PLT-Sa Wujud Nyata Filosofi 3-wmp Pemkot Solo


Mengoptimalkan sampah menjadi energi listrik

Memasuki tahun ketiga filosofi 3WMP tetap menjadi pedoman arah pembangunan jangka panjang2005-2025 menuju Solo sebagai Kota Budaya, Mandiri, maju dan sejahtera. Itulah sebabnya pelbagai pembangunan prasarana dan sarana terus-menerus dilanjutkan secara simultan.

Pembangunan Rumah Deret di beberapa tempat maupun Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa), sebagai perwujudan filosofi 3-WMP (Waras, Wasis, Wareg, Mapan dan Papan) salah satu contoh nyata. Tidak hanya prasarana untuk keperluan Papan’ –tempat tinggal– yang diwujudkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, tetapi penyediaan prasarana dan sarana menyehatkan seluruh warga kotanya pun telah pula berdiri dan terus dilanjutkan pembangunan rumah sakit lainnya sedang digarap di Semanggi.

Menumpuk sampah di kawasan Putri Cempo menjadi bahan pembangkit tenaga sampah yang sedang dikembangkan (credit pic eddy je soe)

Tak bisa dipungkiri, penyediaan sarana maupun prasarana kesehatan, menjadi prioritas unggulan yang dikedepankan terlebih dahulu agar warga Solo tetap sehat secara fisik dan mampu menjalankan kewajibannya memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu Pemerintah Kota Solo juga telah memberikan fasilitas pendidikan bagi sekolah menengah kejuruan maupun sekolah dasar melalui pembangunan gedung prasarana dan sarana laboratorium pendidikan.

Kepastian menempati tanah dengan jaminan kepemilikan sertifikat juga telah diberikan kepada warga yang dulunya menempati bantaran sungai Bengawan Solo maupun tempat lain. Pemerintah Kota Solo juga telah dan sedang mengembangkan dengan menstimulan pinjaman modal bagi para pelaku biznis kecil menengah ekonomi kreatif warga miskin di pinggiran kota.

Kondisi di sekitar TPA Putri Cempo perlu memperoleh perhatian khusus (cedit pic eddy je soe)

“Berulangkali pemerintah telah memberikan stimulant pinjaman lunak bagi para pedagang kecil dan menengah untuk pengembangan ekonomi kreatif warga miskin kota di pinggiran kota. Kita dorong mereka berdagang dan memberi kesempatan menempati di Galabo dan di Pucangsawit,” kata walikota Hadi Rudyatmo beberapa waktu lalu.

Bukan hanya itu yang pernah dilakukan pemerintah kota Solo untuk mewujudkan warga masyarakat sejahtera. Di bidang kelistrikan, yang tidak menjamin keajegan hidup dikelola PLN (Perusahaan Listrik Negara), pemerintah kota Solo juga ikut mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLT-Sa) di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Putri Cempo. Itu semua menunjukkan kepedulian walikota terhadap kelancaran penerangan umum sebagai penunjang dunia pendidikan.

Secara fisik pembangunan gedung PLT-Sa yang dikembangkan tenaga ahli konsorsium dari BPPT bersimbiosa dengan dunia usaha di area TPA Putri Cempo, menurut Walikota Rudyatmo, diharapkan rampung pertengahan tahun 2019.  Hal lain terkait dengan jual-beli, antara kontraktor dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) nantinya pihak terkait yang akan berkoordinasi.

Kepastian berusaha bagi perajin kecil telah memperoleh perhatian serius dari pemerintah (credit pic eddy je soe)

“Akan lebih bagus lagi bila PLN tidak berkeberatan membeli listrik dari dunia usaha yang ditawarkan ke mereka. Acuannya kan ada instruksi dari presiden. Tinggal hitung-hitungan antar mereka. Pemerintah kota akan bertindak sebagai pihak netral. Meski pun lahannya tetap milik pemerintah,” ujar Rudyatmo.

Bila pembangunan PLT-Sa di Putri Cempo berhasil ‘meniru’ model PLT-Sa yang telah dimulai pembangunannya di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, sebagai pilot project pengelolahan sampah secara termal dalam kerangka percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional (Perpres no 58/2017)

Menurut Kepala BPPT Unggul Priyanto‎, penerapan teknologi PLTSa dirasa perlu karena merupakan teknologi yang terbaik ketimbang dengan pengolahan sampah dengan sistem sanitary landfill (penumpukan sampah dan dilapisi tanah merah). PLTSa ini, sambung dia, ramah lingkungan dan dapat menghabiskan seluruh jenis sampah dengan skala cukup besar.

“Masalah sampah adalah masalah kita semuanya.‎ Pada umumnya, pengolahan sampah menerapkan sanitary landfill yang berpotensi terjadinya pencemaran lingkungan berupa gas metane yang dapat merusak lingkungan hingga dua kali dari CO2 (karbon dioksida),” ujar Unggul Priyanto seperti dikutib beberapa media.

Dia berharap dengan dibangun PLTSa dapat menjadi model alternatif pengolahan sampah di kota besar di Indonesia. Khususnya yang memiliki kendala dalam lahan. Sebagai contoh, pembangunan PLTSa di TPST Bantar Gebang yang hanya memakan lahan 7. 000 meter persegi, nantinya mampu membakar semua jenis sampah hingga 50 ton per hari dan dapat mengahasilkan listrik hingga 400 kilo watt (Kw).

“Kita harapkan, jika PLTSa ini berhasil sukses dan bisa diperbesar, dapat diterapkan di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Mesin PLTSa yang bakal dibangun hingga selesai Desember 2018, sambung dia, beroperasi dengan cara membakar semua jenis sampah di dalam suhu yang mencapai di atas 950 derajat. Bahan baku sampah yang akan dibakar pun mencapai 50 ton per hari dan hasil pembakaran ini akan menimbulkan uap air yang akan diolah untuk menggerakkan turbin generator sehingga menghasilkan listrik berkapasitas 400 Kw.

Pembangunan PLTSa di Bantar Gebang akan segera dioperasikan awal 2019 (courtesy sctv.com)

Tak hanya itu, asap pembakaran akan diolah sedemikian rupa hingga tidak menyebabkan polusi udara. Lalu, air lindi sampah juga diproses dengan baik sebelum disalurkan, sehingga dapat mewujudkan program ramah lingkungan dan meminimalisasi dampak dari pengolahan sampah tersebut.

“Ini adalah teknologi yang sudah proven yang telah diterapkan di negara maju seperti Jepang, Jerman dan negara Eropa lainnya,” katanya,

Di tempat sama, Sekda Pemprov DKI, Saefulloh, menyambut baik penerapan teknologi pengolahan sampah ini. Apalagi, kata dia, kelebihan teknologi ini adalah tidak memerlukan lahan yang luas. Namun, mampu mengurangi sampah dengan cepat.

“Area yang dibutuhkan lebih kecil, sekitar 7.000 meter persegi saja. Kita akan lihat kesuksesannya. Nanti, bisa saja kita anggarkan dan kita buat di tiap Kecamatan. Sepanjang emisinya, tidak mengganggu masyarakat, bisa kita buat dimana saja,” kata Saeffuloh.

Ia berharap, agar program PLTSa ini dapat segera terwujud. Sebab, TPST Bantargebang saat ini cukup kelimpungan dengan menampung sampah sekitar 7.000 ton per hari, yang dibawa 1.200 truk setiap harinya.

“Dengan hadirnya teknologi ini dapat membantu masyarakat terhadap dampak pengolahan sampah. Bersama BPPT akan kita lakukan meminimalisasi dampak dari pengolahan sampah bagi lingkungan sekitar,” ujarnya (tim indepth/eddy je soe)

Previous Lady Gaga Digebet Cooper Dalam Film Star is Born
Next Sar Triwindu Solo Riwayatmu Dulu

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *