Entah apa sebabnya di awal musim semi trend mode pakaian ABG (Anak Baru Geblek) milenial justru membelok ke arah takberkejelasan membabi-buta memilih model pakaian montir robek dhowak-dhowak. Bisa jadi pilihan memakai pakaian terusan-gaya montir itu terinspirasi gagasan ngajakin kerja habis-habisan. Nampaknya pilihan anak baru geblek itu, terilhami kinerja para teknisi montir di bengkel-bengkel yang membanting tulang bekerja memperbaiki kondisi mobil rewel. Mereka, tentu para selebritas suka berlenggang-lenggok di atas catwalk itu tak hirau dengan persoalan carut-marut tatanan ekonomi global yang diprediksi akan nyungsep awal tahun 2020 nanti.
Meski kecenderungan selebritas papan atas Hollywood, tentu akan ditiru pesohor Indonesia, senang mengenakan pakaian montir khas robek dhowak-dhowak di sekujur tubuh. Meski demikian toh ada pula yang justru mengenakan pakaian pesta tipis semriwing mengulang gaya 80-an. Jangan tanya apakah rumah-rumah mode bergengsi and ngetop tak ikutan memasarkan gaya melinial pakaian robek di dengkul, paha dan nyaris mengintip miss V terlihat mintip–mintip digemari para pesohor, jelas tidak.
Adegium lawas kaum jetzet biar mengenakan pakaian robek gaya montir, toh keluaran rumah mode bergengsi: “…Tubuh-tubuh gwe, duit-duit gwe, ngapain eLoe pada sewot.” Jadi apa yang salah memakai pakaian montir sobek dhowak-dhowak menyembulkan buah dada nan semlohai dan miss V mengintip di sela selangkangan. Kagak ada yang melarang’kan. Itulah kapitalisme rentenir masa kini. Jangan heran bila kaum jetzset itu juga membayar sembari mencicil, ngutang pakai duit plastic: kartu kredit.
Apapun perbedaan silang-sengketa pilihan trend pakaian, bukan menjadi pokok persoalan ketika kita semua memahami esensi kebebasan memilih kecocokan mode. Wearpack misalnya, akan cocok dikenakan pada kaum pria penyuka kerja total dalam kesehariannya. Selain mengesankan keberpihakan pada hasil jerih-payah bekerja, pemakai pakaian monthir –istilah kerennya wearpack– juga terlihat lebih maco mempertontonkan gaya seorang pekerja maniac.
Namun demikian, di era emansipasi saat ini, pakaian kerja seperti itu pun juga acap dikenakan pada kaum perempuan ketika sedang berada di lapangan balapan kendaraan. Entah apa aslasannya, ketika kaum perempuan juga menyenangi pakaian wearpack.
Berbeda dengan pakaian ‘perang’ wearpack yang sering digunakan kaum hawa, baju tipis mode musim semi tahun ini dibanjiri pakaian tipis setipis kulit ari banyak dikenakan kaum adam. Lihat saja mode pakaian yang dipakai para selebrity manca negara. Mereka lebih suka mengenakan pakaian transparan tipis menyiratkan ranum buah dada pemakainya. Tak ada yang salah dan pantas disalahkan. Hanya saja, bila Anda memakai pakaian sangat tipis setipis kulit ari dan menyembulkan apa yang semestinya tersembunyi, dapat dipastikan membuat jelalatan mata orang lain.
Persoalannya, bukan lantaran baju tipis yang membuat masuk angin itu dipersoalkan, tapi dipakai di negri tropis sepanas hasil coblosan pemilihan umum di negeri ini.
Salah satu pertimbangan para designer manca negara bila ingin memajang baju kaum perempuan setipis kulit ari, takut dicokok and dicap penyebar nafsu sahwat lantaran ada aturan UU Anti-Pornografi. Ketakutan seperti itu, menurut logika waras, tentu tidak masuk akal di era biznis mode sejagat raya. Bukankah yang diatur dalam UU Anti-Pornografi itu sebatas penyebaran pornografi? Apakah kalau seseorang paper baju yang melekat pada tubuhnya sendiri halan-halan di keramaian kota, mau ditangkap. Rasanya koq aneh, bila hal itu terjadi. “Bilang saja habis dari pinggiran neraka, jadi panas,” kata designer top di Paris.
Itulah sebabnya, para perancang di rumah mode seperti Chanel, Dior dan Hermes agak terkesan ragu-ragu menggelontorkan wearpack robek dhowak-dhowak dan baju tipis pada musim semi. Perkara di negri berpanas matahari laku terjual dan sedang menggandrungi pakaian tipis, itu urusan designer mode-lokal. Agar keliahatan mentereng menempelkan product dengan image menjiplak nama hak-paten tiga rumah mode ternama sejagat. Walhasil tentu designer perancis terbahak ketawa melihat hasil jiplakan kreasi rumah mode top di negerinya telanjur digemari para selebritas papan atas dunia, meski plasu. Jadi ngapain pula harus menempelkan merk terkenal, kalau pemakainya akan diketawain dunia. Apa kata pemegang kunci neraka! Selamat berpuasa (nicole dari Jerman/eddy je soe – Solo)
No Comment