Masih Perawankah Kamu, Berani Tes ke Candi Sukuh?


Kejujuran berkata pada calon gebetan masih perawan atau tidak menjadi hal sensitif diucapkan

Jangan sekali-kali nanya pada gebetanmu masih perawankah dia, kalau kagak mau digampar. Pertanyaan konyol itu jelas menyakitkan dan menyinggung peranakan –ech keliru– perasaan bila terlontar dari mulut pasanganmu. Daripada riweuh, lebih baik kamu ajak gebetanmu halan-halan ke Candi Sukuh di desa Sukuh, Kelurahan Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar. Selain tidak menyinggung perasaan pertanyaan perawanan atau tidak, sesampainya di selasar pintu masuk candi dengan sendirinya akan terjawab lewat metode test keperawanan

Mumpung lagi musim tas-tes kekebalan kekebalan tubuh di musim pandemic covid-19, tidak ada salahnya dicoba daripada mulutmu ditampar sampai nyonyor. Hanya saja, kalian wajib percaya dunia goib dalam seperti mitologi jaman si mbahmu dulu.  Jangan takut, anggota badanmu, Miss V yang kamu lindungi setiap hari enthu kagak bakalan disodog, laiknya tes swab covid-19. Meski tes keperawanan yang satu itu terbilang kuno, tapi sebenarnya mengasyikan juga bila kalian percaya sembilan puluh sembilan persen. Selain Si doi tidak bakal tahu kalau sebenarnya dia sedang dites robek-tidak selaput keperawannya, juga anggap saja dia diajak halan-halan berwisata di udara dingin bernuasa ndeso.

Kendal Jenner salah satu bintang ngetop sejagad ingin melihat keindahan candi peninggalan suku maya (courtesy credit pic pinters)

Bukan sekali orang datang ingin membuktikan keperawanan di candi yang terletak di lereng Gunung Lawu, meski berhawa dingin menyengat di ketinggian 910 di atas permukaan laut, toh penghalang itu tak menyurutkan niatnya membuktikan perawan atau tidak pasangannya di tempat wisata candi peninggalan Suku Maya itu. “Kalau dihitung sudah ribuang orang yang datang ingin membuktikan pasangannya masih perawan atau tidak. Dengan nglangkahi batu ‘saru’ berbentuk alat vital perempuan,” kata Sardju, 72 tahun salah satu penduduk setempat, “Ada yang ragu ngelompati, tapi banyak juga yang tidak. Biasanya yang ragu-ragu, itu sudah tidak perawan. Selain terlihat tidak ada percikan merah di batu. Itu artinya wis blong.”

Cerita dari mulut ke mulut, tentang kebenaran mitos tes keperawanan di Candi Sukuh, membuat banyak orang tertarik membuktikan. Tentu selain untuk berwisata ke candi yang memiliki bangunan eksotis berundak, juga di melihat relief eksentrik: patung wudho -telanjang. Konon kabarnya, selain candi Sukuh dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang, juga dibangun agar penduduk setempat menahan syahwat tak terkontrol. Itulah sebabnya, bagi pengamat candi alias arkeolog, bangunan candi Sukuh menjadi obyek penelitian peninggalan masa lalu paling unik di nusantara. Alkisah, bangunan candi Sukuh, dibangun untuk menyaingi keagungan candi di dataran rendah. “Menurut cerita si mbah dulu, candi Sukuh dibangun untuk nyaingi Prambanan dan Borobudur. Katanya sahibul hikayat, juga ngalahin bangunan Pylon, gapura sewaktu masuk piramida di Mesir. Juga katanya orang bule yang neliti, juga mirip-mirip bangunan seni di Meksiko, suku Maya. Benar atau tidak, ndak tahu,” tutur Sardju menerawang.

Bisa jadi benar, lantaran sebelum memasuki wilayah sakral di puncak candi, juga terdapat patung-patung yang menggambarkan asal-muasal kehidupan manusia. Termasuk relief dan patung gambarkan butho melahap manusia. Menurut kajian arkeologis, gambaran tahun berdiri candi Sukuh. Dalam manuskrip yang tertera di atas batu, terpampang gambar burung garuda bercengkerama di atas pohon, di tunggu seekor anjing. Uraian gambar menurut pengertian tafsir candra sengkala, diperkirakan candi sukuh didirikan pada 1357 tahun Jawa atau 1437 Masehi. Sedangkan relief di sebelah kanan menunjukkan tahun yang sama dengan candra sengkala berbunyi “Gapuro Bhuto Nahut Butut” menunjuk angka tahun 1359 caka. Relief lain bergambar raksasa menggigit ular dan di atasnya terdapat mahluk yang sedang melayang-layang.

Lambang sakralitas yang dipercaya warga sebagai tempat mengetahui virgititas perempuan

Dilantai dasar dapat relief Lingga -alat kelamin wanita- berhadapan dengan lawan jenisnya Yoni atau alat kelamin laki-laki, dalam posisi awal bersenggama. Bisa jadi gambaran yang dipercaya hubungan relief Candi Sukuh dengan bertalian upacara-upacara tes kesuburan.

Kembali pada tes keperawanan, mungkin relief Lingga-Yoni, bila mengacu pada kajian refrensi arkeologis, dapat diartikan warga percaya tes kesucian pasangan yang hendak menempuh biduk rumah tangga, melalui ritual melangkah relief terebut. Cerita dari mulut ke mulut yang dipercaya sejak nenek moyang, bila seseorang yang pernah melakukan hubungan badan dengan orang lain, ketika melompati relief lingga-yoni, meneteskan darah, pertanda tidak perawan. Warga setempat, percaya bila hal itu benar adanya, perempuan yang akan menikah suka serong, bila tidak berani melompati relief Lingga-Yoni. “Sebaliknya, bila calon pengantin meneteskan darah, yang bersangkutan sudah tidak perawan.

“Menurut cerita di masa lalu, kalau perempuan suka serong sebelum nikah bila melompati relief Lingga-Yoni alat vitalnya tidak meneteskan darah. Itu tandanya sudah tidak suci,” tuturnya, “Kalau lelaki yang suka “jajan” orang itu akan terkencing-kencing. Makanya daripada buat geger dan resah penduduk, sekarang bangunan yang ada relief alat vagina perempuan dan laki-laki ditutup.” Biar enggak dikencingin. (berbagai sumber & pustaka/eddy je soe)

Candi yang dipercaya peninggalan Suku Maya dengan relief awal mula kehidupan sarat pornografi
Previous Kreatifitas Pematung Lempung dari China Pantas Ditiru
Next Penyanyi Sinéad O’Connor: "Nothing Compared To U & Sucied"

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *