Janis Joplin Rocker Penentang Perang, Hidupnya Selalu Kesepian


Suraranya menghentakkan komunitas seniman papan atas dunia music, Janis Joplin tentang perang di Vietnam
Namanya jelas tak terdengar sangar di telinga ABG (Anak Baru Geblek) Gen Milenial di abad ini. Tapi coba tanyakan pada opha-oma kalian, yang kini berumur 65 tahunan, dan dulunya pengagum musik rock lawas, tentu nama Janes Joplin pasti akan dikenangnya. Nama rocker perempuan yang bikin heboh berani menentang presiden Amerika Serikat, sewaktu pemerintah melancarkan serangan ke Vietnam, Janis Joplin berada di garda depan menentang kemauan presiden Richard Nixon yang suka perang beneran itu. Meski grup musiknya belum beken, Joplin dikenal para dedengkot musik rock seperti Jimmy Hendrix, Brian Jones, Jim Morrison, Kurt Cobain dan AMy Winehouse.

Merekalah yang mengajak kerja bareng dalam mengadakan pagelaran di lahan petani, ndeso Woodstock pada tahun 1966-an. Tentu para musisi pun bersegera, ngumpul bareng mengadakan festival musick di lahan petani gratis, selama 3 hari, sampai jontor. Gagasan Joplin tentu saja membuat heboh di seluruh penjuru sudut kota-desa di Amerika serikat. Bisa-bisanya bintang rock, yang kala itu belum tenar benar, berani-beraninya mengumpulkan masa nentang presiden AS atas invasi menduduki Vietnam; dan ternyata keok.  Sebelum mengumpulkan ribuan anak muda, penentang kebijakan presiden menduduki Vietnam, dan akhirnya lengser juga presiden AS yang gagasannya berperang merebut Vietnam itu.

Penampilannya, jarang dikenal khalayak generasi milenial saat ini, meski kematiannya overdosis pengguna narkotika pantas disesalkan

Janis Lyn Joplin, lahir di Port Arthur, 19 Januari 1943 – meninggal di Los Angeles, 4 Oktober 1970, pada usia 27 tahun. Sosoknya mencerminkan seorang rocker sekaligus pencipta lagu dan penulis aransemen asal Port Arthur, Texas, Amerika Serikat. Karirnya melesat pada akhir tahun 1960-an sebagai penyanyi solo, setelah sebelumnya bergabung sebagai vokalis Big Brother and the Holding Company. Majalah beken Rolling Stone, menempatkan Joplin di urutan ke-46 dalam daftar 100 Artis Terbesar Sepanjang Masa. Joplin meninggal di Los Angeles lantaran overdosis, narkoba. Memiliki suara mezzo-soprano, yang jarang ditemui pada rocker kala itu, dan bahkan hingga kini, nama Joplin jelas pantas untuk dikenang sebagai biduanita bertemperamental penentang penindasan dan perang

Ia menggalang seluruh fans band di seantero AS untuk menentang kebijakan presiden AS melakukan aneksasi ke Vietnam. Bukan hanya remaja dan pemuda tanggung dan opha-oma di Amerika yang mendukung Joplin menentang kebijakan presiden mencaplok Vietnam, dan mengorbankan generasi muda AS kala itu. Keseriusannya menentang kebijakan presiden Richard Nixon yang akan merngsek ke Vietnam, tentu memperoleh banyak dukungan seantero Amerika. Bukan hanya musisi terkenal yang setuju dengan ide Joplin mengelar pertunjukan ngeband bareng di lapangan pertanian Woodstock Festival. Jadilah para musisi, berdatangan dari seantero AS berkumpul mengelar perhelatan besar selama 3 hari 3 malam.

Tidaklah mengherankan bila olahvocalnya disebut-sebut sebagai kombinasi gado-gado dari Billie Holiday, Bessie Smith, dan Aretha Franklin. Selain tentu sosoknya dapat dibilang sebagai pemberontak lantaran ia berdiri di garda depan Generasi Bunga yang konsisten menentang dan mengkampanyekan Gerakan anti-perang. Media ternama, seperti majalah Vogue, pada 1968, bahkan menyebut Joplin sebagai perempuan hebat sejagat. “Ia berani pasang badan menentang kebijakan pemerintah Richard Nicson melawan Vietnam.”

Penampilannya tak terbatas pada kaum cendekia, tetapi juga berkawan dengan aktivis antiperang di seluruh AS (courtesy youtube)

Jauh sebelum tenar, Joplin hidup dalam kemuraman. Masa mudanya dibentuk oleh tiga hal kesepian, perisakan, serta perasaan yang rapuh. “Apa yang orang-orang tidak tahu dari Janis, selain ia perempuan yang sangat cerdas, sensitif, dan hidup untuk semua yang ada di sekitarnya, adalah juga hidup untuk kesakitannya sendiri. Ia sangat rapuh,” ujar Patricia, janda Jim Morrison, seperti ditulis Vanity Fair.

Bila melihat masalalu, pada 1967, Joplin, bersama Big Brother and the Holding Company, mengeluarkan album debut self-titled. Materi album ini begitu bernas. Senyawa rock dan psikedelik yang dimainkan mereka, di keseluruhan lagu, menyatu secara paripurna. Seperti yang ditulis Rolling Stone, debut album yang ditulis dalam naskah “Goodbye, Janis Joplin” membawa ketenaran Big Brother and the Holdeng Company. Rilis yang tersebar di toko-toko di Amerika Serikat, jelas diburu ribuan pasang mata, dan sukses bikin heboh music rock-blues Janis Joplin. Jauh sebelum tenar, Joplin hidup dalam kemuraman.

“Apa yang orang-orang tidak tahu dari Janis, pastilah akan mengatakan ia perempuan yang sangat cerdas, sensitif, dan hidup untuk semua yang ada di sekitarnya, Ia sangat rapuh,” ujar Patricia, janda Jim Morrison, seperti ditulis Vanity Fair. Dengan tubuh yang gemuk dan wajah dipenuhi jerawat, Joplin kerap diganggu teman-temannya di sekolah. Keadaan tersebut membuatnya sulit bergaul. Di fase inilah ia mulai mengenal blues, sastra, serta puisi. Perkenalan dengan dunia seni mendorong dirinya untuk berani melawan keadaan. Ia menggunakan seni sebagai alat pembebasan atas apa yang selama ini ia terima di lingkungannya, sebuah usaha mengalihkan diri dari perisakan (bullying) dari teman-temannya. Joplin mewarnai rambutnya, mengenakan pakaian layaknya pria, hingga tampil di depan publik membawakan satu-dua lagu dengan gitar akustiknya (Nicole dari DC / eddy je soe di Solo)

Joplin bisa dikatakan sebagai diva rocker wanita pertama yang berani menentang kebijakan presiden Amerika berperang melawan Vietnam
Previous UU ITE, Pemilu dan Hak Politik PNS
Next Biarkan Bumi Dipayungi Perajin Seni Payung

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *