Nama perempuan jadi-jadian itu Shopia. Wajahnya secantik bintang film Hollywood. Meski begitu jangan kaget kalau sosok uayu yang diwawancarai televisi CNBC, minggu lalu, tubaknya robot ciptaan David Hanson. Shopia memang bukan robot sembarangan. Selain bisa ngomyang layaknya menungso ketika diwawancari, Shopia mampu cengegesan menjawab pertanyaan anchor televisi top markotop itu. Selain itu matanya juga kadang dibuat nakal, bisa berkedip genit sebelah ngodain si pewawancara!
Tak hanya bisa cengegesan ketika diwawancarai secara life, Shopia pun dingin ngeledek sang penyiar. Bahkan saat Hanson, si penciptanya, tanya soal cita-citanya dan kemungkinan punya pasangan, dengan cerdas Sophia mengatakan tak ingin menjadi penyiar televisi tidak norak. Apalagi sampai pacaran dan berkeluarga dengannya.
“Saya juga ingin punya rumah sendiri, bisa belanja ke hypermart dan keluarga sendiri, tapi tak ingin bertanya seperti anchor tivi. Apalagi pacaran sama dia, ogah,” kata Sophia sedingin salju di kutub.
Tak mengherankan bila sang anchor –pewawancara CNBC– ketawa ngakak mendengar jawaban Sophia. Lain hal dengan si pencipta Shopia. David Hanson, sang penciptanya, mung cengar-cengir. Sambil ngerepet menjawab pertanyaan anchor mewakili Shopia, “…jangan heran bila nanti gantian robot yang mewawancarai penyiar tivi yang norak. Soale abad mendatang jagat raya akan dihuni robot cerdas dan ayu.”
Lebih lanjut Hanson menambahkan, perusahaan pencipta robot pintar sakjannya terobsesi keinginan melahirkan teknologi human-ilumination yang mampu melakukan apapun layaknya manusia ciptaan Gustiallah. Tidak hanya bisa menjawab pertanyaan dan bicara secara lancar, tetapi juga memiliki emosi.
“Biar greng kalau guabrusan sama manusia. Terus terang sampai sekarang kami belum mampu menciptakan robot yang memiliki efek emosional dan sensitif seperti manusia. Kalau bisa berbicara dan menjawab pertanyaan orang lain, sudah bisa diatasi,” katanya dalam life report CNBC.
Meski begitu, obsesi hampir ilmuwan berbagai negara, ingin menciptakan robot yang bisa berinteraksi secara aktif dan dapat diajak “ngedate” semesra manusia. “Pada tahap itu, harus diakui schientis robot belum dapat menjejalkan program di dalam utek robot,” ujar peneliti design aritmatik-visual Igore Kaziluvinov
Tidak hanya Igor Kazuluvinov dan David Hanson yang heran sulit menemukan simpul-simpul halus syaraf otak pemicu emosional pada manusia faktor apa yang sebenarnya penyebab simpul syaraf otak bekerja dan mengirimkan signal agar seseorang terseret emosinya. Tak banyak programer yang bisa menterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman.
“Andaikan bisa, belum tentu sinkron dengan otak yang dibuat programer dengan niatan ngirim sinyal emosi sebaik bikinan gustiallah,” kata Kaziluninov sok teu, “kalau hanya ngedipin mata, terus kulitnya sehalus gudir, kami bisa membuat kulit sintetis dan kabel serat sehalus mungkin dan bisa ngerakin impulus.”
Menurut dia, saat ini programer bahasa robotik sudah semakin canggih. Buktinya, bila duarobot diadu diskusi bisa saling menjawab dan berbeda pendrapat. Walau masih dipandu oleh moderator yang ngerti soal impulus kapan robot bergantian mendebat.
“Sebenarnya sih, agak susah, debat langsung tanpa dipandu moderator. Apalagi beranterm beneran. Paling banter diarahkan sesuai scenario para programer.”
Meski belum sempurna betul, ketakutan warga masyarakat di negara maju justru malah ketakutan. “The fact robots will have a common cloud As is extremely scary and dangerous. We could not control them anymore after 5 minutes,” tulis Micke via what app pada kontributor sarklewer di Moscow (eddy je soe/Nicole Sacarovic)
No Comment