Susahnya Mengubur Sampah Satelit di Angkasa


Tahukah Anda limbah sampah paling berbahaya sebenarnya berada di ruang angkasa? Bukan sampah sembarang sampah. Tapi sampah logam berat yang terkontaminasi kumpulan partikel di luar jagad raya. Selain jenisnya bermacam-macam seperti besi, titanium, tembaga, magnesium, alumunium maupun jenis lain, sampah ini pun beratnya berton-ton.

Bayangkan, bila sampah di ruang angkasa, bernama satelit, itu jatuh sampai ke muka bumi dan menubruk bangunan, bukankah hal itu sangat berbahaya. Apalagi bila satelit di ruang angkasa itu membawa reaktor nuklir. Dapat dipastikan, paling kurang akan terjadi radiasi kosmis di luar ruang angkasa. Bisa jadi badai awan panas yang dapat menyebabkan partikel debu logam memancarkan-balik radiasi sinar gama lebih besar dibandingkan saat ini. Ujung-ujungnya kiamat sudah!

Memang sih, ketika benda padat yang sulit musnah itu, bila memasuki orbit bumi akan bersinggungan dan akan bergesekan dengan ruang orbital dan terbakar dengan sendirinya. Tetapi, bagaimana kita bisa mendeteksi, ada-tidaknya sisa-sisa ’bangkai’ satelit yang bodynya didesign tahan terhadap daya gesek orbital dan tidak terbakar? Sebagai contoh misalnya, kebocoran reaktor nuklir satelit komunikasi wahana ruang angkasa Soviet bocor, setelah berusaha dengan susah payah selama hampir dua tahun, kebocoran itu bisa ditambal.

Sulitnya mengatasi sampah satelit di luar ruang angkasa

Pada tahun 2006, kembali lembaga antariksa Rusia, Express-AM 11, mengalami musibah. Express-AM 11 terpaksa dikubur di orbital setelah misi laboratorium ruang angkasa Mirr tak bisa memperbaiki kerusakan parah satelit komunikasi negara beruang merah itu. Menurut laporan Associated Press, komandan Russia’s Space Forces Jenderal Alexander Yakushin, menyebutkan serpihan Cosmos 1818 yang mengalami kerusakan parah tidak akan menimbulkan radiasi dan memiliki resiko apapun. ”Kerusakan Cosmos 1818, tidak akan menimbulkan resiko apapun. Sebab hujan bekas komponen yang membawa reaktor nuklir tidak akan merusak stasiun ruang angkasa internasional, juga terletak jauh di area orbit 5000 mil atau sekitar 800 km di atas bumi. Dan di atas 220 mil atau 354 km di luar area stasiun ruang angkasa,” kata Yakushin seperti dikutip AP.

Rupanya kerusakan satelit yang ditempatkan di luar ruang angkasa tidak hanya dialami negara super power Rusia, tetapi negara adikuasa lain seperti Amerika Serikat pun, pernah kalang-kabut akibat kerusakan panel pengendali jarak jauh satelit mata-mata rudal antarbenua. Alhasil, badan ruang angkasa NASA, harus berkutat memperbaiki satelit mata-mata yang konon dapat mengendalikan rudal antarbenua ke seluruh titik sasaran di belahan bumi manapun.

Serpihan satelit di luar angkasa semakin banyak bertebar membahayakan satelit lain yang baru

Bahkan tahun lalu, tepatnya 20 Februari 2008, pusat pengendali rudal antarbenua yang dikendalikan Pentagon, telah memerintahkan badan antariksa nasional, NASA, meluncurkan misil dari lautan Pasifik untuk menghacurkan satelit mata-mata 193. Tidak tanggung-tanggung, puluhan ahli aeuronotika dan persenjataan luar angkasa berkutat menangani proyek berbahaya bagi kehidupan di planet bumi. Bagaimana tidak berbahaya? Bahan bakar satelit mata-mata 193 menggunakan hydrazine yang sangat beracun bagi manusia, hewan dan tumbuh bila bersinggungan dengan zat aditif mudah terbakar itu.

Benar saja, bidikan para ahli persenjataan luar angkasa tidaklah meleset. Satelit mata-mata 193 milik Departemen Pertahanan AS, hancur di ruang hampa udara. Meski meninggalkan serpihan berton-ton badan pesawat, yang didesign tahan api, toh sebelum nyungsep ke bumi sempat membuat was-was teknisi pengendali pemusnahan satelit di Pentagon. Apa yang dikawatirkan para ahli tidaklah keliru. Meski satelit mata-mata AS itu rontok, tak urung gempuran misil antarbenua yang tepat mengenai badan pesawat satelit menimbulkan kobaran bola api sangat dahsyat di lapisan stratosfir sebelum menembus atmosfir bumi. 

Untungnya, perhitungan para ahli aerunotika Dephan, kobaran bola api yang disebabkan tangki berisi penuh hydrazine dan sangat beracun itu, terbakar sebelum memasuki lapisan atsmosfir bumi. Kalau saja hal itu tidak terjadi, bukan mustahil limbah hydrazine yang digunakan sebagai pembangkit energi satelit, akan menimbulkan radiasi kosmis dan memicu hujan-asam pekat beracun di permukaan kulit bumi bumi.

Rumitnya mengatasi sampah satelit di ruang angkasa diakui NASA (courtesy picture NASA)

November lalu, tanki berisi amoniak beracun berukuran satu lemari es terbakar di atas Tenggara Lautan Pasifik setelah lebih dari satu tahun astronot Amerika meninggalkan ”Spacesuit-clad di stasiun ruang angkasa Internasional. Hingga kini pihak berkompeten Badan Antariksa Nasional Amerika NASA tidak tahu benda yang ditinggalkan astronout sembrono itu jatuh di dataran belahan bumi mana. Meski demikian, setelah melakukan tracing isi bahan cair itu, NASA berkesimpulan sisa tumpahan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia di bumi.

Peristiwa lain yang mencengangkan juga terjadi di bulan Juli 1979, ruang Skylab, stasiun ruang angkasa AS, seberat 77 ton, menerobos lapisan atsmosfir bumi dan serpihan-serpihan Skylab menimbulkan kerusakan parah di beberapa negara. Tercatat di belahan Tenggara wilayah Guantanamo di wilayah hutan dan lahan pertanian rusak parah akibat tercemar sisa-sisa limbah beracun yang masih dibawa bangkai Skylab, juga di bagian barat Australia.

Hal serupa nyaris dialami satelit negeri Panda. Kalau saja kematian satelit kuno Shootdown, yang diluncurkan Republik Rakyat Cina di era tahun 70-an dan sudah tidak berfungsi, tidak dihancurkan pemimpin negeri tirai bambu pada tahun 2007. Bisa dibayangkan berapa lama bangkai satelit-satelit yang sudah tidak berguna itu mengitari orbit bumi dan menambah kerumunan –bukan tumpukan, karena memang tidak mungkin ditumpuk di luar orbit bumi– berputar.

Semakin banyak sampah di luar angkasa tanpa dapat dicegah negara-negara maju AS, Rusia dan China

Bisa jadi, bila kerusakan yang terjadi pada tubuh satelit semakin parah, arah perputaran satelit yang berporos pada bumi semakin tak beraturan. ”Seperti satelit yang dimiliki China. Kalau saja satelit milik China itu tidak dihancurkan pemiliknya, dapat dipastikan bangkai satelit itu akan mengacaukan putaran orbit satelit lain, dan bisa saja terjadi saling tubruk di luar angkasa. Ini yang ditakutkan dan sangat berbahaya,” tulis Ivan Sparovezky teknisi Soyout, penerbangan luar angkasa Rusia

Susahnya Mengubur Satelit

Pertanyaannya yaitu, akankah sisa-sia pretelan badan satelit yang tidak lebur masih menyisakan limbah zat beracun? Hingga saat ini pemerintah Amerika Serikat masih bungkam mengenai hal ini. Lembaga nirlaba bertarap internasional seperti Green Peace dan Global Ecosystem Policies Studies berulangkali menyoal negara mana yang bertanggungjawab dalam penanganan limbah beracun berbahaya satelit di orbit stasioner luar angkasa bila terjadi kebocoran. Tak satupun negara angkat bicara mengaku bertanggungjawab.

Atas desakan aktivis lingkungan, baru pada era 70-an negara peluncur wahana antariksa berkumpul dan menyepakati grave zone aerospace (area kuburan) yaitu di lapis glitz area. Amankah bila satelit rusak di dataran hampa udara lapis glitz? Tidak ada yang bisa memprediksi secara tepat mengenai keamanan kuburan satelit di luar angkasa. Hal itu bisa dimaklumi. Siapa yang dapat meramalkan, satelit yang sudah ”dimakamkan” di lapis glitz tidak bisa bangkit kembali? Kalau itu pertanyaannya, tanya saja pada sutradara film horor di Indonesia, pasti akan dijawab, meski jawabannya ngawur alias tahayul [Johanes Es, sumber: www.NASA.com dan /Aerospace.com]

NASA BERUSAHA MENANGKAP SAMPAH DI LUAR ANGKASA (COURTESY DW)
Previous Kemolekan Lukisan Marshennikov Bikin Jakun Clegukan Naik-Turun
Next Selebrity Molek Tetap Merajai Dunia Fashion Sejagad

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *