Stewardess Railway Haruskah Minder?


Pramugari kereta api super cepat di China senang membantu dan tidak minder (cortesy China Morning Herald)

Profesi mereka memang sama, pramugari pesawat dan kereta api, namun nasib kedua pekerja itu berbeda. Bak bumi dan langit. Di Negara mana pun, toh kedua profesi mulia itu, tetap berbeda dalam hal mengaji karyawan moda transportasi di darat dan udara. Haruskah mereka minder? Tidak harus

Jarum jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Hembusan air conditioner (AC) membuat malam di dalam gerbong Kereta Api Argo Dwipangga begitu dingin. Disaat sebagian besar penumpang terlelap, di kesunyian gerbong ditingkahi gemuruh laju kereta, Lidya, nama pramugari tertera di nametag itu dituntut sigap melayani keinginan penumpang memesan makan dan minum selama perjalanan.

Para pramugari Kereta Api super cepat di China bangga dengan profesi mulia (courtesy China Post)

Malam itu, ia membawa baki berisi segelas minuman dan sepiring makan pesanan penumpang, tanpa kehilangan keseimbangan menyusuri gerbong kereta yang bergoyang. Lidya dan teman seprofesi bekerja tak kenal lelah meski harus mondar-mandir dari gerbong ke gerbong lain. Bahkan harus melawan kantuk selama delapan jam perjalanan sejak dari Solo Balapan hingga di stasiun Gambir. Menurut Lidya, tugas pramugari kereta tidak berbeda dengan pramugari pesawat terbang.

“Kami seprofesi dengan pramugari udara, dituntut sebagai memberi pelayanan terbaik dan memuaskan penumpang. Mengantar pesanan makanan dan minuman serta memberi bantuan kepada penumpang selama perjalanan,” ujar dia tahun lalu, “kalau sekarang lebih enak. Gerbong kereta lebih bagus dan bersih. Tahun lalu sebelum direnovasi banyak gerbong dan penataan managemen, jelas lebih rekoso dibanding sekarang.”

Stasiun Kereta Api lawas Jebres peninggalan masa lalu

Untuk menjalani profesi sebagai pramugari kereta bukan perkara mudah, ujar dia menambahkan, paling tidak harus berpenampilan menarik dan punya wajah cantik atau ganteng. Selain itu, secara fisik seorang pramugari atau pramugara harus memiliki tinggi badan lebih dari 160 Cm untuk wanita dan 170 bagi pria.

“Tentu harus lulus tes dan pelatihan yang diadakan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Selain tes tertulis dan wawancara, semua harus mengikuti pelatihan selama tiga bulan,” ujar dia, “saya ikuti pelatihan karena itu bagian dari seleksi calon karyawan.”

Melihat sekilas penampilan pramugari kereta api, tak terlihat kesan sedikit pun mereka menderita. Bukan tanpa sebab, penampilan mereka perlente, Lydia maupun Iin dan kawan-kawanya di Argo Dwipangga misalnya. Ia mengenakan stelan blazer warna biru dipadu dengan celana panjang biru juga. Tak heran jika masyarakat menganggap pramugari sebagai profesi yang bergelimang dengan uang.

Salaray pramugari kereta api siapa yang mau peduli

Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Upah yang diterima pramugari tidaklah besar. Menurut seorang pramugari kereta yang setiap hari hilir mudik Surabaya-Jakarta yang tidak mau disebutkan namanya, setiap bulannya ia menerima upah setara dengan upah minimum regional. Menurutnya, upah tersebut tidak sesuai dengan pekerjaan yang harus mereka lakukan.

Menurutnya, tidak hanya dalam perjalanan, selama persiapan hingga tempat tujuan, mereka dituntut bekerja. Dalam keadaan normal, mereka harus sudah siap dua jam sebelum kereta berangkat. Berdiri di depan pintu gerbong dan memberikan bantuan kepada penumpang sebelum kereta bertolak dari stasiun keberangkatan. Setibanya di kota tujuan, mereka hanya bisa beristirahat sejenak. Kemudian sore harinya sudah harus berangkat lagi.

Pulau Jawa sebagai kota destinasi wisata budaya perlu berbenah layanan kereta api

Padahal, dalam perjalanan, mereka harus wara-wiri dari gerbong-ke gerbong. Membagikan makanan, selimut, atau mengantar makanan yang dipesan. Meraka harus bolak-balik dalam memberikan layanan bagi penumpang. Misalkan dihitung, entah berapa kilometer jarak yang mereka tempuh selama setiap harinya selama bekerja di atas kereta.

Mereka juga mengaku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Sebut saja namanya Syahril. Menurut pengakuannya, ia pernah ditodong oleh penumpang karena dianggap terlambat ketika mengantar makanan. “Seorang penumpang bahkan pernah menodongkan pistol ke rekan saya, hanya gara-gara terlambat mengirim makanan yang dipesan,” ujarnya, “tapi waktu itu bekerja di kereta api Senja Utama tahun 80-an.”

Lain lagi dengan yang dialami Agus. Lorinya pernah ditendang dengan kasar oleh penumpang. Sebabnya juga hanya persoalan sepele. Saat berjalan, lorinya menyenggol salah seorang penumpang. Menurutnya, lori tersebut susah berjalan karena terhalang travel bag penumpang. Karena menghindari travel bag, lori seberat lebih dari 50 kg tersebut justru menabrak penumpang.

Contohlah Perdana Menteri David Cameron ke kantor naik Kereta Api dengan santai (courtesy Reuters)

Menurut mereka, penghargaan penumpang terhadap pramugari sangat minim. Tak sedikit penumpang yang kebanyakan dari kalangan atas tersebut berperangai penuh emosional. “Teman saya pernah menangis gara-gara dimaki-maki penumpang. Kamu ini kan di sini hanya pelayan. Jadi melayani yang benar. Dibayar berapa sih!” kata Lydia menirukan ocehan seorang penumpang yang marah pada rekannya itu.

Omelan penumpang semakin banyak diarahkan pada mereka saat kereta api mengalami keterlambatan. Padahal, keterlambatan kereta sama sekali tak terkait dengan tugas mereka. Belum lagi jika ada toilet yang bau, atau mesin pendingin yang rusak. Meski itu semua bukan tanggung jawab mereka, penumpang tidak mau tahu, dan justru melampiaskan amarah pada pramugari. Merekalah yang selalu kena damprat penumpang.

Mantan Walikota Solo, yang kini menjadi presiden, menaruh perhatian terhadap moda transportasi kereta api

Menurut Lydia, dirinya hanya bersikap wajar menghadapi penumpang. “Penumpang adalah raja, titik. Itulah semboyan kami semua. Karena raja, harus dilayani sebaik-baiknya,” terang Lydia. “Tapi meski raja, kami berharap penumpang tidak berubah menjadi raja yang sewenang-wenang. Kami toh juga manusia. Punya rasa sedih, tersinggung, mengkal dan sebagainya. Kami dibayar tidak untuk dimaki-maki,” ujarnya menambahkan.

Hal senada diungkapkan Iin. Bahkan menurutnya, tidak hanya sabar menghadapi penumpang juga sabar menghadapi resiko bekerja yang memakasanya untuk begadang semalam suntuk. Kalaupun bisa memejamkan mata, itu tidak lama. Ruang istirahat pun hanya ala kadarnya, berupa ruangan sempit berukuran dua kali dua meter yang diisi lima orang. “Jadi kalau sedang bertugas, istirahat dan tidurnya mencuri-curi waktu kalau sedang kosong tugas di dalam kereta” terang iin.

Bagi mereka yang laki-laki lebih parah lagi. Tidak ada ruang istirahat untuk mereka. Jika ingin meluruskan badan barang sejenak, mereka harus mencari tempat kosong. Seringkali mereka harus melepas penat di tempat sekenanya karena kereta penuh. Restorasi yang biasa menjadi wilayah mereka seringkali dipakai penumpang.

Namun di luar hal itu semua, menurut Iin dan teman-temannya, merasa cukup enjoy dengan pekerjaan yang mereka geluti tersebut. Mereka merasa senang bisa bertemu dengan banyak orang dari lapisan sosial menengah ke atas seperti artis ataupun tokoh-tokoh nasional yang sering menggunakan jasa kereta api. “Saya pernah bertemu dengan rombongan grup Sheila on 7,” terang Lidya maupun Agustin berbagi cerita.

Pengakuan berbeda datang dari Iin. Menurutnya, ia merasa senang karena banyak membantu orang lain. Pernah pula ia membantu seorang nenek dari India yang kerepotan. Ia membantu nenek tersebut mengangkat barang-barang bawaannya.

“Ketika turun di stasiun tujuan, nenek itu memberi manisan sebagai tanda terima kasih-nya,” ujar dia, “menurut cerita nenek dari India pramugari Indonesia lebih ramah dan suka menolong dibandingkan pramugari dari negara-lain.”

Bisa dimengerti keluhan penumpang kereta api jarak jauh berkeluh kesah bila anik moda transportasi kereta api di Indonesia. Menurut Nicole, contributor sarklewer.com di Jerman, ngomel bisa dimengerti. Apalagi moda angkutan masal kereta api di negeri Indonesia masih belum semaju di Jerman, Jepang atau di daratan China misalnya.

“Di negara maju, sistem pengelolaan managemennya telah tertata rapid an menghargai pramugari kereta. Tidak membeda-bedakan bayaran dengan pramugari pesawat udara. Termasuk layanan di dalam kereta, pramugarinya sangat cekatan, sopan dan digaji hampir sama dengan pramugari pesawat udara. Mereka tidak minder. Saya pernah ketemu dengan pramugari kereta cepat di Nanning Railway Station. Mereka tidak minder dan rendah diri.” (crew investigasi/nicole dari Jerman)

Previous Si Sexy Dua Lipa Lagi Ngehit
Next Mawar Merah Sherri Hill

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *