Mengenang Sang Photograper Kemerdekaan Negara Republik Indonesia


Pembacaan Teks Proklamasi yang diabadikan oleh Photographer Frans Mendur di Jl Proklamasi

Bila Anda masih sangksi pembacaan teks proklamasi dilakukan Bung Karno, lihatlah bukti-bukti photo yang mengabadikan sang proklamator itu memegang kertas di podium depan corong microphone di depan rumahnya, Jalan Proklamasi. Siapakah sebenarnya photographer yang memotret Bung Karno disaat negara masih belum benar-benar aman setelah dijajah Belanda. Bukan hanya saat Bung Karno berpidato membacakan teks proklamasi itu saja yang pernah dipotret sang photographer itu, selain penaikan bendera dan orasi presiden Bung Karno di stadion Ikada –sekarang disebut lapangan Banteng atau tugu Monas– tetapi juga peristiwa-peristiwa penting lain di negri ini.

Pengibaran bendera merah-putih diabadikan oleh Frans Mendur (Ist)

Jangan membayangkan, camera film yang dipakai menjepret peristiwa-peristiwa penting saat itu secanggih digital seperti saat ini, tetapi kedua photographer itu, Alex dan Frans Mendur, cukup memakai camera sederhana. Meski demikian, jelas camera yang dipakainya buatan Jerman, Leica lawas hadiah dari Bung Karno. Tidaklah mustahil bila hasil jepretan dua bersaudara itu tidak bisa dibilang sembarangan mengabdikan dirinya sebagai tukang potrex. Apalagi saat itu, bala tantara Belanda dan Jepang, sangat sengit bila bertemu dengan photographer yang mengikuti pergerakan para pemimpin revolusi. Meski demikian, tidak jarang para penjajah memuji keberanian sang photographer mengabadikan peristiwa-peristiwa penting bagi bangsanya

Berulangkali, Alex dan Frans Mendur mendapat perlakuan tidak nyaman, ketika sedang melakukan reportase sebagai jurnalis sekaligus ngerangkap photographer di koran Jepang. Setelah merdeka, Alex dan Frans Mendur mblirit berpindah ke surat kabar harian Merdeka, yang dibawah komando BM Diah.

Frans Mendur photograher yang mengabadikan pembacaan proklamasi dan pengibaran bendera (coustesy ISt)

Karya Frans Soemarta Mendur, nama lengkapnya, lahir 16 April 1913, mengabdikan dirinya bersama saudara kandungnya Alex Mendur, tak hirau ancaman kompeni Belanda maupun pencabut samurai Jepang, dengan gagah justru dia memamerkan photo-photo saat peristiwa clash bentrokan di lapangan peperangan, membuat kedua negri penjajah angkat tangan memberi hormat. Gambar photografi saat detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, itulah menjadi tonggak sejarah yang diabadikannya

Selain itu, Frans Mendur Bersama Alex Mendur, Justus Umbas, Frans “Nyong” Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, sepakat mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.

Melacak jejak sang photographer sejarah bangsa, kedua orang kakak beradik, Frans dan Alex tidaklah susah dicari. Keduanya merupakan anak Agustus Mendur dan Ariantje Monimbar, yang juga pasangan keluarga photographer kenamaan kala itu. Karya photo kedua anaknya, Frans dan Alex Mendur, tidak hanya sebagai photographer jurnalistik Indonesia yang mengabadikan foto-foto Proklamai Kemerdekaan Indonesia, yang diterbitkan secara resmi pemerintah, tetapi keduanya acap memotret foto ikonik lain dan merekam perjuangan bangsanya. Jadi janganlah heran bila karya-karya mereka dikenang sepanjang masa.

Presiden Sukarno dan wakil presiden M Hatta ketika menemui warga masyarakat, tampak jurnalis senior Adam Malik (sebelah kiri pojok) Courtesy Ist

Perlu pula diketahui, kepiawaian dan instuisi sebagai photographer Frans dan Alex Mendur, sebenarnya tidak bisa dipisahkan profesinya sebagai photograper jurnalistik. Frans Mendur bekerja di surat kabar Asia Raya, saat ia mendengar bahwa proklamasi akan diumumkan oleh Bung Karno di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta. Setelah kemerdekaan, Frans bekerja sebentar di surat kabar Merdeka.

Jauh sebelumnya, Frans bersama saudara lelakinya, Alex, menerima Bintang Jasa Utama pada 9 November 2009 untuk peran jurnalistik foto mereka pada awal republik. Tahun berikutnya, mereka menerima pada 12 November 2010. Sebuah monumen untuk menghormati mereka di kampung halaman mereka di Kawangkoan didedikasikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2013.

Peran photographer di jaman pra kemerdekaan mapun setelah merdeka, rasanya tidak berlebihan bila pantut dihargai dan perlu dilindungi. Bukan hanya oleh aparat keamanan negara, tetapi juga seluruh warga masyarakat yang memahami peran juru photo. Bukan dicemooh dan disingkirkan ketika sedang mengabadikan peristiwa-peristiwa penting, tetapi dihargai sebagai seorang profesional. Tidaklah mustahil, rentetan peristiwa penting yang berseliweran di abad ini perlu disimpan dalam memori sejarah melalui retina camera photographer (eddy je soe / berbagai sumber)

Previous Pilih Ahlinya dan Sulamlah Alis Matamu Biar Mirip Cleopatra
Next Ngadem di Bawah Pohon Ratusan Tahun di Taman Balekambang Gratis

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *