Jangan membandingkan Saeman dengan penjagal manusia dari Norwegia, Anders Behring Breivik. Saeman bukanlah pembunuh berdarah dingin. Meski sama-sama dijuluki sebagai “penjagal”, Saiman bukanlah pembunuh berantai seperti The Yorkshire Ripper atawa Si Penjagal dari Yorkshire, Peter Sutcliffe dari Ingris.
Saiman dikenal dikalangan pengendara motor skuter sebagai sang penjagal vespa. Puluhan bahkan ratusan skuter telah diamputasi dan dikanibal di bengkel tempat kerjanya di samping Kolam Renang Tirtomoyo, Solo sejak tahun 1960-an.
Menurutnya, motor asal Italia masyur sejak tahun 1884, setelah perang kemerdekaan dan mulai dikenal masuk ke Solo di bawa tentara Belanda. Pada tahun itulah Saiman dilatih orang tuanya membedah body skuter dan mempreteli jerohan speda motor.
Kedatangan vespa di Solo, menurut ingatannya, nyaris berbarengan dengan sepeda motor Harley Davidson (HD). Waktu itu, tutur Saiman, tidak banyak kendaraan berlalu lalang di Solo. Speda motor bisa dihitung dengan jari.
“Kebanyakan yang sering sliweran di Jalanan Solo, kalau tidak HD, puck, BMW dan vespa. Kalau vespa yang memakai selain tentara Belanda, paling pastur Gereja Purbayan,” ujarnya di Bengkel kerjanya, Rabu (10/8/2016).
Pekerjaan membelah mesin dan menganibal –menganti onderdil lama dgn baru dari jenis lain (red) – sekaligus mengecet body bukan persoalan gampang. Untuk merampungkan, Vespa lama mangkrak, menjadi siap pakai paling banter 2 minggu. Selain mencari onderdil dari jenis yang sama, menurut Saiman, kesulitan lain yaitu ngoprek agar suara mesin halus sesuai aslinya.
“Paling sulit ya itu tadi bongkar-pasang, ngoprek agar swarane sama persis dengan model aslinya. Kalau bukan orang yang berkecimpung di bidang skooter tidak akan tahu,” ujar dia.
Saat ini, ujar dia menambahkan, jenis langka dan mahal scoter Super Sprint (SS) 90. Setahu dia, jenis SS 90 di Indonesia jumlahnya tidak sampai 15-20 unit. Jangan tanya harganya kalau sudah menjadi barang langka. Satu unit SS90 harganya bisa buat beli mobil.
“Setahu saya jenis Super Sprint 90 itu emang sudah langka. Harganya mungkin saat ini bisa untuk membeli mobil. Kisaran, kalau tidak salah, bisa sampai 60-70 jutaan,” katanya.
Jenis SS 90, ujar Saiman diproduksi tahun 1971. Padahal dari pabriknya di Itali, kata dia, sudah dikenal sejak tahun 1965-an. Di Indonesia, kalau tidak salah dirakit di belakang Pulau Gadung. Waktu itu saya sempat magang kerja di pabrik Vespa. “Kalau ndak salah pabrike itu ndek belakang Pulau Gadung,” ujar dia seraya mengingat-ingat.
Selain jenis SS 90, ujar Saiman, motor keluaran pabrik di Itali lain juga tergolong langka. Jenis Lambretta misalnya, di Solo bisa dihitung dengan jari. Tidak lebih dari 5-10 unit. Itu pun, katanya belum tentu masih bisa jalan dengan. Permintaan untuk mencarikan jenis Lambretta, menurutnya, sering ia dengar.
“Waktu itu ada orang dari Jakarta mencari Lambretta dengan harga berapapun. Saya katakana, di Solo, Cuma ada sekitar 5 biji. Itu pun ndak tahu siapa yang masih memiliki jenis skuter itu,” ujar dia. Dulu, katanya menambahkan, “Saya punya tapi sudah di dhol.”
Meski memiliki lebih dari 17 jenis skuter, katanya, ia tidak memiliki barang vespa jenis antik keluaran sebelum 1960. Padahal, ujar dia, banyak orang mencari skuter keluaran dari pabrik tahun itu. Ditanya soal harga, skuter siap pakai, Saiman menyatakan tidak lebih dari speda motor Jepang.
“Tergantung jenis dan keluaran dari pabrik. Ada yang harganya Rp3 jutaan. Tapi ada juga yang diatas Rp 6 juta. Tergantung mulus dan tidak mesin, dan catnya. Saya ngecat aja bisa sampai 1-2 jutaan. Belum benerin jerohannya. Kalau makan saoto nyarinya mudah, lha ini skuter. Minta ampun sulitnya,” ujar Saiman.
Tak hanya satu vespa yang ngadat setiap hari ditangani Saiman, tetapi lebih dari 3-5 kendaraan lawas keluaran itali itu. Itulah sebabnya Saiman mempekerjakan 3 ahli bongkar-pasang onderdil vespa. Menurut dia, tidak banyak bengkel kendaraan biasa –produk Jepang– mampu memperbaiki jenis kendaraan ini.
“Coba saja cari bengkel kendaraan motor yang bisa mereparasi motor vespa. Di Solo hanya ada beberapa bengkel. Paling kurang 10 bengkel. Berbeda dengan bengkel motor Jepang. Setiap pojok ada yang buka bengkel,” ujar dia. “Sekarang kalau saya sakit, anak saya yang akan nerusin nanti. Makanya dari sekarang dia juga terjun mbengkel di sini.”
Ditemui di bengkel Saiman, salah seorang pelanggan Endro Nugroho, membenarkan sulitnya mencari bengkel yang paham membetulkan kerusakan vespa miliknya. Apalagi ujarnya, di Solo juga tidak banyak bengkel penyedia onderdil vespa lawas.
“Saya sudah makai vespa puluhan tahun, tapi sulit mencari bengkel yang cocok. Kalau di sini’kan ada juga onderdil. Termasuk kalau mau ngecat ulang saya serahin ke sini,” katanya (Desantho/Eddy J Soetopo)
No Comment