Julia Robert dan Ricard Gere Kelon di Film Pretty Woman


Kisah mengharubiru film lawas Pretty Woman tetap menawan ditonton

Barangkali bagi kalian yang baru menginjak umur tigapuluhan tak mengenal acting menggemaskan Julia Robert berperan sebagai ‘perex’ papan atas dalam film Pretty Women dirilis seperempat abad lalu, pada tahun 1990. Selain Robert, film garapan Garry Marshall juga menyertakan bintang macho Richard Gere. Jangan heran bila simbokmu, kepencut dengan acting Gare bermain tanpa banyak cingcong, tapi mengesankan perannya pantas menempati bintang papan atas Hollywood. Tentu bukan lantaran tampangnya yang flamboyant, tapi memang sejak lama dunia perfilman dilakoninya sejak lama banget bareng-bareng Julia Robert. Jadi jangan salahkan, bila publick di seluruh plosok kota dan ndesomu terkagum-kagum dengan dua actor-aktris berperan ketika film itu dirilis 23 Maret 1990, meraup jutaan dollar.

Sutradara kondang Garry Marshall, tentu tidak akan salah pilih menempatkan Julia Roberts sebagai Vivian Ward, perex panggilan yang acap bergerilya di bar-bar kelas atas ketika membintangi Pretty Women. Bisa dipahami betul peran Roberts dalam film satir ala Amerika Serikat, saat itu dianggap sebagai icon peradaban main gusur perkampungan kumuh yang akan dijadikan kota metropolis. Dan kebetulan, rumah yang akan kegusur itu ditempati Vivian Ward.  Ceritapun digulirkan ketika Edward Lewis, sang pebisnis miliarder di Hollywood Hills dan di New York, berkeinginan mengembangkan biznisnya membangun kota satelit dengan pelbagai fasilitas tempat indehoi bersama gebetan lawasnya. Namun fasilitas yang dipercayakan pada gebetannya itu, justru disalahgunakannya bersama kolega-kolega mereka. Membuat Edward Lewis gamang meneruskan hubungan freesex dengannya, dan memindahkan proyek yang telah matang itu ke kota lain. Ndilalalhnya kok yang ketemu dengan Vivian Ward, yang juga berprofesi sebagai gadis penjaja cinta di suatu bar.

Nah cerita bergulir ketika Edward Lewis ingin halan-halan dari Hollywood Hills, namanya juga diseting miliarder jhe jadi kagak aneh bila, ia mengendarai mobil sport Lotus Esprit dan mampir mendem di Hollywood Boulevard di satu distrik yang banyak dipenuhi bar-resto kelas atas di pinggiran kota. Entah lantaran sedang mendem, kebanyakan nenggak minuman memabukkan, ia guabrusan dengan Vivian Ward, perek alim yang sedang mikirin rumahnya akan digusur perusahaan Edward Lewis. Gara si Edward Lewis kagak bisa bawa mobil sport barunya, dia minta tolong disopiri Vivian Ward menginap di sebuah hotel mewah di luar tempat kerjaan Vivian Ward.

“Gwe gak bisa berlama-lama nemuin mister, nanti kalau dipecat dari tempat kerjaan dan rumah kami digusur, saya gak bisa berteduh,” kata Vivian Ward. “Santai saja sistra, jangan takut ntar saya yang atur, biar rumahmu tidak digusur,” kata Edward di dalam kamar Regent Beverly Wishire hotel sembari menyodorkan dollar segepok. Bukan lantaran ia ingin memanfaatkan kecantikannya yang semlohai, Vivian menerima tawaran 3000 $ kencan menemani Edward berperan sebagai sekretaris perusahaannya sampai hengkang kantor miliknya menghindar kakejenuhan kisruh dalam rumah tangganya hingga mereda. Bukan hanya itu, selain memperoleh reward Vivian Ward pun menerima seabrek pakaian kinyis-kinyis dan perhiasan mahal tak tertafsir harganya.

Tentu keberanian Vivian sebagai perex memperoleh bimbingan tentang etika dan sopansantun sang managar hotel Barney. Kepiawaian bermetamorfosis dari background cerita detail Vivian sebagai waiter yang geleman itu, mengesankan Edwad ketika mendengar detail kehidupan masalalu pribadinya, hingga mempercayakan pengelolaan biznis kantornya kepadanya. Kisah perex yang jatuh cinta dengan pria kaya mengharukan, bagi Vivian membuat dia melanggar aturan yang disepakatinya “dilarang berciuman dan ngesex” dengan Edward. Sehabis ngesex dengan Edward, yang dikira tertidur, Vivian mengakui kalau ia mencintainya. Mendengar bisikan itu, Edward menawarinya keluar dari dunia hitam jalanan dan menjadikannya sebagai isterinya, tapi ditolak. “Ini bukan akhir sebuah dongeng masa kecil gwe yang diselamatkan kasatria di atas kuda putih. Sumpah saya tidak mau.” (eddy j soetopo / berbagai sumber)

Previous Kembali ke Era 70-an Siapa takut?
Next Bukan Helm Biasa, harganya 250 Juta buat kerja Mengelas Kapal Bawah Laut

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *