Tradisi Tumpek Landep Perlu Dijaga Kesuciannya


Sesepuh dan budayawan Bali dalam tradisi bentuk penghayatan Tumpek Landep

Jangan heran bila kalian sedang berada di Bali melihat kendaraan dihias menggunakan pelbagai hiasan seni merangkai janur, pada hari Sabtu. Mereka bukan mau pamer berkendaraan dengan hiasan janur setiap 210 hari sekali, tetapi memang pada hari itulah warga masyarakat sedang melakukan upacara keagamaan Hindu Bali. Jadi kalian tidak perlu sewot dengan menuduh wong Bali suka berhura-hura pamer kendaraan hias pada hari Sabtu. Sama sekali bukan seperti itu maksudnya.

Dalam tradisi agama Hindu, kegiatan upacara menghias kendaraan dengan janur lazim disebut sebagai adat Tumpek Landep. Salah satu hari yang dianggap istimewa para pemeluk agama Hindu Bali untuk menghormati berbagai benda pusaka peninggalan para leluhur. Tujuannya tentu, bukan sekedar bentuk penghormatan, tetapi menghayati marwah warisan budaya peninggalan dimasa lalu sebagai salah satu jalan untuk menemukan kearifan hidup dan kedamaian saat mencari nafkah.

Pengabdian terhadap budaya dan agama Hindu Bali merupakan suatu keharusan dilakukan warga

Dengan menghormati peninggalan, pusaka dan benda tajam maupun hal-hal yang dapat digunakan untuk mencari nafkah melalui jalan damai, diharapkan kebahagiaan keluarga dan handaitaulan diberkahi Ida Sang Hyang Widhi Waca sebelum menghadap sang khalik. Biasanya, menurut penggiat seni dan agama, Cokorda Gde Agung Mahaputra, aktivitas kegiatan budaya seperti Tumpek Landep memang membuat banyak orang tertarik mengikuti acara.

“Apalagi berkaitan dengan upacara keagamaan yang telah menjadi tradisi di Bali. Bersih-bersih pusaka leluhur seperti keris, ketungan jagat atau kulkul, jelas jarang terjadi di luar Bali,” katanya

Menurut Cokorda Gde Agung, ritual kegiatan Tumpek Landep memang dilakukan di tempat-tempat yang memiliki pusaka. Tradisi Tumpek Landep, dalam budaya keagamaan Hindu Bali, katanya menambahkan, mengalami pergeseran makna tatacara saat membersihkan pusaka. Tapi tidak menjadi sesuatu hal yang perlu diributkan. BIla tradisi mencuci pusaka, jaman dulu, memakai sesaji dan juga melalui puasa, kalau sekarang jarang ditemui.

Sebab menurut dia, kegiatan Tumpek Landep di jaman modern seperti saat ini, warga masyarakat lebih praktis melakukan kegiatan dengan sederhana tanpa bermewah-mewah. “Yang penting inti kegiatan Tumpek Landep mempertajam ilmu dalam diri yang diaplikasikan ke dalam ritual untuk menghormati pada sang pencipta. Perlengkapannya untuk ritual pun juga sangat sederhana dan mudah ditemui seperti lemon, jeruk nipis daun tal sebagai tatakan keris dan air kelapa buat membasuh warangan keris pusaka. Setelah dilalui proses penyucian, dilanjutkan dengan polesan minyak dan aroma wangi dari minyak tertentu baru setelahnya pusaka disimpan kembali”, imbuhnya pada saklewer.com

Generasi milenial pun perlu menghayati tatanan kehidupan beragama yang mereka yakini

Tumpek Landep juga merupakan ritual penyucian Sang Hyang Jaran dengan sarana api tetapi lebih sering dijadikan satu dengan ritual lain yang tak kalah penting seperti pecaruan Agung lantaran upakara atau bahan sesajian akan menyita banyak waktu dan biaya yang lumayan banyak.

Tatacaranya kegiatan pun acap berbeda satu daerah dengan darerah lainnya. “Mereka melakukan kegiatan acara Tumpek Landep sesuai dengan kultur dan budaya setempat. Ndak masalah. Yang lebih penting yakni berinstrospeksi dalam diri masing-masing warga setempat, perbuatan apa yang pernah dilakukan untuk kebaikan.”

Moment itulah, menurut dia, merupakan hal yang perlu diapresiasi dan dilanjutkan kegiatan secara berkesinambungan. “Suatu penghormatan terhadap Sang Hyang Pasupati sebagai pemberi kekuatan dan pada Batara Wisnu sebagai pemelihara kehidupan dalam kedamaian.” Tradisi turun-temurun untuk membersihkan pusaka dan benda yang dimiliki keluarga, pada dasarnya merupakan bentuk penghargaan terhadap rejeki yang telah diberikan oleh tuhan yang maha kuasa. Oleh sebab itulah, hampir semua kegiatan Tumpek Landep, melibatkan keluarga besar mereka. “Tidak terkecuali piniseppuh dan generasi milenial masa kini. Biar mereka mengetahui seluk-beluk tatanan kehidupan duniawi yang diberkati.” (Cok Novia / eddy je soe)

Previous Milena Markovna Kunis, Artis Penyitas Perdamaian Asal Ukreina Penggalang Dana Kemanusiaan
Next Hentikan Kebiasaan Remaja Ranum Selfie Ngeler Dada dan Paha

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *