Melongok Keindahan Tari Balet


Keindahan seni Balet tampaknya tak menggugah minat remaja di Indonesia, entah apa sebabnya (courtesy Ken Sccluna - Getty Image)

Bagi pengemar film Red Sparrow, tentu akan berkomentar tradisi menari balet bukanlah seni pertunjukan yang pantas dikembangkan di jagad pertunjukan di negri Indonesia. Pasalnya selain mengumbar gerakan erotis balet tidak banyak penari yang menekuni tarian asli negri beruang merah: Rusia. Berbeda dengan negara-negara eropa dan daratan Scandinavia, Balet menjadi seni pertunjukan yang digemari generasi muda. Selain ingin terkenal dan dipuji kalangan jetset, para penari balet juga berharap memperoleh bayaran tinggi.

Konon kabarnya, sekali manggung dalam pentas pertunjukan yang dihadiri para petinggi pemerintahan di Rusia, penari balet dapat meraup duit rubel jutaan. Bila dikonversi ke nilai tukar rupiah, bisa-bisa sekali manggung penari balet terkenal dipastikan memperoleh kendaraan roda dua buat plesiran. Itulah sebabnya, ujar Nicole, contributor sarklewer.com, berprofesi sebagai penari balet menjadi salah satu cita-cita remaja putri di Moscow.

Profesi sebagai penari Balet di negara lain menjadi incaran remaja lantaran menjanjikan secara komersial

“Bila dibandingkan dengan profesi penari lain, misalnya tarian hula-hula, jelas gerakan penari balet tidak menunjukkan erotisme pornografi. Bayangkan bila Anda menonton penari asal Brasil itu, selain costumnya sangat minim gerakannya mengundang sensasi erotisme,” katanya dari seberang benua.

Tidak bisa dipungkiri bila tarian balet, di negara luar benua Scandinavia, khususnya di Rusia dan Perancis tak banyak disenangi. Selain gerakan-gerakan tari balet tak mudah diterapkan bagi penari lain, juga perlu latihan berbulan-bulan agar bisa sampai pada titik keseimbangan tubuh. Dan itu tidaklah mudah dilakoni para calon penari balet di negri ini saat berusaha melatih ketekunan dan ketaatan tepat waktu mencoba tarian dengan serius.

Peter Ilyich Tchaikovsky, salah satu composer Rusia terbesar sepanjang masa mengingatkan pada calon ballerina agar serius berlatih setiap waktu sehingga pada saatnya menari dengan iringan orchestra ternama tidak memalukan dilihat ratusan pengunjung yang memadati panggung pertunjukan. Bila seseorang telah mahir menarikan tarian klasik kisah ‘Odette’ dan cerita ‘Swan Lake’, jelas memerlukan penghayatan total dari penari.

Seni dan keindahan menjadi daya tarik penikmat Balet, jangan disalahtafsirkan sebagai pornografi (Ist)

“Tidak mungkin seorang penari balet dapat diapresiasi saat berada di atas panggung yang dihadiri para birokrat pemerintah kerajaan, bila menari klasik saja tidak bisa melakukannya dengan indah dan gemulai sehingga memukau pemirsa,” kata Tchaikovsky, seperti dikutib Treva Bedinghaus, seniman Balerina, di laman websitenya.

Tak bisa dipungkiri Peter Ilyich Tchaikovsky merupakan dedengkot di jamannya ketika ia menulis cerita tari balet klasik bertajuk Swan Lake dan kisah Odette pada tahun 1877. Pada awalnya memang tarian balet yang menggambarkan seorang putri yang berubah menjadi angsa lantaran dikutuk penyihir jahat. Alkisah seorang pangeran Siegfried kesengsem melihat kecantikan angsa dan membidik dengan busur panah, hingga berubah menjadi wanita cantik Odette.

Dia memberi tahu sang pangeran bahwa dia adalah seorang putri yang telah datang di bawah kendali mantra seorang penyihir jahat. Siang hari dia harus menjadi angsa dan berenang di danau air mata. Pada malam hari dia diizinkan menjadi manusia lagi. Mantra itu hanya bisa dipatahkan jika seorang pangeran menjanjikan kesetiaan abadi padanya.

Dia mengatakan kepada Pangeran Siegfried bahwa jika dia menolaknya dia harus tetap menjadi angsa selamanya. Pangeran Siegfried jatuh cinta pada Odette, tetapi seorang penyihir jahat memantrainya, membuatnya secara tidak sengaja melamar wanita lain. Princess Odette mengancam akan bunuh diri dan melemparkan dirinya ke danau. Pangeran merasa menyesal dan melompat ke danau bersamanya. Pasangan itu menjadi sepasang kekasih di akhirat.

Bukan hanya di negri maju yang masih menganggap Balet sebagai seni prestisius, tetapi di negara lain di luar Indonesia banyak digemari (Ist)

Berbeda dengan kisah cerita Swan Lake, sang pencerita balet Tchaikovsky kembali mempertontonkan kemahirannya membuat kisah yang lain The Sleeping Beauty digelar pada 1890 pertama kali dan dinilai sebagai seni pertunjukan balet pertama dinilai sukses. Lagi-lagi Tchaikovsky mendongeng tentang kisah putri cantik yang dikutuk Peri Lilac yang jahat agar tertidur nyenyak selama 100 tahun. Namanya juga cerita, sang putri dibangunkan oleh ciuman pangeran saat ulang tahun yang ke 16 dari tidur nyenyak akibat diguna-guna.

Ketiga cerita balet itulah yang diterjemahkan dalam tarian memukau para pengemar ballerina diseluruh jagad, tidak termasuk di Indonesia tentu. Sebenarnya masih ada tarian balet popular lain yang diciptakan Tchaikovsky  dan terkenal di negri Rusia, Amerika dan Perancis, sejak pertama kali digelar pada tahun 1892 hingga kini: Nutcracker.

Nutcracker telah menjadi balet paling terkenal sepanjang masa. Meski kisah dongeng yang diceritakan dalam bungkus tarian, tentang kisah pengupas kacang tanah yang bertemu dengan Clara seorang putri kerajaan dalam mimpi. Dalam perjalanan ajaib sang putri meminta pada ayahandanya untuk mempertemukan dengan seorang anak gembala yang sederhana, yang lahir dari kandang domba. Entah apa maksudnya, cerita Nutcracker justru terkenal pada hari kelahiran Jesus Kristus, tidak ada yang pernah mengusik cerita itu.

Bila dibandingkan dengan seni tari tradisional, misalnya, tarian balet di Indonesia tidaklah diminati dan menggemparkan public nusantara. Meski tak bisa dipungkiri grup tari balet yang benar-benar serius dan dicari para penggemar seni tidak banyak jumlahnya. Hingga kini jumlah sekolah balet di Indonesia yang masih aktif mengajarkan tarian hanya ada tujuh tempat. Sebut saja sekolah balet ‘Forever Dance Center’, Marlupi Dance Academy, Namarina, Ratna Ballet School, Sumber Cipta, Vina Ballet Cicilia dan Rosana Ballet School.

Meski demikian, animo masyarakat yang ingin menekuni tari kontemporer masih cukup menjanjikan dapat berkembang dengan baik. Sebut saja Farida Oetoyo, pada tahun 1998 justru nekat membentuk grup tari kontemporer Kreativitat Dance Indonesia. Sebelumnya pada tahun 2006 Maya Tamara dan Jetty Maika Namarina membentuk grup semi professional berbasis tari balet ‘Namarina Youth Dance’ dan sering mengadakan pentas.

“Hingga saat ini Indonesia belum memiliki grup balet professional purna waktu (full time ballet company), minimal serupa dengan Singapore Dance Theatre, Ballet Philippines atau Hong Kong Ballet,” kata dia (eddy je soe Solo/Nicole dari Moscow)

Previous Sepatu Hak Tinggi dan Kebaya
Next Batik Parang Ngajak Perang?

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *