Akar Bau Harum Pengusir Tikus Didatangkan dari Cendana NTB


Akar 'bahar' gaharu pengusir tikus didatangkan dari Cendana NTB

Bukan akar pohon sembarangan, bila ingin mengusir tikus lantaran baunya wangi. Entah lantaran baunya wangi menusuk hidung, atau karena tak banyak dijual di tempat lain hingga diburu pelancong yang datang berkunjung melihat kemegahan keraton Surakarta Hadiningrat. Di tepian pagar benteng itu, Tardji (57) mengelar akar-bahar -menurut istilah si penjual asli kelahiran Pengging, Banjudono, Boyolali, berceloteh sembari tingak-tinguk ketakutan, bercerita kehandalan bau harus yang ditimbulkan dagangannya itu. Meski mengaku akar pohon cendana, ia tidak mengklaim bila seluruh wewangian yang dijualnya, juga acap disimpan di rumah mantan presiden.

Tidak ada hubungannya akar cendana dengan rumah di jalan Cendana, ujarnya lirih sembari menoleh kanan-kiri kelihatan takut. Ia mengaku barang dagangannya itu didatangkan pedagang warga dari NTB (Nusa Tenggara Barat). Menurutnya bukan kali ini Jardi menjual akar harum cendana di emperan samping tembok keraton. “Sudah lebih dari lima tahun, saya berdagang akar wangi di sini. Tidak ada yang mengusir. Bahkan banyak yang menanyakan, kalau kebetulan tidak berjualan,” ujarnya meyakinkan, pembeli. “Dulu harga akar cendana tak lebih dari Rp.15 ribu, sekarang harga segitu tidak nutut buat blonjo barang –kurang buat kulakan yang didatangkan dari nusa tenggara.”

Meskipun harganya hanya naik tak melebihi harga satu liter bensin, Tardji merasa tidak takut menghadapi kenyataan. Padahal, ujar dia lirih, dirinya mengaku tinggal di daerah pinggiran desa Teras lereng gunung Merapi di Kabupaten Boyolali. Kedatangannya berjualan di samping depan SD, jalanan menuju Keraton Kasunanan Solo, lumayan jauh dari desanya.  Dulunya, ujar dia lirih, sebelum gegeran bakar-bakaran 98, ia bahkan naik speda motor bebek, menuju keraton.

Tardji memang dikenal ulet menjajakan dagangan tradisional mainan anak-anak

“Namanya juga lelakon, apapun harus kami hadapi dengan nerimo. Saya nderek sadean di pinggir jalan samping kraton ini pun berkat uluran tangan Gustiallah. Buat makan dan minum, kadang bawa bekal dari ndeso,” ujarnya, “mau ndak mau ngepit pelan-pelan sejak subuh bawa dagangan ke pinggir keraton. Dulu juga kalau ada sekatenan, jualan. Hasilnya lumayan bisa ganti speda montor bebek ini,” katanya menambahkan.

Menurut dia, bukan hanya dirinya yang berdagang cindera mata di samping keraton Solo. Banyak penjual lain. Meski demikian dirinya mengaku tidak pernah merasa tersaingi. Bahkan, ujar dia menyambahkan, ia acapkali senang saling menjaga saat rekan penjual sedang ke belakang makan di emperan warung Sekolah Dasar Pamardi Siwi. Tardji dan rekannya para penjual akar dan mainan tradisional mengaku beruntung bisa berjualan berdekatan dengan halaman Kamandungan Keraton Solo. Pasalnya, tidak semua orang diperbolehkan menggelar jualan, meskipun di samping tembok keraton.

Mainan anak-anak lawas acapkali dijajakan dari jauh ke keraton Solo (Ist)

“Sambil ngalap berkah panjenengan ndalem sinuwun, kami yang berjualan mainan tradisional akar berbau harum pengusir tikus tetap diperbolehkan. Bisa dibayangkan, kalau kami tidak boleh berjualan, lantas mau maem darimana kalau ndak kerja,” ujar dia menerawang. “Njenengan mau mundut menopo mas, Gasing biar tidak pusing atau akar cendana buat ngusir tikus beneran lhe mas, kalau tikus lainnya itu urusan pemerintah.”

Bila Anda ingin bepergian ke tempat distinasi keraton Solo yang ingin dituju, banyak petunjuk sehingga tak perlu cemas tersesat di jalan. Selain bisa menggunakan angkutan umum kota feeder atau naik BST (Batik Solo Trans) Anda tidak perlu ribet memikirkan transportasi kota. Berhenti di stasiun terdekat, di Balapan atau Purwosari kemudian disambung naik BST jurusan Benteng Vastenburg, jalan kaki tidak terlalu jauh, selesai sudah.

Selain itu, katanya kalian, bila berombongan, naik bus dari luar kota, lebih enakan menuju ke keraton Solo, sembari jajan cenderamata, batu akik, baju batik di Pasar Klewer atau ke PGS (Pusat Grosir Solo) dan pertokoan lain dekat-dekat pemberhentian bus. Melihat-lihat cara membuat gamelan dan toko penjual keris dan cari kaca mripat pun, bisa Anda temui di sepanjang jalan menuju keraton. (thomas / eddy je soe)

Previous Melissa Benoist Ingin Jadi Jurnalis Naik Bus Berdesakan Gratis
Next Jejak Gambar Logo Partai Berlambang Banteng