Andai saja keinginan anak pemilik apotik di Jalan Kali Asin Surabaya tidak nekat menjadi rockstar, kala itu, nama grup band AKA tak mungkin muncar bikin horeg ‘dunia’ music di Indonesia. Tahu sendiri kala itu, menjamurnya grup band cadas merajai ingar-bingar hard-rock band, sebut saja The Who, Led Zeppeline, Deep Purple, Black Sabath dan Rolling Stone, membuat unia heboh.
Agar hasrat bermusiknya tak tertahan begitu saja, Ucok mengajak Zainal Abidin (drum), Sonata Tanjung (gitar), dan Piter Wass (bass) untuk ngeband. Dari sini, pada Mei 1967, mereka lantas mendirikan AKA, band rock yang namanya diambil dari akronim apotek milik ayah Ucok. Apotik Kali Asin alias AKA. Debut karier AKA diawal kemunculan tak berjalan mulus. Entah apa yang mengilhami anak pemilik sekaligus pengusaha apotik di Kali Asin Surabaya itu begitu ngebet menjadi rock star di jamannya, tak banyak yang tahu. Selain orang pada takut hidup di zaman Orde Baru kela itu, apalagi bertemu dedengkot band-band urakan seperti grup band mereka.
Padahal ayahnya mewanti-wanti agar anaknya meneruskan dagang melanjutkan usaha membesarkan apotik setelah lulus sebagai apotiker, malah nyenco jadi musisi band urakan dikemudian hari. Padahal sebelumnya, ia diwanti-wanti ayahnya di tahun 1960-an agar bermain musik slow-slow saja seperti keroncong atau kalau ingin agak ngepop dikit-dikit bermusiklah hawaiian, tapi imbauan bokapnya kagak digagas babarblas. Namanya juga anak Bengal, asal darah Medan pula. Ruwet’kan.
Sakin jengkelnya, bokapnya mendiamkan semau-maunya dia, asal sekolahnya rampung dan kerja di apotik meracik obat-obatan melanjutkan usaha keluarganya. Emang sih, laki-laki berdarah Batak yang mbrojol di Tanjung Morawa, dibesarin di Kota Pahlawan, Surabaya. Mau tidak mau, ia menuruti nasehat ayahnya bekerja sebagai apoteker, dan menikahi perempuan keturunan Perancis, Fransiena Frederika Mahieu. Rupanya tuah ayahnya bila nanti menikah ogah mempunyai anak yang bandel seperti dirinya. Nah setelah menikah dengan Fransiena, lahirlah Ucok Andalas Datuk Oloan Harap, acap disapa Ucok Harahap.
Dari Apotik Kali Asin itulah nama grup band AKA, mengebrak panggung melalui aksi-aksi panggung liar, urakan dan acap sesuka hati awak crew berjibaku main music gila-gilaan sebagai peletak dasar heavy-mental ech kliru metal di Indonesia. Menurut Situ Naasyi’ah dalam Ucok AKA Harahap: antara Rock, Wanita dan Keruntuhan (2012) dalam tirto.id (13 Januari 2019), sakjane keluarga Ucaok termasuk wong sugih, jualan obat-obatannya laris-manis di Jalan Kali Asin, sekarang namanya Jalan Basuki Rahmat, di Surabaya. Tahun 1960-an nama apotik Kali Asin dianggap paling bergengsi dan mentereng se-Jawa Timur Suroboyonan. Biar biznis ayahnya langgeng, si Ucok disekolahin di Sekolah Asisten Apoteker, Semarang, dan diwajibkan sekolah di apotik bokapnya usai lulus. Jebul hidup yang dirancang bapaknya mlenceng, ndak jadi pengusaha obat-obatan, malah direwat di rumah sakit lantaran ndeprok, glundung setelah main band rock tahun 1960-1970-an.
Jangan Tanya aksi panggung Ucok bersama AKA Band yang menjadi andalan dan dielu-elukan anak muda eksentrik, ketika mereka tampil di seluruh panggung ngeband se-Jawa membludak penontonnya. “Karcis buat nonton kala itu mung selawe rupiah alias Rp.25,” ucap Hermawan Keple, pengamat musik lawas tinggal di Solotigo, ditemui di Pincuran (Kamis/10/10/22)
Tak bisa disalahin, namanya juga hobi ngeband, motivasi Ucok nyambi bekerja di apotik sebenarnya untuk beli peralatan music seperti dalam angannya, setelah dapat duit banyak akan colout keluar kerjaan di tempat bapaknya. “Bocah guendeng tenan kowk arek iku,” katanya menambahkan, “sebenarnya sah-sah saja wong zaman itu emang lagi model jadi rocker urakan jhe.” Keinginan Ucok terkabul. Duitnya ngepas buat beli perangkat alat band dan menyingget ruang apotik buat ngeband bersama gerombolannya.
Meski anak pengusaha apotik, dia bukannya ingin mengembangkan biznis ayahnya, tapi malah nyeluk teman-teman buat grup band serius. Diajaklah Zainal Abidin pemukul drum, Sonata Tanjung (gitar), dan Pieter Wass (bass). Mereka sepakat mendirikan band rock yang diambil dari akronim apotik milik ayah Ucok: AKA alias Apotik Kali Asin di awal Mei 1967. Seperti biasa grup band yang baru dibentuk, perjalanan anak band tak berjalan dengan mulus. Tak banyak dikenal kalayak ramai. Paling main di pentas seni sekolahan, dengan bayaran ala kadarnya.
Mengarungi blantika music ngerock, ternyata tak semudah jadi tenar. Apalagi AKA yang dirintisnya harus merelakan Zainal dan Piter hengkang. Meski demikian Ucok mengajak Arthur Kaunang dan Syech Abidin yang dikenal lewat sahabatnya adik mantan personal AKA yang lain Zainal. Formasi Ucok, Arthur, Syech dan Sonata itulah nama Apotik Kali Asin mulai digemari, lantaran produktif mengulirkan album di tahun 1969-1970-an. AKA dinilai solid selain berciri khas, band urakan-bin aneh tampil di setiap panggung. Sosok Ucok sendiri, menurut majalah lawasan Aktuil, merupakan sosok Rockstar eksentrik, nekat dan gila-gilaan ketika manggung, tanpa ragu sesuka hati-mereka di depan mata penonton.
Putar saja di chanel youtube, atau kaset-kaset lawas Ketika Ucok melantunkan lagu ciptaan James Brown, “Sex Machine” ia hanya mengenakan celana dalam di atas panggung. Bukan hanya itu, ia juga bersedia lompat-lompat ke atap, dipukuli, digantung dan ditenggelamkan ke dalam peti mati. Semua itu, katanya dilakukan atas dasar totalitas sebagai rocker. “Tanpa aksi panggung berbeda, itu Namanya nyanyian di dalam kelas atau di kamar mandi. Sama aja ngebohongi.”
Memang beresiko melakukan aksi brutal di atas panggung, bisa jadi celaka saat ngebrand bergaya nyentrix, celaka. Menurut Nuran Wibisono, di buku Nice Boys Don’t Write Rock n Roll, di Jember ucok terjun berdebam saat ia menggantung diri dalam panggung, ternyata justru talinya putus, dan kepalanya nyungsep di lantai, nyaris mati. “Itu orang yang tidak suka dengan acara kami. Itu ulah orang yang tidak senang pada dirinya, terjadi secara gaib,” katanya berkilah.
Aksi panggung lain yang bikin heboh saat Ucok main di atas panggung di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada 1973, ia mempertontonkan aksi masuk peti mati. Awalnya berjalan lancar, Aksinya dalam beberapa lagu berjalan lancar, sampai Ucok mengedar-gedor peti dari dalam, minta dikeluarkan dan berteriak-teriak histeris. “Rupanya di dalam peti terdapat mayat betulan. Penontonpun bertepuk. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Aksi-aksi bernada urakan eksentrik AKA di panggung ternyata bikin penguasa Orba jengkel dan melarang pentas di panggung. “Awalnya nyanyi santun, setelah itu, nomor lanjutannya Kembali gila-gilaan. “Itulah kelompok geng exsentrik AKA bermusik.”
Biar ABG unyu-unyu sekarang tahu, kalau lagu-lagu cengeng musikalitas AKA berkiblat pada warna rock band barat, macam Deep Purple, sampai Led Zeppelin, The WHO dan Black Sabath atau Rolling Stone. Dengarkan lirik debut album mereka Do You What Like (1970), Reflections (1971), Crazy Joe (1972), Sky Rider (1973), Cruel Side of Suez War (1974), Mr Bulldog (1975) dan yang agak slow lirik Pucukku Mati (1977)
Permainan gitar Sonata, penuh improvisasi nada-nada meliuk-liuk dan reff-riff melengking memekakkan telinga menjadi jaminan grup AKA bakal digemari penonton. Apalagi duet Arthur dan Syech, bumbu sexsi bernas sebagai ketukan Langkah komposisi rockband berbahaya, memberontak dan bermuzijat. Lengkingan gitarnya acap menjangkau misteri, menggedor-gedor mengetarkan gendang telingga abg lawasan di tahun 70-an. Dengar saja lagu dicomot Shake Me dan “Crazy Joe” milik band luar negri, dimainkan tanpa basa-basi.
Tapi adakalanya, AKA banting stir mendendangkan lagu mendayu-ndayu “Jeritan Seniman”, “Akhir Kisah Sedih” “Seniman dan Biola” dan “Badai Bulan Desember” yang bertutur hidupmu bakalan nyangkut ke jaman kejam.