Kebiasaan Membaca Dapat Memperpanjang Usia


Kegemaran membaca buku bermutu, konon kabarnya dapat memperpanjang usia

Bila Anda tidak senang membaca buku, paling kurang posisi kalian dalam perhitungan statistik berada di urutan 87 persen penduduk negeri ini yang tidak menyukai buku bacaan. Saking banyaknya warga masyarakat di Indonesia yang ogak membaca buku, tentu hal ini mencemaskan sekaligus mengkawatirkan para analis. Jangan-jangan tersendatnya gerak kemajuan pengetahuan iptek di negeri ini lantaran disebabkan ketidaksukaan warga masyarakat bangsa membaca buku. Lantas kemudian jangan membuat asumsi dan membandingkannya kebiasaan membaca, orang lain dari berbagai belahan dunia dengan di negeri kita, entah buku, surat kabar atau tulisan lain dalam pesan pendek di hand phone, bakalan nyesek terengah-engah kagak bisa berpikir.

Di negara-negara industri maju, membaca buku wajib dan telah lama menjadi prioritas sebagai pelajaran wajib bagi siswa SLTA dan mahasiswa. Salah satu tujuannya agar para studen itu dapat menangkap isi yang dimaksudkan penulisnya. Bukan hanya diwjibkan membaca buku, mereka juga diharuskan membuat tulisan review buku yang dibaca minimal harus menulis refrensi bahan rujukan buku-buku lain sebanyak 5 buku penulis lain. Kewajiban itulah kemudian menghasilkan generasi muda milenial, termauk lansia (lanjut usia), hingga sekarang tetap suka melahap text yang tertera dalam buku, meskipun matanya kriyip-kriyip saat membaca.

Di Amerika, banyak orang berceloteh, “Anda tidak akan pernah melakukan kebaikan apa pun bagi dirimu bila kalian termasuk salah atu dari 26 persen orang Amerika yang belum pernah membaca buku dalam setahun terakhir.” Meski sidiran sarkasme di negara kelewat maju, tentu dianggap melecehkan akal sehat. Lantaran patokan utama kesehatan seseorang hanya terukur dari kegiatan ilmiah semata.

Lihatlah kegemaran anak muda di negara maju ndeprox di antara rak-rak buku perpustakaan, beda dengan generasi milenial di kampus negeri ini

Setidaknya, kebiasaan membaca buku menurut hasil penelitian scientific, diyakini dapat memperpanjang hidup. Kecuali Anda meleng membaca buku di jalanan dan disamber bus, itu lain soal. Penelitian menunjukkan dengan membaca satu jenis buku dapat memperpanjang hidup Anda. Apalagi bila umur Anda telah berada di atas 50 tahun; membaca buku, menurut penelitian, sangat bermanfaat luar biasa dalam memperpanjang umur.

Penelitian universitas terkemuka Yale di Amerika, menurut website bergengsi Artelia.com yang diterbitkan para paderi Katholik, menyebutkan dengan membaca dapat memperluas rentang hidup manusia. Meski korelasi antara umur dan membaca belum dapat diyakini pasti oleh ilmu pengetahuan secanggih apapun. Tentu cara pendekatan gagasan sanggah-menyanggah menggunakan ukuran berbeda. Meski penelitian yang dilakukan Universitas Yale mempelajari 3.635 orang lebih tua dan kebiasaan membaca buku selama 30 menit setiap hari, rata-rata 23 hidup lebih lama daripada yang bukan pembaca atau pembaca majalah.

Kegemaran membaca bukan milik rakyat biasa, tetapi juga pejabat negara. Lihat gaya perdana menteri, David Cameron, dengan santai membaca berita di kereta tanpa risih (courtesy reuter)

Selain itu, tandas laporan penelitian, kebiasaan membaca juga dapat menambah jumlah kosakata bahasa dan mempertajam nalar yang menterlibatkan daya kognitif hingga mampu ketrampilan menganalisis fenomena sesuatu persoalan. Mempengaruhi empati, persepsi social dan kecerdasan emosional.

“Tak ada hal yang mengejutkan, seseorang pembaca seumur hidup yang rajin, kecuali fakta bahwa keterlibatan kognitif dan emosional benar-benar memperpanjang umur kita. Bila kebiasaan membaca yang Anda lakukan setiap hari, stimulasi intelek tual dan emosional mempunyai efek kumulatif positif. Termasuk buku-buku fiksi sekalipun.”

Menurut penelitian Yale, membaca buku fiksi dapat membuat orang tetap berpikiran terbuka dan mengurangi ketertutupan ‘kognitif’ bila berhadap dengan persoalan. Meski demikian, keterampilan menyadari kehidupan bukan sesuatu fiksionitik merupakan hal yang penting disadari ketika seseorang membaca buku fiksi. Membiarkan pikiran secara terbuka tidak ada salahnya agar menerbangkan ide-ide fisioner yang baru dan berusaha mencoba ide kreatif meski masih merupakan angan-angan.

Di ruang kerja elmuwan seperti Joseph E Stiglitz dipenuhi buku-buku bacaan tertata rapi di sela-sela kesibukannya ia menyempatkan diri membaca buku-buku bermutu

Menurut penelitian di Univerity of Toronto, peserta yang didalami kehidupan sehari-hari kebiasaan sebagai pembaca fiksi cerpen lebih sedikit terjadi ‘penutupan kognitif’ dibandingkan rekan-rekan mereka yang membaca esai nonfiksi. Mereka, sampel penelitian meneguhkan kesimpulan, responden yang senang membaca fiksi, lebih terbuka dibandingkan para pembaca esai.

“Meskipun membaca non-fiksi memungkinkan siswa untuk mempelajari materi pelajaran, hal itu mungkin tidak selalu membantu mereka dalam memikirkannya,” tulis penulis laporan. “Seorang dokter mungkin memiliki pengetahuan ensiklopedis tentang subjeknya, tetapi ini mungkin tidak mencegah dokter dari merebut dan membekukan pada suatu diagnosis, ketika gejala tambahan menunjuk ke penyakit yang berbeda.”

Sebagai seorang pembaca buku, tentu berharap ketika menyimak isi tulisan tidak perlu njelimet sampai jidat mengeriyit bak filsuf, tetapi cukup mengerti apa yang tersirat dalam buku setelah membacanya. Nah agar hal itu terjadi dan tidak diinginkan, seperti halnya Paus Benediktus XVI, Paus Fransiskus merekomendasikan novel dystopian yang terbit pada tahun 1907 tentang apa yang disebutnya sebagai “penjajahan ideologis” dan “globalisasi keseragaman hegemonik.’

Tak harus membaca buku bacaan yang dapat mengeryitkan jidat bila Anda ingin memahaminya

Dalam ulasan di Aleteia, Colin O’Brien menulis tentang sifat kenabian buku ini dalam menggambarkan bagaimana sebuah dunia yang “menyangkal hal-hal gaib tidak berhenti dipengaruhi oleh kekuatan gaib, melainkan hanya membutakan diri terhadap pengaruh-pengaruh itu.” Jadi kenapa Anda musti berpikir dan berusaha untuk memperpanjang harapan hidup dengan membaca buku-buku bacaan fiksi dan nonfiksi yang bermanfaat. Perkara panjang-pendek umur, bukan buku yang menentukan, tapi sang penciptalah pemilik kuasa. Selamat membaca. (nicole dari Jerman/eddy je soe-Solo)

Previous Aura Pameran Lukisan Tokoh 'Memedi Sawah'
Next Wearpack Sobek Khas Monthir VS Baju Semriwing

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *