Tanyakan pada nyokap-bokap kalian siapa bintang paling moncer, kalua kagak menyebut Elizabeth Taylor, berarti kedua orangtuamu kuper. Bisa jadi alay! Meski di zaman bahailula, kagak banyak gedung bioskup dibangun pada tahun 1932-an, toh acap film legendaris yang dibintangi Elizabeth Taylor juga sering diputar di layar lebar misbar alias gerimis-bubar di lapangan sepakbola. Apalagi saat kampanye pemilihan bintang film yang nyalon sebagai senator di AS. Bisa jadi ntar kalau kampanye pemilihan gubernur dan walikota, mereka patungan ingin memutar film dahsyat, Cleo Patra, pastilah dicoblos calon pemilihnya
Bukan hanya kariernya sebagai aktris yang melesat menempati bintang popular dalam sinema Hollywood, film-film klasik tahun 1950-1999, nama panjang dia, Dame Elizabeth Rosemond Taylor, jelas merupakan generasi aktris paling beken sejagat kala itu bahkan sekarang. Elizabeth Taylor memulai kariernya sebagai aktris cilik pada awal 1940-an, saat ndek negrimu gegeran perang bubat kemerdekaan, dia memilih jadi aktris cilik dan dianggap popular di markas para bintang film Hollywood di tahun 1950-an. Bahkan Elizabeth Taylor dinilai sebagai bintang film dengan bayaran tertinggi di dunia perfilman sejak 1960 hingga kematiannya sebagai figure public paling digandrungi penikmat film masalalu. Kalau eLoe kagak percaya, tanyak’o mbokmu, dia pasti bilang, “Ho’oh sampai bapakmu mbiyen kepencut sama Elizabeth Taylor.”

Saking terkenalnya, Si-mbake Elizabeth Taylor itu, Lembaga yang menilai ketenaran dan kecantikan maupun acting, American Film Institute, menempatkan dirinya di daftar peringkat pertama sebagai legenda artis terbaik di layar lebar terhebat. Selain suka bikin sensasi dalam pentas sebagai bintang film terkenal, kala itu tentu, Elizabeth Taylor itu sakjane dulunya dikontrak buat main film sebagai aktris Universal Picture untuk membintangi film “There’s One Born Every Minute (1942)”, tapi kerna ulahnya yang ngeyelan njaluk bayaran gede banget, Elizabeth Taylor njuk diputusin tak lagi bermain di bawah bendara pembuat film itu.
“Sumpah tidak masalah, kata dia pada jurnalis dari ndeso negrimu saat ketemu dia di medan perang lawan belanda, ntar main film dengan produser lainnya. Ngapain eLoe tanya, negrimu blum merdeka kowk aneh-aneh tanyannya,” katanya menyambar, pertanyaan wartawan asli ndesomu. Dhiar phora.
Benar saja, Elizabeth Taylor akhirnya dikontrak buat main film layar lebar dengan Metro-Goldwyn-Mayer dan Namanya mencuat sebagai bintang remaja terpopuler dalam film National Velvet (1944). Makanya film itu sering diputar di gedung bioskup pertama di Solo, Dhadhy dan Ura Patria (UP) Teather, yang baru saja dibangun buat muter film itu. “Ho’oh sing nonton Londo-londo sama nonik-nonik uayu. Bapakmu mbludus, dianggap pejuang orha bayar beli karcis. Ndak ngajakin saya nonton.”

Pada pertengah tahun 1950-an Elizabeth Taylor membintangi pilm komedi Father of the Bride (1950) dan menerima pujian ketika membintangi film drama lain “A Place in the Sun pada tahun 1951. Bukan hanya itu saja Elizabeth Taylor juga larut dalam dunia acting saat membintangi kisah epic petualangan sejarah Ivanhoe pada tahun 1952 bersama Joan Fontaine. “Tadinya sih, ingin ikut main film Janur Kuning, buatan wong ndesone bapakmu di Betawi, tapi ndak jadi, bayarannya kecil dan tak laku. Jadi males ndak mau jadi pemain pembantu perang-perangan apus-apus, jadi penjual jamu,” kata dia cengegesan kala itu.
Meskipun menjadi salah satu bintang MGM yang paling menguntungkan, Taylor ingin mengakhiri kariernya pada awal tahun 1950-an. Ia membenci kendali studio dan tidak menyukai banyak film yang ditugaskan kepadanya. Ia mulai menerima peran yang lebih menyenangkan pada pertengahan tahun 1950-an, dimulai dengan drama epik Giant (1956), dan membintangi beberapa film yang sukses secara kritis dan komersial pada tahun-tahun berikutnya.
Elizabeth Taylor, juga membintangi film adaptasi dari drama karya Tennessee Williams: Cat on a Hot Tin Roof (1958), dan Last Summer (1959); Taylor memenangkan Golden Globe untuk Aktris Terbaik untuk yang terakhir. Meskipun ia tidak menyukai perannya sebagai gadis panggilan dalam BUtterfield 8 (1960), film terakhirnya untuk MGM, ia memenangkan Academy Award untuk Aktris Terbaik atas penampilannya. Tahu kagak Loe, kalau sebenarnya, waktu membintangi film Cleopatra pada tahun 1961, negoromu udah merdeka, Elizabeth Taylor dan lawan mainnya Richard Burton memulai hubungan di luar nikah, yang menyebabkan skandal. Ndesomu geger. Tuh’kan Namanya juga aktris dan actor kalau main bareng, pasti berskandal. Itu sejak dulu hingga serkarang. “Jadi gak usah jadi bintang film saja, cari gebetan dan berselingkuhlah. Ntar kalau coblosan Pilgub dan Pilwalkot. Malah ngajari.”
Meskipun tidak disetujui publik, mereka melanjutkan hubungan mereka dan menikah pada tahun 1964. Dijuluki “Liz dan Dick” oleh media, mereka membintangi 11 film bersama, termasuk The V.I.P.s (1963), The Sandpiper (1965), The Taming of the Shrew (1967), dan Who’s Afraid of Virginia Woolf? (1966). Taylor menerima ulasan terbaik dalam kariernya untuk Woolf, memenangkan Academy Award keduanya dan beberapa penghargaan lainnya untuk penampilannya. Ia dan Burton bercerai pada tahun 1974 tetapi segera berbaikan setelah itu, menikah lagi pada tahun 1975. Pernikahan kedua berakhir dengan perceraian pada tahun 1976.

Biarin ajah, eLoe gak usah ikut-ikutan ngurusin rumahtangga mereka, tirulah aktivitas Elizabeth Taylor yang berbuat kebaikan, sebagai aktivis ngurusin dan pembela para penderita HIV-AIDS membantu mendirikan rumah sakit khsus, mencarikan donasi untuk menunjang kehidupan kaum papa-melarat-rat di Afrika dan lain negara. Itu yang pantas dan ditiru. Plekara dia ngeyelan, jadi bintang tersohor berbayaran terbesar sejagat, itu urusan kepiawaian beracting di pilm-pilm layar lebar. Perkara putus-nyambung dan perkawinan berulang-kali, biarin saja. Bukan urusa eLoe. Termasuk mendukung calon senator di AS, itu urusan poliklinik ech kliru politik. “Jharkan saja. Kalau eLoe ingin jadi votegeter cari duit jadi jurkam, juga teserah. Asal konsisten, kagak ngablak menjadi pendukung calon gubernur atau walikota, yang kagak mampu bekerja mensejahterakan rakyat.”
Itulah yang dilakukan Elizabeth Taylor, setelah karirnya menurun pada akhir 1960-an, ia berkarir acting menjadi juru kampanye pada tahun 1970-an dan mendukung karir keenam Senator Amerika Serikat John Warner. Juga tetap acting dalam panggung pertamannya di dunia kampanye berakting di serial televisi. Tentu jadi juru kampanye alias jurkam dengan bayaran tinggi. Harap maklu, meski umurnya gaek, dia tetap diperhitungkan saat ngablak berkampanye dengan bayaran dollar dinggi. “Kalau eLoe ingin meniru dia jadi jurkam, tanyain dibayar chas apa dicicil pakai rupiah jadi Jurkam bapak gubernur or walikota.”

Tirulah Elizabeth Taylor sebagai selebritas saat berjabatan tangan dengan sohibnya Sophia Loren berkampanye merek parfum terkenal. Keduanya sepakat duit keuntungannya berkampanye buat mendukung aktivisme HIV/AIDS dan mendirikan American Foundation for AIDS Research pada 1985 dan Elizabeth Taylor AIDS Foundation pada 1991. Dari awal 1990-an hingga kematiannya, ia mendedikasikan waktunya untuk filantropi, yang membuatnya menerima beberapa penghargaan, termasuk Presidential Citizens Medal.
Sepanjang kariernya, kehidupan pribadi Taylor menjadi subjek perhatian media yang terus-menerus. Dia menikah delapan kali dengan tujuh pria, berpindah agama menjadi Yahudi, menderita beberapa penyakit berat, dan menjalani gaya hidup jet set, termasuk mengumpulkan salah satu koleksi perhiasan pribadi termahal di dunia. Setelah bertahun-tahun sakit, Taylor meninggal karena gagal jantung kongestif pada tahun 2011, pada usia 79 tahun.
Taylor yang berusia dua tahun, ibu Sara Sothern, dan saudara laki-laki Howard, pada tahun 1934. Elizabeth Rosemond Taylor lahir pada tanggal 27 Februari 1932, di Heathwood, rumah keluarganya di 8 Wildwood Road di Hampstead Garden Suburb, London barat laut, Inggris. Ia menerima kewarganegaraan ganda Inggris–Amerika saat lahir karena orang tuanya, pedagang seni Francis Lenn Taylor (1897–1968) dan aktris panggung Sara Sothern (1895–1994), adalah warga negara Amerika Serikat, keduanya berasal dari Arkansas City, Kansas. Udahan yach gitu ajah. Mbuh (berbagai sumber Nicole from AS | dan Eddy Je Soe / Solo)
No Comment