Carilah camilan Godril di pasar tradisional, bila kalian penggemar jajanan langka, di seantero pasar tradisional di kota, saat ini tak akan bisa ditemui. Jangan heran bila, buah munggur alias pohon trembesi (Samanea saman) kini telah langka ditemui, Jangankan mencari pohon paling rindang nan rindang di sekitarmu, di pinggir jalan raya pun, tak bakal ditemui. Tanyakan pada mama-opha kalian, saat masih muda dan gemar jalan menyusuri di bawah rindangnya pohon trembesi di Solo, misalnya, tidak bakal ketemu. Dahulu memang berjejer pohon peneduh jalanan hampir di sepanjang jalan raya kota bengawan, ditanami pohon trembesi oleh pemerintah belanda
Tidak mengherankan bila, buah munggur di masa ketigo luruh berjatuhan dan menjadi rebutan kaum papa dimasak gongso (kering) tanpa minyak di rumah, sebagai sajian bulan puasa. Bila masih ingat ama camilan itu godril. Meski kini telah lenyap tanaman peninggalan di masa penjajahan belanda itu, setidaknya Anda masih bisa menikmati enam pohon berdiri tegap di taman Balaikambang. Trembesi hanya terdapat distinasi wisata satu-satunya di kota budaya Solo. Hanya saja, jangan berharap dapat menemui godril jatuh di hamparan rumput tertata menawan di Balaikambang. Kalau sekedar berwisata, ujar Mamak Sutamat, pejabat kepala dinas wisata pada wartawan di kantornya yang rindang.
“Paling banter hanya enam pohon yang tersisa di Balaikambang. Pemerintah kota tetap mempertahankan tanaman langka ratusan tahun usianya di sini. Sebenarnya kalau ingin melihat teduhnya pohon trembesi, bisa ke tempat distinasi lain di Taman Banyuwangi. Pohon trembesi berumur ratusan tahun ada di sana.”
Trembesi ditanam belanda agar tumbuh di pinggir jalan raya terlihat sejuk, selain sebagai pembatas antara penumpang kendaraan tradisional gerobak sapi, juga andong bisa dinikmati rakyat. Keindahan dan kenyamanan di masa lalu, sebenarnya bisa saja terus dipertahankan. Tapi nyatanyanya kemajuan jaman menggilas keindahan pinggir jalan raya pohon trembesi. “Sayang sekali memang, nyari buat berteduh kalau hujan dan kepanasan, susah sekarang, ujar Prapto Wardoyo, penikmat speda di temui di Car Free Day (CFD) minggu lalu. “Apalagi nyari godril. Dulu masih ada yang jual di pasar oproxan di Klewer, Sekarang juga lenyap. Mungkin ada di super market.” Bisa dimengerti bila langka godril pamornya naik daun menjadi jajanan kaum elit ditawarkan di mall penjual jajanan tradisional. Entah nanti apakah masih akan terjual, di toko cenderamata jajanan lawasan godril bila tanaman trembesi banyak yang telah ditebangi. Paling tidak bila tidak ada lagi penjual godril di pasar tradisional maupun pasar modern, kalian masih bisa merasakan bau kentut para penggemar godril, kalau bercerita. “kentutnya khas penggemar godril.”
Kalau dipikir-pikir benar juga rancangan tatakota belanda saat menjajah negri ini. Paling kurang dengan penanaman pohon trembesi, jalanan menjadi lebih asri dan teduh dari sengatan srengenge. Berbeda dengan saat ini, tak satupun trembesi tumbuh di sepanjang jalan raya, di kota-kota besar. Semua dibabat untuk pelebaran jalan agar tanah di sebelah dapat dimanfaatkan untuk keperluan dodol-tinuku alias took besar. Selain itu tak terlihat lagi, kegaduhan rakyat berebut godril berjatuhan di bawah pohon munggur. “Susah juga pilihannya, mau warganya adem mencari buah trembesi yang jatuh dari pohon, atau warga berwisata numpak bus membayar. Itu pilihan modernisasi angkutan jalan.” Semua itu pilihan sebagai rakyat biasa para pencari buah munggur jatuh dari pohon trembesi yang langka dapat ditemui di kota Solo
No Comment