Salvador Dali Karyanya Dulu Dicerca, Sekarang Kaya Raya


Nama pelukis surealis paling moncer di abad ke-20 kelahiran Spanyol memang agak aneh, ‘Salvador Felipe Jacinto Dali I Domenech. Tetapi banyak para pengamat suka memendekkan namanya dengan mengundang Salvador Dali. Tak bisa dipungkiri, nama Dali sebagai pelukis surealis disegani berbagai pengamat dan kolektor benda seni berkelas pada tahun 1920-an hingga kini. Apalagi setelah karyanya mendongkrak menjadi perbincangan setelah gaya kubisme Picasso ditinggalkannya lantaran tercekoki teori-teori Freud.

Pada tahun 1920-30-an bahkan memproklamirkan dirinya sebagai pelukis yang mampu menghadirkan wajah-wajah surealistik bertajuk The Persistence of Memory pada pameran tunggal lukisannya pada 1931. Lukisan lanskap, bisa dibilang tidak lazim untuk ukuran saat itu, yang menggambarkan jarum jam terlihat murung menjadi buah bibir dan perdebatan sengit pengamat seni di surat kabar bergengsi kala itu.  Pengaruh lukisan Picasso dan mahzab Freudian melekat pada diri Salvador Dali. Meskipun dicerca banyak pengamat, lantaran karya-karyanya acap menyinggung gambaran kepercayaan agamawi, toh Dali tetap cuek bebek.

Karya-karya Dali mengisayartkan kebebasannya berekspresi sejak ia memamerkan pada tahun 1935 (courtesy musium
Gala-Salvador Dalí ) 

Tidak mengherankan bila kehidupan Salvador Dali kemudian menjadi pesohor dan dielu-elukan pengamat seni maupun kritikus film. Dali tetap pada pendirian yang diyakininya yakni ‘seni untuk seni’ dalam mengekspresikan hasil olahpikir dan kecerdasannya menorehkan adukan cat ke dalam pallet di atas kanvas.  Ratusan karya-karyanya, ketika masih menganut gaya kubisme Picasso, acap membuat banyak orang bertanya apa yang berada di balik makna lukisannya sang pelukis didikan School of Fine Arts, Madrid itu.

Penggambaran jarum jam tangan lemas yang terkenal di The Persistence of Memory selain meroketkan namanya, tak urung ia jenggah dicecar pengamat dan kritikus seni. Pada tahun 1940 ia memutuskan bawa koper minggat ke Amerika Serikat dan tinggal di negeri yang tidak tahu tenggangrasa bila mengkritik siapapun hingga tahun 1948. Entah lantaran penyebab apa, Dali justru melukis dengan tema keagamaan dan bergaya klasik surealistik, termsuk lukisan penyaliban dan sakramen perjamuan terakhir yang ditorehkan di atas kanvas.

Sejak terpengar Sigmund Freud, lukisan-lukisan Dali, justru terlahir kembali pada tahun 1940-an, malah menuju ke arah penggambaran surealistik dan lebih realistic dengan gambar religious ilmiah. Seiring berlalunya waktu, namanya melesat dan moncer lantaran gaya flamboyant dengan penampilan khusus memilin-pelintirkan kumisnya yang selalu berubah-ubah setiap waktu seiring mood dia. Penampilannya itulah menyebabkan Dali memasuki gelanggang media massa, termasuk pembuatan film documenter pendek berkolaborasi dengan sutradara handal film Luis Buñuel bertajuk nyeleneh Avant-garde Un Chien Andalou (1929) dan L’Age d’Or (1930)

Self Potrait Salvador Dali berimajinasi tentang bermacam kondisi kehidupan manusia banyak menginspirasi generasi muda di berbagai negara (courtesy musium Gala Salvador Dali)

Setekag berpameran di benua Eropa, pemeran tunggalnya dihelat di berbagai kota di Amerika. Sebelum hijrah ke AS, Dali mengadakan pameran individual keduanya di Galeri Dalmau di Barcelona dan mengikuti pameran musim gugur kedua di galeri Sala Parés di kota itu. Lukisan maupun sketsa yang ditorehkan di kanvas maupun di kertas prima, mengungkapkan mahzab kubisme mulai ditinggalkan Dali dan beralih ke surealisme.

Bersama dengan Llu’s Montanyà dan Sebastià Gasch koleganya Dali menerbitkan Yellow Manifesto –Catalan Anti-Artistic Manifesto– pada tahun 1928. Suatu catatan yang merupakan serangan sengit terhadap seni konvensional. Dia mengambil bagian di pameran tunggal Salon Musim Gugur Ketiga di Sala Parés dan di Pameran Lukisan Internasional ke-27 di Pittsburgh, Amerika Serikat. Tidak puas dengan kiprah seninya di benua AS, Dali melakukan perjalanan lagi ke Paris, dan melalui Joan Miró, bertemu dengan kelompok surealis yang dipimpin oleh André Breton.

Bukan hanya ketenaran dan peninggalan koleksi lukisan sang maestro Salvador Dali, tetapi ia juga meninggalkan jejak sejarah masalalunya di lembaga yang dibentuk keluarganya, yayasan Fundació Gala-Salvador Dalí pada 1992 dengan logo yang dirancangnya sendiri. Lembaga kebudayaan seperti itulah yang ditinggalkan sang maestro dalam menyimpan karya lukis dan film documenter agar semua orang dapat meneliti dan memahami perjalanan hidup pelukis eksektrik nan glamour itu.

Karya Dali mengekpresikan kekawatirannya bahaya ancaman bom nuklir menjadi perhatian negarawan di seluruh dunia

Di lembaga yang mengelola hasil karya lukis berbagai medium kertas, akrelik, cat air dan cat minyak komplit terpajang di galeri Fundacio Gala Salvador Dali. Kecintaannya pada istri dan keluarganya, membuat seniman nyentrik dengan kumis memanjang diplintir itu meroketkan namanya. Karya-karya lukis, sketsa dan seni instalasi –yang dulu belum dikenal– dipajang di dalam museum mewah di Spanyol. Salvador Dali memang bukan pelukis biasa, tapi seniman serba bisa yang hidupnya didedikasikan pada kemajuan pengetahuan dan seni.

Bersama koleganya, ia bersepakat membuat Film Un Chien Andalou dan ditampilkan di Paris ‘Studio des Ursulines’, menjadi buah dari kolaborasinya dengan Luis Buñuel. Dia menghabiskan musim panas di Cadaqués, di mana dia menerima kunjungan dari pemilik galeri Camille Goemans dan seorang temannya, serta René Magritte dan istrinya, Luis Buñuel, Paul Eluard dan Gala, dan putri pasangan Cécile.

Sejak saat itu, Gala tidak pernah meninggalkan suaminya berkarya dan berda di sisinya yang telah dijalaninya bertahun-tahun. Pada 8 Agustus 1958 Salvador Dali dan Gala menikah di kuil Els Àngels di Sant Martí Vell, dekat Girona

Karya-karya Dali yang dipajang di musiumnya mengisyaratkan dalam keluarga besarnya memiliki jiwa seni yang mengundang decak kagum

Sejauh mata memandang, karya seni Dali yang dipajang di musiumnya tak ayal membuat kita iri atas pemahaman keluarga besarnya dalam hal menyimpan benda berharga berwujud lukisan. Apapun bentuk dan ukuran karya intelektual Dali terpajang rapi berbagai ukuran. Bukan hanya itu, penempatan karyanya pun diperhitungkan terpilah rapi berdasar genre dan kurun waktu dibuatnya.

Jangan membandingkan dengan museum karya seni lukis dan patung di negara-negara lain, termasuk di negeri ini. Tak ada salahnya bila di negara yang pernah dijajah bangsa lain selama puluhan tahun memiliki tempat memajang karya seni, entah di ibu kota atau di wilayah lain yang memang warganya memiliki terhadap seni dan budaya bangsa kita (Nicole dari Jerman/Eddy Je Soe Solo)

Previous Hut Solo 274 Tahun, Menjelajah Abad Milenial
Next Apa Salahnya Valentine Maem Coklat Gak Boleh?

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *