Jangan sekali-kali berangan-angan membeli helm yang satu ini. Meki dijamin 100 persen keamanannya, tak akan membuat gegar otak bila beradu dengan aspal, namun harganya tak mungkin terjangkau. Mau tahu berapa? Hanya 250 juta! Jadi buat apa memakai helm seharga 10 kali speda motor yang dikendarai. Selain jenis helm ini pun tak mungkin digunakan naik kendaraan bermotor, saking beratnya. Inilah jenis helm satu-satunya termahal dimiliki pemerintah kota (Pemkot) Solo. Meski harganya selangit, toh Pemkot tetap membeli satu helm untuk keperluan pelatihan menyelam bawah air di Solo Techno Park.
Helm dengan bobot lebih dari 25 kg, memang diperlukan untuk pelatihan mengelas kapal di kedalaman lebih dari 10 meter bawah permukaan laut. Meski berat, ujar Direktur Solo Techno Park Harjana, di hadapan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Supranata, Selasa, 26 April 2011 kala itu, penting artinya bagi keamanan pekerja yang sedang mengelas di bawah laut bertekanan tinggi. “Meski pun harganya mahal, tapi memang diperlukan bagi keselamatan penyelam yang bekerja mengelas kapal bawah laut. Sehingga pemerintah memutuskan mengadakan helm termahal yang pernah ada di Solo,” ujar dia.
Selain harganya tergolong “berat” dibanding dengan helm pelindung kepala kebanyakan, ujar dia menuturkan, sebenarnya berat fisik dapat berkurang lantaran daya apung di kedalaman air. “Kalau bobotnya bisa berkurang banyak setelah di dalam air. Yang berat itu harganya sampai jutaan,” katanya berseloroh seusai memberi arahan pada pelatihan. Mahalnya helm hingga jutaan, tutur Harjana menambahkan, lantaran dilengkapi sarana alat komunikasi canggih. Melalui alat monitor yang terdapat di dalam helm, seluruh kegiatan pengelasan dapat terpantau dari luar.
Pemakaian helm kedap air dan dilengkapi sarana alat komunikasi canggih dari dalam air ke permukaan, ujar dia menambahkan, merupakan salah satu sarana terpenting bagi seorang penyelam yang sedang melakukan pengelasan di bawah air. “Tanpa memakai helm yang dirancang khusus untuk kelengkapan mengelas, sangat berbahaya,” kata dia. Kalau hanya menggunakan helm penyelam biasa, tidak akan mampu bertahan saat berada di dalam kedalaman air puluhan meter. Selain itu, helm penyelam biasa, tidak tahan terhadap tekanan arus air bawah laut. Mau tidak mau, katanya, helm kedap air khusus pengelas harus dimiliki oleh lembaga yang memberikan pelatihan mengelas di dalam air. “Kalau sekedar memakai helm penyelam biasa, kami tidak berani menanggung resikonya. Tekanan di kedalaman puluhan meter bawah air laut, sangat kuat,” katanya. Kalau hanya memakai helm penyelam biasa, tidak akan kuat. “Apalagi yang bisa melakukan komunikasi dengan operator di daratan.”
Lebih jauh Harjana mengatakan, penggunaan helm tahan guncangan arus deras bawah air laut sering membuat para penyelam akan terombang-ambing, bila hanya menggenakan helm biasa. Apalagi sewaktu melakukan pekerjaan pengelasan lambung bawah kapal yang robek memerlukan waktu lama. “Jadi harus menggunakan helm yang tahan gempuran, kokoh dan berat. Selain juga sebagai pemberat tubuh agar tidak melayang,” kata dia. Tidak hanya itu, kaca helm yang digunakan tidak bisa terbuka sehingga kedap air dan steril udara. “Karena juga terdapat saluran yang menghubungkan dengan tabung oxygen.”
Sayangnya, ujar Direktur Solo Teckno Park lebih lanjut, hingga saat ini pihaknya baru memiliki satu helm kedap air untuk mentraining siswa yang akan berpraktik melakukan pengelasan. Akan lebih baik, katanya di hadapan Mendiknas, bila pemerintah menambah helm. “Harganya memang mahal, tapi secara fungsional akan mendidik generasi muda untuk mencintai pekerjaannya di laut,” ujar dia.
Salah satu peserta pelatihan mengelas, Much Suhendro, asal Surabaya, pertama kali mengenakan helm sewaktu di darat terasa berat. Setelah berada di dalam air, helm yang beratnya lebih dari 25 kg tidak terasa membebaninya. “Sewaktu saya pakai di luar, beratnya minta ampun. Tapi setelah di dalam tidak,” katanya. Helm yang dipakai para siswa saat menyelam di dalam air, selain dilengkapi alat komunikasi juga sekaligus camera cctv (close circuit television) memungkinkan kegiatan siswa di dalam air terpantau mentor dari daratan. Sehingga, ujar Much Suhendro, saat melakukan kesalahan saat mengelas langsung diketahui. “Enaknya kegiatan di dalam air waktu ngelas, diketahui mentor,” kata dia.
Pengalamannya berpraktik langsung mengelas di bawah permukaan air, ujar Much Suhendro, tidak mungkin terlupakan. Selain memperoleh bimbingan, ia menilai teknik mengelas di dalam air sangat berbeda di banding di luar. Kalau di luar air, ungkapnya, pekerjaan mengelas bukan barang baru baginya. Sebab, selain ia pernah bekerja sebagai tukang las, saat ini bekerja di bidang pengelasan. “Hanya saja perusahaan milik swasta ini ngelasnya di dalam laut. Mau tidak mau belajar teori ngelas bawah air,” ujar dia.
Ingin memiliki helm bawah air? Sembari tersenyum, dia geleng-geleng kepala. Jangankan dirinya, instansi seperti Solo Techno Park saja baru punya satu. “Helm speda motor mungkin bisa beli. Kalau helm 250 juta uang dari mana? Meski nantinya kalau sudah mahir pakai helm bisa dapat uang gede juga.” (eddy j soetopo)
No Comment