Warnailah harimu sesuai dengan warna favorite kesukaanmu agar jadi motivasi meningkatkan produktivitas kerja harianmu. Apa urusannya warna kesukaan dengan motivasi dan produktivitas hidup meraih cita-cita. Terlalu mengada-ada kalau sekedar pilihan kelir –baca warna– mejikuhibiniu dihubungkan dengan motivasi dan produktivitas. Buktinya presiden tetap memilih warna putih baju lengan panjang yang digulung setengah tangannya, bukan milih warna-warni lain, toh kagak masalah. Persoalan presiden punya filosofi makai klambi putih, terus ngegas: kerja-kerja-kerja, lain soal dan di luar singkat-menyingkat kata mejikuhibiniu.
Entah siapa yang punya ide menyingkat rangkaian kata mejikuhibiniu tak satupun orang mengetahui. Ada baiknya memang kebiasaan memendek-mendekkan kalimat panjang tidak perlu diteruskan. Meski lucu dan bikin kita heran acap juga nyebelin contohnya mejikuhibiniu itu. Coba perhatikan dengan seksama, bila pembentuk beberapa kata pendek menjadi mejikuhibiniu dan tidak disingkat, dikawatirkan orang yang bicara terengah-engah kehabisan nafas.

Apalagi bila yang mengucapkan sedang sesak nafas lantaran kesambet virus corona di tenggorokannya, dapat dipastikan tidak dengan lancar. Bagaimana tidak lancar bila dibandingkan harus mengeja arti mejikuhibiniu yang sebenarnya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan unggu. Terlalu panjang bukan, bila kita mengeja warna pelangi yang kita kenal akrab.
Nah ada baiknya memang, kebiasaan menyingkat-nyingkat makna lema bila ingin digelontorkan sebagai padanan diberi catatan di bawahnya, bila ingin diumumkan lewat media cetak. Bagaimana kalau penyampaian kabar yang sering dipakai para pejabat itu tidak diberi catatan tambahan, tentu susah dipahami dan kurang nyaman didengar. Sekedar contoh kasat mata dan tak mudah didengar misalnya, WHO (world health organization) atau UN (united nation) jelas tak mudah dipahami pengertian akronim yang dimaksud bagi para penyandang difabilitas tertentu. Meski sejak awal di sekolahan telah diajarkan pengertian dua kata tersebut.

Barangkali terlaku mengada-ada dan nyinyir bila pemerhati Bahasa selalu menyoal persoalan singkat-menyingkat kata yang dipakai bangsa Indonesia. Meski banyak orang yang secara sadar memilih tidak perlu memendekkan dua kata merah dan putih, warna lambang bendera. Siapa yang berani menyingkat merah-putih menjadi meput ketika melakukan upacara bendera di hadapanan para pejabat negara, tidak berani bukan. Memang tidak mudah membikin aturan pemendekan kata menjadi kalimat, bila hal itu perlu. Selain rumit juga acap dicap kurang kerjaan. Namanya juga fanatisme pilihan warna.

Fanatisme acapkali terhubung dengan persoalan phikologis seseorang bila menyangkut pilihan warna. Barangkali fanatisme pilihan warna tertentu bisa saja lantaran ketidaksengajaan biar dibilang konsisten, mungkin juga dapat dikatakan aneh. Bagaimana mungkin tidak aneh, bila setiap hari mengenakan baju putih saat ngantor atau sedang ngajar kuliah yang kini lagi ngetrend di negeri ini. Lihat saja, baju yang dikenakan presiden, bila tidak dalam kondisi bertemu tamu negara, ia mengenakan baju putih dibiarkan ndludjur dengan lengan digulung separuh tangan. Bukan perkara melinting lengan baju hingga berada diantara ruas lengan, tapi warna putih itu yang banyak membuat pertanyaan.
Kebiasaan presiden mengenakan klambi putih sejak menjabat sebagai orang penting di negri ini tak satupun mengetahui filosofi yang ada dalam benak presiden. Apakah memakai baju putih setiap hari merupakan aturan protokoler istana, rasanya juga tidak. Toh bila presiden ingin memakai baju batik pun, humas protokuler kepresidenan tak perlu memberitahu pada presiden harus mengenakan baju apa yang sebaiknya dipakai.

Menurut Jaimee Bell dalam opininya di Bigthink,com bahkan menyebutkan psikologi warna sejak dulu memang telah digunakan dalam branding pencitraan terkait dengan kepribadian seseorang. Warna menurut dia, tidak hanya dikait-kaitkan dengan berbagai perasaan, tetapi psikologi pilihan warna sebenarnya dapat membentuk persepsi dan kepribadian kita. Berbagai penelitian menengarai pilihan warna berkaitan erat dengan tingkat kematangan kepribadian, etos kerja dan motivasi seseorang
Banyak orang tidak menyadari dampak pilihan warna pada pikiran, emosi, dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Sangat mungkin bahwa Anda telah membeli sesuatu di toko, atau memilih satu produk dari yang lain karena merek tertentu dengan menyebut warna seperti gambar iklan. Sebagai contoh misalnya perusahaan besar seperti Dell, HP, IBM memilih warna biru; sedang merk perusahaan yang dikenal menarik dan menyenangkan Fanta, Amazon, Nickelodeon lebih suka warna splash atau oranye. Apakah dalam pemilihan presiden tahun depan, calon kandidat telah memikirkan pilihan warna, entahlah. Masih lama, yang penting kerja, kerja, kerja dan lebih baik ngumpet dulu takut disamperin virus (eddy je soe)
No Comment