuk desgin sederhana bermotif ndhol-ndhol. Bisa saja mereka berpikir, motif ndhol sungguh sangat sederhana. “Motifnya gak rumit, tapi tetap menarik juga sih,” ujar Vero mahasiswi asal Njogyo yang ngelayap nonton pawai kebo 1 Suro di Keraton, ngeliat pakaian bule alsi sedang nyontrex kirab.
Buat mahasiswi, katanya berseloroh saat ditanya alasannya tentang mode ndhol-ndhol yang dipakai jurnalis freelance dari Londo itu, Vero cuma bisa ngejawab, sederhana motifnya ndak bulet-bulet. “Tapi paduan warna dan motifnya itu nyenengke. Apa karena itu cewek wong Londo, jadi kliatan putih dan baju yang dipakai asyik. Mungkin camera yang dibawa itu’kali yach yang bikin asyik. Coba tebak larang baju atau camera yang dibawa simbake itu yach, tanya dia pada teman di sampingnya.” (budi/nicole dari As/eddy je soe-Solo)
No Comment