Terminologi gadai sejak jaman Belanda bercokol di negri ini, kini telah berubah artinya. Di jaman Belanda bila Anda menitipkan barang, entah perhiasan, jarik alias kebaya, dan barang pecah-belah lain, selain dikenakan bea penitipan alias denda. Meski demikian, mereka yang mengadaikan barang-barang ke jawatan pegadaian tidak akan dijerat hukuman apapun kecuali menyita barang-barang milik mereka. Tidaklah berlebihan bila hingga saat ini, jawatan gadai menjadi primadona ‘menyekolahin’ Istilah sekarang mengadai jadi menyekolahkan, hingga sekarang. Bisa dimengerti betul, bila barang yang tidak bisa ditebus –diambil kembali dengan bea simpan dan bunga penitipan– dilelang pengelola jawatan gadai yang kini telah berumur lebih dari seabad itu. Bukan hanya itu, jawatan gadai setelah negeri ini tak lagi dijajah belanda, menjadi salah satu tumpuan harapan meminjam duit untuk menambal kebutuhan sehari-hari.
Perkembangan menarik ketika di jaman Belanda menempati kota-kota besar, lembaga gadai didirikan sebagai tempat menampung barang yang dititipkan rakyat. Para penafsir barang gadai, tentu dengan aturan kala itu, lebih teliti dan saklek disbanding setelah kemerdekaan direbut para pejuang. Menurut sejarawan lawas, almarhum Sudarmono, ketika ditemui tahun 1990-an menuturkan pegawai jawatan gadai juga dibekali notebook yang berisi tafsir barang yang ditipkan di jawatan gadai. “Itulah sebabnya di Solo ada rumah gadai besar di depan pasar burung Widuran. Itu jawatan gadai terkenal yang menerima barang pecahbelah dan Jarik. Kalau juga menerima gadai keris bertahta emas, nilainya tinggi. Entah kalau sekarang keris bisa apa tidak digadaikan. Dandang terbuat dari swoso, juga laku agak tinggi nilainya dengan tafsiran golden,” katanya waktu itu.
Selain itu, petugas gadai yang masih dipimpin Wong Londo, selalu mengawasi dan melacak barang gadai keris bertahta emas ketika akan diserahkan ke loket gadai. Tentu barang yang akan ditafsir nilai harganya, tidak seketika itu langsung dibayarkan pada pemiliknya. Musti ada catatan asal-muasal keris itu mengapa digadaikan. “Kalau milik pejuang, kadang bisa lama. Tapi kalau asal dari kerabat keraton, langsung dibayar setelah tiga hari setelah keris diserahkan.” Para pegawai jawatan gadai, di jaman penjajahan Belanda di Solo, menurut dia acapkali bertindak professional dan menaruh hati pada rakyat jelata ketika mereka mengusung-usung dandang, bawa jarik dan pecahbelah yang dibungkus taplak meja. Mereka mengetahui, pada saat itu negri yang telah merdeka tidak serta merta pemerintah republic dapat mencukupi kehidupan warganya. Itulah sebabnya, ketika ada orang yang membawa speda onthel pun, bisa digadaikan. Speda onthel merk Gazelle, buatan Belanda dihargai paling tinggi di jawatan gadai di Widuran. Selain jarik bahan batik tulis, menempati urutan nomor empat setelah mas-masan, keris prada emas, baru speda onthel bila ingin digadaikan di jawatan pegadaian.
Masalalu
Bila kita melongok keberadaan pegadaian sebenarnya telah ada sejak Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening yakni semacam lembaga keuangan pemberi kredit dengan system gadai, pada tanggal 24 Agustus 1746 di Batavia. Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan belanda (1811-1816), lembaga keuangan pemberi kredit dibubarkan. Warga masyarakat diberi keleluasaan mendirikan usaha gadai asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel). Tetapi dinilai buruk lantaran pemegang lisensi justru menjalankan praktik rentenir atau lintah darat. Pertanyaannya adalah sampai kapan rakyat di negeri ini tidak akan terjerat praktik lintah darat, tak jua ditemukan formulasinya dengan baik oleh pemerintah, meski telah 75 tahun merdeka
Pada saat Belanda berkuasa kembali, pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama. Pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan cultuure stelsel di mana dalam kajian tentang pegadaian saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan Monopoli Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi Jawa Barat. Selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian. Tidaklah megherankan bila hingga saat ini warga masyarakat masih terpikat dengan jawatan gadai yang kini telah berubah ke sistem keuangan modern di negeri ini. Jadi selesaikan masalahmu tanpa masalah di pegadaian, bila memang barang-barang berharga milikmu sah bukan hasil nyolong dari negara. Hanya saja jangan sampai meggadaikan idealisme tetap bebas merdeka tanpa beban. (salam melarat bareng-bareng / tim indepth)
No Comment