Sosok pengajar yang satu ini jangan disamakan dengan dosen di negeri manapun. Selain gelar doktor yang disandangnya jarang dimiliki kaum perempuan penyandang gelar akademisi di perguruan tinggi lain. Selain itu kedekatannya dengan para mahasiswa, tanpa sekat birokratis, memberikan bimbingan tak terbatas diluar jam mengajar dibidang cakupan astronomi, diluar keilmuwanan yang ditekuninua, menjadikan dirinya mudah bergaul dengan mahasiswa. Dirinya tak membatasi ketika didatangin mahasiswa-mahasiswi berkonsultasi soal dunia perbintangan, matakuliah yang diajarkannya di depan kelas setelah usai kuliah, tetapi juga kongkow² tentang filsafat . Bukan hanya itu, Karlina Supelli, nama sang dosen itu, dirinya pun acap diajak berdiskusi tentang hal² yang menyangkut persoalan hak asasi manusia dan demokrasi negara² di luar Indonesia. Tak hanya itu, Karlina pun acap didaulat ikut dalam gerakan menentang penindasan yang dilakukan rezim diktator, sebelum tumbang pada reformasi kala itu
Karlina menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di Yuwati Bakti Sukabumi dan meneruskan di Sekolah Menengah Atas II di Bandung, hingga kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (MIPA) di ITB, jurusan astronomi hingga menyabet gelar sarjana sains pada 1981. Jangan heran bila sekripsi yang diselesaikannya bikin deg²an para pengujinya lantaran menyoal “lubang hitam” alias black-hoal yang belum banyak diketahui para ahli maupun pembimbingnya. Judul skripsi yang situlisnya sewaktu di ITB, “Runtuh gravitasi: Singularitas dan Problema Lubang Hitam” membuat banyak teman²nya kala itu gelèng² kepala. “Bagaimanapun, ujar salah satu mantan mahasiswa ITB, Moh Irsya Sauman, acap dipanggil Misau dilapangan, sekripsi beliau bikin takjub. Apalagi menyoal black-hoal yang tak banyak diketahui mahasiswa lain dan dosen,” katanya dihubungi sewaktu ikut demostrasi 1998 di gedung DPR-MPR kala itu.
Tidaklah mengherankan, ujar Misau rekan aktivis, toh gelar Karlina Supelli yang telanjur menekuni jagat astronomi, dunia perbintangan di langit, terselesaikannya di universitas luar negeri. Di sela-sela kesibukannya berbaur dengan para aktivis prodemokrasi saat menumbangkan sang diktator orba, Karlina dapat menyelesaikan gelar doktor astronomi di University College Of London, di Ingris. Meski demikian, dirinya masih saja ingin menuntaskan obsesinya meraih gelar doktor filsafsat di Universitas Inndonesia pada 1997. Desertasi yang diuji di hadapan para gurubesar di UI tentang “Wajah-Wajah Alam Semesta, Suatu Kosmologi Impiris Konstruktif di Universitas Indonesia (UI)” dihadiri dua promotornya yakni Prof Dr Ing BJ Habibie dan Prof Dr Toeti Herati Roosseno; memperolah penghargaan tinggi. Kepeduliannya pada persoalan kemanusiaan dan kesetaraan gender, bersama rekan² aktivis perempuan lain kala itu, tak mungkin ditepis dan dielakkan para pemenang kontestasi pemilu tahun lalu orde baru qaupun pemenang kali ini. “Merekalah yang berjasa dan kemudian menjauh, meski karya-karya mereka membuahkan hasil. Sebaiknya memang berada di pinggir dan tetap kritis menyikapi persoalan di negri ini,” ujar aktivis dan jurnalis lawas, Je Soe, lebih baik tetap menjadi dosen di STF Driyarkara.
BIarkan para aktivis muda dibri kesempatan berkiprah membela rekan²nya dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusian dan gender di negeri ini. Jangan sampai mereka dihalangi dan dicegah berorasi dan berekspresi. Menurut Je Soe, bila di negri ìni akan melakukan tindakan represif pada para aktivis prodemokrasi, jelas pemimpinnya telah melupakan perjuangan aktivis masalalu. Jangan sampai legalitas regime penindas tetap lekat pada pribadi mereka yang dipilih rakyatnya. Biarkan bunga² berkembang dan bermekaran dikemudian hari.
courtesy pic all Ist | and pic Arry Amanda pic
No Comment