Mural Para Tokoh Menempel di Tembok Kota Solo


Kemerdekaan Berekspresi dan Berimanjinasi melalui Mural

Entah siapa yang mengizinkan photo ilustrasi figure para tokoh di negri ini menempel di dinding tembok? Tak satupun peluskis tembok mau memberitahu penempelan gambar photo diri mereka diperbolehkan dilukiskan sebagai ornament mural. Mural. Ya mural nama aksi mengorat-oret gambar di suatu tempat dengan maksud agar seseorang atau tokoh di dinding tembok itu dikenal rakyat.

Bisa jadi sosok gambar photo yang dilukis seniman-seniwati di sepanjang jalan Jenderal Gatot Subroto, di perempatan pasar Ngarsopuro, ke kanan dan kiri, tak seijin pemilik wajah yang digambar boleh ditempel di tembok. Menurut mereka tidak ada yang salah, bahkan siapa tahu, justru wajah orang tersebut menjadi terkenal. Meski tak terdapat keterangan nama sang tokoh dimaksud. Jangan disamakan dengan orat-oretan photo wajah orang dengan pemandangan, atau gambar abstrax tak jelas juntrung maksudnya.

Menterei PUPR Basuki Hadimulyo, selain seniman tudak nasakah di muralkan

Bila tahun 1980 hingga 2000-an gambar orat-oretan tak punya arti acap dianggap dapat meresahkan pandangan mata pelewat di jalan, di kota budaya dilarang pemerintah kota (Pemkot). Tampaknya pendekatan yang mengetengahkan aturan larangan itu lenyap setelah komunitas seniman tak lagi mengorat-oret tembok dengan gambar dan tulisan tak pantas.

Larangan itupun di kota budaya Solo, Jawa Tengah kala terdapat aturan melalui edaran walikota. Tentu dituangkan dalam peraturan pemerintah kota, hingga mempunyai kekuatan hukum. Salah satu larangan, menyebutkan, bagi seseorang dan atau kelompok yang dengan sengaja mencorat-coret dinding atau tempat dan dapat dilihat dengan mata, akan diberi sanksi tegas.

Sejak ada larangan aturan tersebut, aksi menyorat-coret didinding taklagi dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang senang membuat mural. Meski demikian pemereintah kota memberi tempat di sisi barat tembok Stasiun Kereta Api Purwosari. Sehingga banyak warga, maupun seniman yang ingin menuangkan gagasannya menumpahkan cat semprot warna-warni berdatangan di sepanjang tembok di jalan Jendral Gatot Subroto.

Gambar Mural pelaku sejarah pemberani Slamet Riyadi

Larangan mencorat-coret tembok, bahkan kala itu pintu rolling door masuk ke dalam pertokoan, bukan hanya terjadi di kota Solo, tetapi juga di kota-kota lain luar Solo. Di Jogyakarta, hampir di tembok melingkar stadion sepakbola dilarang menggambar mural. Apalagi gambar bernada mencemo’oh situasi politik dengan figure-figure tokoh disertai tulisan caption photo partai politik. Di kota Cilacap dan Semarang, saat itu larangan tegas mengorat-oret mural di dinding-dinding tembok pertokoan. “sejak dulu memang dilarang mencorat-coret mural di dinding di sepanjang toko simpang lima,” ujar Dedek Wahyudjatmiko, “tapi sekarang’kan diperbolehkan asal tidak melanggar estetika dan kesopanan. Ada bagusnya juga biar berwarna. Meski ada pula yang jengkel, bisa saja hal itu terjadi.”

Hal senada dikemukakan pengamat seni dunia film, Ayu Sulistyowati, dari Bantul, Jogyakarta pinggiran meneengarai maraknya duni orat-oretan seni mural di tembok. Hanya saja bila dahulu di lapangan bal Jogya diorat-oreti mural bernuansa politis, ada baik dan buruknya. Sekurang-kurangnya mewakili suara rakyat yang tak terdengar. “Enggak apa-apa juga sih. Kalau di gelagar tiang pancang jalan layang ditelpeli aneka kertas buat iklan enggak jelas, mending digambari mural. Ech malah dulu dilarang dan dibersihkan. Dicat ulang jadi bersih. Apa yang salah gambar mural. Jangan sampai malah seniman mural njuk ditangkap. Itu gila,” katanya. Mestinya, ujar dia menambahkan, sebagai kota budaya mural-mural yang dilukis seniman dibiarkan saja bertebaran di Jogya, “Asal sopan dan tidak mengganggu pandangan mata. Marai nyepet-nyepeti mripat.”

Tanyakan pada wong Solo gambar mural Didi Kempot pasti kenal lagu Stasiun Mbalapan

Senada dengan Ayu di pinggiran Jogya, pengamat seni mural Eddy Je Soe di Solo, menyatakan keheranannya kenapa dahulu mencorat-coret gambar seni di tembok dilarang. Dirinya mengaku jengkel saat melihat para seniman mengambar mural di gelagar tiangpancang di Jakarta ditangkapi dan diminta suruh menghapus. Pemerintah kala itu, zaman orde baru masih garang-garangnya melarang setiap kegiatan melukis mural di tiang panjang jalan dan tembok. “Itu terjadi jaman orde baru. Bahkan masih ada larangan setelah orba tumbang, mural baik berupa gambar seni di perempatan jalan Kuningan pun juga harus dihapus. Entah sekarang perkembangannya seperti apa.”

Apapun perkembangan seni mural yang acap dahulu menjadi perdebatan di intelektual versus larangan terkait boleh-tidak mengorat-oret tembok, nampaknya semakin longgar. Di beberapa kota besar di daerah, misalnya di Jakarta, Jogyakarta maupun di Solo saat ini, dibolehkan melontarkan gagasan menggambar di tembok. Dengan catatan pemilik bangunan tembok, memberi izin hitam-putih kepada seniman yang mengerjakan. Termasuk mengambar tokoh besar sekalipun yang dianggap wargamasyarakat pantas ditampilkan sebagai icon kebijakan dan tenar.

Mural mantan menteri Susi Pudjiastuti, bangga gambarnya menempel jadi wonder women

“Menurut saya, hal itu menandakan hal positif dan terus dipertahankan. Menghargai hak asasi, bukan hanya koar-koar, tapi boleh berekspresi asal santun. Dahulu pernah gambar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, di tembok perempatan jalan Nonongan pun ketika itu mengacungi jempol dihadapan seniman pelukis photo mural dan wartawan mengacungi jempol. “Bagus tidak masalah. Coba saya di photo di samping gambar tembok itu,” katanya kala itu. Entah apa sebabnya mural Susi Pudjiastuti kemudian tergantikan dengan sosok lain. Bisa jadi hal itu lantaran perubahan peta politik dan kebijakan entah siapa? Anda bisa mencari jawaban dalam hati masing-masing di era demokrasi seperti saat ini. “Mubh enggak tahu,” kata pengamat mural. Lebih baik, ujar Je Soe, jangan dinilai siapa siapa yang pantas divisualisasikan lewat cat semprot di tembok, seakan jadi pigura terbuka, tapi nilailah pesan sang pelukis apa. Perkara kalian tidak suka atau mengidolakan gambar sosok dimaksud, katanya, toh kalian juga tidak diuntungkan apapun. “Mendingan biarkan gambar sosok itu tertempel di tembok-tembok, rolling duoorr saja. Kalau mau ketawa ngguyo dewe. biar kenthir.”

Biarkan kami bercerita dengan gambar Mural
Previous Kemacetan Lalulintas di Jalur Jembatan Jurug yang Sedang Dibangun Segera Teratasi
Next Kecerdasan Buatan Manusia dan Bahaya Data Tersadap Hacker

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *