Tarian Kucing Sekarat Minamata Bisa Terjadi Pada Penambang Emas Tradisional


Inilah korban keracunan Mercuri dari limbah yang dibuang di teluk Minamata, Jepang oleh pabrik modern Chisso (courtesy pic W Eugene Smith)

Andai saja waktu itu tidak ada kucing makan ikan dan seminggu kemudian si kucing terlihat menari-nari. Jangan pula dibayangkan tarian erotis, tapi tarian kucing sekarat. Hati-hatilah bila Anda ngeliat kucing suka menari, batuk-batuk kemudian tewas, sebaiknya segera lapor dan perlu diteliti apa sebabnya. Kematian kucing, kalau terjadi saat ini bisa dijadikan bahan mroyek, selagi seluruh dunia dihajar pandemi covid-19 alias virus corona dengan mengatakan, kucing kesambet virus. Jadi deh proyek apus-apus.

Nah cerita kucing flay –istilah anak baru geblek yang doyan narkoba and nyabu– terjadi di Jepang, bukan lantaran kucing lagi mendem. Hal sama juga dialami orang di sekitar pabrik modern Chisso di Jepang. Tadinya warga setempat tak mengetahui gejala kucing menari setelah makan ikan hasil tangkapan nelayan pinter menari, sebelum sekarat dan kemudian mati. Ndak tahunya, si kucing yang maem ikan atau kerang teracuni methylmercury dalam limbah termakan kucing sisa makanan.

Korban mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar merkuri dari limbah yang dibuang di teluk Minamata oleh perusahaan raksasa Chisso (courtesy pic W Eugene Smith )

Cilakanya bukan hanya kucing yang teracuni ikan dari limbah pabrik Chisso, tetapi orang yang berada di dekat lokasi pabrik dan mengkomsumsi ikan tercemar. Awalnya penduduk setempat judeg setengah mati, lantaran tidak mengetahui kalau kematian kucing dan juga menyebabkan penduduk pengkonsumsi ikan pun juga mengalami serupa itu disebabkan teracun logam-logam berat kimiawi.

Harap maklum, yang namanya pabrik canggih bin modern Chisso di negeri samorai, sembrana membuang limbah ngelepasin methylmercury dalam air limbah industri kimia Chisso Corporation sejak 1932 hingga 1968. Entah disengaja atau tidak, limbah industri itu tak orang yang mudeng diglondorin ke teluk Minamata dan di Laut Shiranui. Nah lho jelas kerang, ikan dan biota laut tercemar limbah air yang sangat beracun yang menyebabkan sindrom neurologis lantaran keracunan merkuri parah. Silakan kalau eLoe kagak percaya, pigi’o ke Minamata di Jepang sana, cobain geh.

Methylmercury exposure in humans is from consumption of fish, marine mammals, and crustaceans. 95% of fish-derived methylmercury is absorbed into the gastrointestinal tract and distributed throughout the body. Highest in concentration in hair.

Pingin tahu gejalanya, tapi jangan nanya kucing yang sekarat setelah makan ikan, kemungkinan besar ataksia, mati rasa di tangan dan kaki, terjadi kelemahan di otot hampir seluruh bagian tubuh eLoe tentu, juga penyempitan bidang penglihatan, pendengaran terganggu bahkan budeg (baca: ingat bukan gudeg). Dalam kasus ekstrim, bisa jadi eLoe jadi kenthir, lumpuh, koma tanpa titik, dan mampus dalam beberapa hari setelah muncul gejala penyakit yang dikenal dengan sebutan Minimata Sindrome.

Meskipun minimata syndrome ditemukan di Kota Minamata, Kumamoto Jepang pada tahun 1956, hampir 60 tahun lalu, toh persoalan keracunan mercuri sungguh sungguh perlu mendapat perhatian secara seksama dan hati-hati. Pada Maret tahun 2001, tercatat 2.265 korban telah diakui secara resmi oleh pemerintah Jepang, dan 1.784 di antaranya meninggal. Lebih dari 10.000 telah menerima kompensasi finansial dari Chisso, pada tahun 2004 Chisso Corporation telah membayar $ 86 juta sebagai kompensasi, pada tahun yang sama diperintahkan untuk membersihkan kontaminasi. Hingga kini gugatan klaim soal kompensasi terus berlanjut.

Penyantap ikan terpapar limbah merkuri di laut yang tercemar (courtesy the Independent)

Belum lagi clear gugatan warga terhadap pemerintah dan perusahaan multinasional itu, wabah penyakit Minamata terjadi di Niigata pada tahun 1965. Kedua sindrome penyakit minamata maupun Niigata Minamata dianggap sebagai persoalan polusi terbesar di Jepang dan menjadi perhatian dunia. Apalagi sejak pertama kali Chisso Coorporation pertama kali membuka pabrik kimia di Minamata pada tahun 1908, persoalan gugatan terus berlangsung dan dikawal media masa nasional Jepang dan dunia.

Perlu diketahui, memang awalnya Chisso Coorporation memproduksi pupuk, pabrik tersebut mengikuti perluasan industri kimia Jepang secara nasional, bercabang menjadi produksi asetilena, asetaldehida, asam asetat, vinil klorida, dan oktanol. Pabrik Minamata menjadi yang tercanggih di seluruh Jepang, baik sebelum maupun setelah Perang Dunia II.

Produk limbah yang dihasilkan dari pembuatan bahan kimia ini dibuang ke Teluk Minamata dalam air limbah pabrik. Tak pelak, polutan tersebut berdampak pada lingkungan. Perikanan rusak dalam hal tangkapan berkurang dan sebagai tanggapannya Chisso mencapai dua perjanjian kompensasi terpisah dengan koperasi perikanan pada tahun 1926 dan 1943. Bisa dibayangkan, pertama kali memulai produksi asetaldehida pada tahun 1932, telah memproduksi 210 ton pada waktu itu. Tahun 1951, produksinya melonjak menjadi 6000 ton per tahun, jadi lebih dari 50% dari total produksi Jepang.

Photographer W Eugene Smith, yang berani mengungkap reportase kasus Minamata,

Sebagai bahan katalis memproduksi asetaldehida digunakanlah merukri sulfat. Lantaran reaksi samping siklus katalitik, prosesny menyebabkan produksi sejumlah kecil senyawa organik merkuri, yaitu metil merkuri. Okay. Jangan salah sebut, Fredy Mercury, itu mah udah almarhumah penyanyi top. Cilakanya senyawa yang sangat toksik itu dilepas ke Teluk Minamata sejak awal produksi pada tahun 1932 hingga 1968.

Dalam penelitian mendalam, ditemukan sampel rambut diambil dari korban dari penduduk Minamata, kadar merkuri maksimum tercatat 705 bagian per juta (ppm), hal itu menunjukkan tingkat paparan sangat berat. Sedangkan penduduk Minamata lain yang tidak bergejala, tingkatnya 191 ppm bila dibandingkan dengan rata-rata 4 ppm hasil penelitian pada orang yang tinggal di luar wilayah Minamata.

Pada 12 November 1959, Sub-komite Keracunan Makanan Minamata dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan menerbitkan hasilnya: “Penyakit Minamata adalah penyakit keracunan yang terutama menyerang sistem saraf pusat dan disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang dalam jumlah besar yang hidup di Teluk Minamata dan sekitarnya, penyebab utamanya adalah sejenis senyawa merkuri organik.”

Selama penyelidikan oleh para peneliti di Universitas Kumamoto, zat penyebab diidentifikasi sebagai logam berat dan secara luas dianggap bahwa tanaman Chisso adalah sumber kontaminasi. Temuan para peneliti juga didukung dokumentasi fotografi sejak awal tahun 1960-an. Shinsei Kuwabara, mempublikasikan hasil jepretannya di Fuji Photo Salon Tokyo pada tahun 1962. Jelas karya photografi dia membuat geger dunia setelah dibukukan dalam antologi bukuny yang pertama terbit di Jepang pada 1965. Selain itu karya esai yang sebenarnya mencengangkan dilakukan oleh W Eugene Smith bersama istri Jepan-nya tinggal dari tahun 1971 hingga 1973. Rasanya jurnalis photografi pun amat pantas dihargai kinerja-kinerja profesional mereka.

Adakah photo jurnalis kita berani menggambil gambar di penambangan emas yang ddan pengolahan tradisional maupun modern, menggunakan mercuri dan limbahnya dibuang sembarangan? Siapa tahu banyak warga yang telah mengalami sindrom tarian kucing sekarat seperti yang terjadi di Minamata, dan dinas kesehatan maupun lingkungan membiarkannya. Entahlah. (berbagai sumber / eddy j soe & nicole dari Moscow)

Previous FX Rudyatmo, Politisi Pinggir Kali Rumahnya Pernah Digusur Berulangkali
Next In Memoriam: 'The Liang Gie Si Perfectionist yang Sederhana'

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *