Pepatah China kuno mengatakan peliharalah jangkrik, karena binatang yang satu ini membawa hoki. Selain dikenal sebagai pengusir tikus, jangkerik bahasa kerennya Gryllidae, bila diternak, hasilnya tidak kalah dengan memelihara unggas. Binatang sekerabat dengan belalang, tidak perlu bersusah-payah memelihara, dalam waktu tidak lebih dari satu bulan dipastikan beranak-pinak.
Apalagi saat ini sedang booming burung berkicau, sebagai klangenan orang gedongan, yang memerlukan pakan jangkerik. “Kota Solo sejak 1998 pengkonsumsi jangkerik terbesar. Anehnya tidak banyak yang menekuni usaha ternak jangkrik. Padahal, kalau mau peluang dapet duit cukup menjanjikan,” ujar Suci, 46, salah satu penjual pakan di Pasar Depok, Solo, Kamis (29/3/2017)
Menurut dia, warga Solo seusai peristiwa bakar-bakaran 1998, hampir setiap rumah memelihara anakan Jangkrik. Bahkan, usaha sampingan lain, seperti jual pakan dan kurungan pun memperoleh imbas euphoria ternak jangkrik. Tidak hanya itu saja, kursus beternak jangkrik dengn harga ratusan rupiah diminati banyak orang.
“Entah karena apa. Waktu itu memang Solo seolah tersihir jangkrik. Sekarang, justru sebaliknya. Tidak banyak orang mau menoleh usaha ternak ini. Padahal, keuntungannya lumayan gede,” kata dia. Bisa dibayangkan, hanya bermodal kotak dari triplek berukuran sedang dengan brongkos-kardus bekas tempat menaruh telur, dalam waktu 5 hari dapat menghasilkan ratusan ribu.
“Tapi itu dulu. Sekarang kalau mau jujur, harga masih tetap sama. Satu kilo jangkrik anakan bisa laku Rp.40-50 ribuan. Kalau tidak mau capek, bisa dititipin ke penjual. Satu ons bisa dapet Rp.2.500,” kata Suci meyakinkan.
Aneh memang orang Solo itu, katanya heran, kalau berusaha maunya cepat untung besar. Padahal kalau mau jujur, katanya menambahkn, beternak jangkrik masih dianggap memiliki prospek lumayan besar. Karena peluang pasar cukup besar dan menjanjikan, tutur Suci menambahkan, peternak dari luar kota dari Jawa Timur menyerobot mengambil alih.
“Omzetnya jangan kaget kalau mereka kirim jangkrik ke Solo. Satu karung sama dengan 1 kwintal. Jadinya orang Solo cuma pengepul. Itu di pool –dikumpulkan (red)– di daerah Clolo Karanganyar,” ujar dia, “bisa sampai atusan juta.”
Apa yang diungkapkan Suci bukan bualan. Pengemar Pentet, David, 35, asal Srambatan membeli 3 ons Jangkerik, untuk pakan burung peliharaannya. Menurutnya usaha pakan manuk jangkrik masih punya peluang cukup bagus.
“Saya cari jangkrik di Pasar Widuran habis. Banyak yang misuh-misuh. Apa boleh buat beli di Pasar Burung Depok. Kalau ndak dikasih Jangkrik, dari pada mati semua, malah kojur,” katanya beralasan.
Pengalaman pengemar burung lain, Sungkono, menceritakan pengalaman beternak unggas. Kalau dihitung-hitung, ternak bebek atau ayam petelur, banyak tekornya disbanding ternak jangkrik. Coba kalu dulu ternak jangkrik jalan terus, sudah dapat dipastikan, setiap bulan dapat uang lumayan banyak.
“Kalau dihitung keuntungannya, tidak kalah dengan ternek bebek atau ayam petelor. Kalau pelihara ayam petelor, selain pakannya mahal, sekali kena penyakit, resikonya bisa mati semua,” ucap dia bertutur. “Coba dulu saya terusin ternak Jangkrik. Saya tidak sulit cari pakan Pentet burung. Sekarang mesti setiap hari cari pakan. Sudah pasti keluar uang 3-6 ribu.”
Sungkono menceritakan pengalaman temannya di Jakarta yang ditawari ekspor jangkrik ke Jepang. Dia kebingungan mencari partner usaha di Solo yang mau diajak joint, tapi susahnya setengah mati.
“Lima tahun lalu, seorang teman di Jakarta pernah ditawari eksport jangkerik ke Jepang dalam jumlah besar. Dia kebingungan. Mencari partner susahnya setengah mati. Orang pasti bingung untuk apa jangkrik sebanyak itu. Kata mereka buat bahan dasar kosmetik,” ujar dia.
Mungkin juga, kata Sungkono, pemesan dari Jepang itu kesulitan mencari binatang pengerik dengan kriteria khusus. Sebab, ribuan jenis jangkrik yang hidup di alam. Bisa saja para peternak Jepang juga kesulitan mencari jenis Jangkerik alam.
“Lantaran sulit dicari, juga kriteria yang diminta sangat ketat. Jangkrik alam berwarna hitam dengan ukuran tertentu. Akhirnya menyerah tidak digarap,” katanya setengah menyesal. “Ide beternak jangkerik dengan membudidayakan itulah sekarang dia tekuni di Jawa Timur. Barangkali saat ini usahanya sudah jadi besar. Orangnya ulet dan tekun. Itu kuncinya.” (eddy j soetopo)
No Comment