Siapa yang belum pernah mendengar lagu Bengawan Solo versi Jepang. Putarlah radio NHK, dan sesekali mintalah diiputar lagu karya seniman kondang, Gesang Marto Hartono. Entah apa penyebabnya, tantara Dainipon dulu tertarik dan belajar menyanyikan Bengawan Solo dengan cengkok-nada wong blanda-kate alias orang Jepang. Saking gemarnya melantunkan karya sang seniman pencipta beberapa lagu langgam, pemerintah Jepang membangunkan prasasti sosok Gesang dan didirikan di tepi kali Bengawan Solo.
Tentu saja walikota lawas Kota Solo, tahun 1980-an kecontalan menerima perintah dari istana merdeka, kala itu masih dijabat presiden Soeharto, agar menyiapkan tempat yang layak mendirikan patung Gesang di pinggir kali Bengawan Solo. Manalagi perintah langsung dari istana merdeka, yang harus dijalankan secepat mungkin dilaksanakan.
Patung setengah dada, Gesang dari bahan perunggu terbaik, akhirnya berdiri megah di samping galabo tempat beristirahat para peziarah sembari nonton munyuk di bonbin (kebon binatang). Peneliti social budaya Institute for Media and Social Studies (IMSS) Eddy Je Soe, mengakui keberadaan patung Gesang di lahan bekas balapan motor trail itu, cukup menyentak. Pasalnya hingga saat ini patung hibah pemberian pemerintah Jepang dalam mendirikan patung sang legendaris itu, tak terawat. Bukan hanya patung terbuat dari perunggu-campur logam berkualitas, itu dikawatirkan akan termakan karat bila didiamkan terkena panas dan hujan. Bila tidak segera diatasi, bisa jadi revitalisasi kebun binatang, secara keseluruhan dapat dikatakan gagal menghargai sejarah masalampau sang maestro lagu Begawan Solo. Padahal bekas Bonbin pindahan dari kebon rodjo Sriwedari, merupakan warisan sejarah masalalu.
“Jebul pemerintah kala itu menghargai, kretativitas seniman patung dan order pembuatan patungnya mbah Gesang di bekas Bon Rojo, Jurug. Itu bentuk penghargaan pemerintah terhadap karya seniman. Patut diacungi jempol,” ujarnya
Mestinya pemerintah daerah kota (Pemkot) Solo perlu nguri-uri alias merawat karya-karya peninggalan seniman kotanya. Bukan mentelantarkan dan membiarkan karya patung lawasan dibiarkan hingga hancur. Lihat saja, ujar dia menambahkan, patung Gesang di dalam kebon binatang yang kini berganti pengelola swasta, justru membiarkan patung Gesang tak terawatt.
“Kita semua tahu, untuk merawat karya peninggalan masalalu, bukan hal yang murah. Tetapi kalau hanya membersihkan sarasah lumput liar dan lumut merembet di badan patung, itu’kan namanya terlalu. Wong gampang, panggil tkang kebun seuruh bersihkan, itu’kan mudah,” katanya
Justru sebaliknya, dengan menjaga kebersihan di lokasi sekitar patung dan memperbaiki gazebo yang dulunya pernah dijadikan tempat bermain keroncong, jadi daya tarik tersendiri. Nyatanya tidak dilakukan oleh pengelola Solo Safari sebagai pengelola dan memunggut karcis masuk. “Apa susahnya. Justru mereka tidak mengetahui, bahwa sang pencipta lagu Bengawan Solo itu diabadikan sosoknya dalam wujud patung, tapi merana tidak dirawat.”
Dihubungi terpisah, sales marketing Solo Safari, Mira mengatakan rencana untuk dibuat musium Gesang akan segera didirikan. Namun tidak tahu kapan akan didirikan musium Gesang dan selasar gazebo berikut patung, tidak tahu. “Kapan pastinya akan dibangun, belum tahu. Saya tidak mengikuti perkembangan lebih lanjut. Bidang saya sales marketing Solo Safari,” ujar dia
No Comment