Enampuluhan lukisan ikan Koi menempel di dinding Galeri Seni Rupa, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo selama dua hari. Bukan lukisan sembarangan, yang dipamerkan perupa Widoyo ‘Ndoyo’, tapi keahlian menyemprotkan medium cat melalui pelbagai perangkat di atas canvas. Orang menamainya sebagai seni kontenporer airbrush on canvas, teknik nyemprat-nyemprot cat.
Meski banyak pengamat seni menyayangkan pameran airbrush Ndoyo, nama beken perupa asal Solo, dibatasi waktu hanya dua hari, toh banyak pengunjung berdecak kagum atas karya seni nan rumit hasil olah terampil tangan dia.
Banyak seniman yang menekuni seni lukis menggunakan medium cat di atas canvas, tetapi hanya sedikit perupa berani bereksperimen mamakai alat penyemprot pena airbrush. Selain lebih rumit biasanya para seniman tidak tahan dengan pekerjaan yang mereka anggap membuang waktu.
Kegigihan Ndoyo dalam menekuni genre seni baru seperti airbrush, menurut perupa senior Bonyong Munny Ardhie, pantas ditiru generasi pelukis muda Solo bila ingin mengembangkan ekspresi berkesenian. Tidak harus melulu berada di jalur seni lukis gaya lama berkutat memakai tube cat minyak dan kanvas.
“Tetapi bisa bereksperimen seperti yang dilakukan Ndoyo dan seniornya seniman airbrush Suryanto Beton. Kegigihan Ndoyo dalam menekuni airbrush pantas kita acungi jempol. Bagaimana tidak, ia selama tiga tahun belajar di sanggar Suryanto Beton hanya untuk membersihkan pena cat airbrush,” ujar dia dalam katalog yang dibagikan di ruang pamer.
Teknik airbrush, ujar seniman lukis Saifudin Hafiz, sungguh sangat rumit bila dibandingkan dengan teknik seperti kebanyakan seniman saat melukis dengan media kanvas atau cat air dan akrilik. Jangan mengganggap gampang karya seniman lukis airbrush lantaran tinggal menyemprotkan cat minyak yang telah tersedia di toko.
“Anggapan seperti itu keliru. Melukis dengan airbrush, tidak semua orang bisa melakukannya. Jangan beranggapan kalau sudah tersedia pilox lantas mudah menggambar. Tidak seperti itu. Meski pun nyaris sama proses melukisnya, menyemprotkan cat berwarna-warni dengan teliti,” papar Udin.
Apa yang dikatakan Saifudin Hafiz maupun Bonyong Munny Ardhie tak bisa dipungkiri. Lihat saja karya-karya Ndoyo yang ditempelkan di dinding ruang pamer. Meski hampir seluruh karya Ndoyo mengelar topik ikan Koi, toh secara keseluruhan sangat detail. Guratan pena airbrush dengan kompresor sebagai pengatur tekanan memuncratkan warna-warni, sangat jelas tertoreh di atas kanvas sangat prima.
Sapuan pena airbrush yang ditorehkan Ndoyo bertajuk “Ngentosi” berukuran 100 x 150 cm sangat inspiratif dan yang menggambarkan seorang anak kecil dikelilingi ikan koi dengan latar belakang potret gambar tokoh pewayangan di jaman purba. Lain lagi dengan “Udan Watu” karya lain Ndoyo, membuat penonton mau tidak mau mbrebes-mili air matanya.
Bagaimana tidak, ketika negeri ini dilanda hujan bom, Ndoyo mengekspresikan karya seni yang menggambarkan perempuan berkerudung dengan mata merah di dalam air dikelilingi ikan Koi. Tafsir itulah yang dilihat dari sang pelukis ketika menorehkan gagasan visual sebelum sesuatunya terjadi. Mudah-mudahan tidak akan terjadi lagi, udan watu di negerimu
Membandingkan karya seni Ndoyo yang kadung kepencut menyemprotkan cat di atas kanvas, dengan teknik plototan, tak bisa dipungkiri karya-karya mirip karya art street pengguna cat tabung pilox. Memang sah-sah saja, sang seniman memakai peralatan modern, sembari menuangkan ide-ide liar di atas kanvas; lantas apa bedanya dengan karya pelukis bak truk dan corat-coret gravity di atas tembok jalanan.
Di parapet pinggir bengawan Solo, misalnya, bisa saja mereka mengklaim sebagai seniman airbrush kontenporer, tak harus memajangkan karya lukis dengan pendekatan teknik penyemprotan seperti yang dilakukan Ndoyo. Pertanyaan nakalnya, jangan-jangan pameran Ndoyo Menafsir Koi, juga merupakan bagian hoki sang pelukis, usai menggarap mural di tepi bengawan. Yang jelas, seperti pesan yang disampaikan sang pelukis, Ojho Kakehan Cangkem! (eddy je soe/thomas desanto)
No Comment