Istilah ‘ayam kampus’ sejak tahun 1900-an melesak ke dalam benak Om2 tajir yang kesengsem mencari perempuan sintal and semlohay berpredikat mahasiswi diajak kencan. Tidak hanya di kota besar yang dipenuhsesaki kampus perguruan tinggi negeri dan swasta, dihuni sekumpulan mahasiswi pencari fulus lewat tubuh nan mulus. Jangan kaget bila mereka, mau dijadikan ‘isteri’ tak resmi asal setiap minggu digaji.
Fenomena itulah terjadi di beberapa kota besar dan sedang merangsek ke kota-kota kecil negeri ini. Tidaklah aneh bila dalam rak tempat kos-kosan para mahasiswi berderet keping dvd film biru dan berjejer botol besar-kecil red and white wine, maupun minuman beralkohol berlebel lainnya. Tentu tak lupa cigarette!
Bukan hanya tempat kos mewah yang memperboleh-kan mahasiswi ngedeprok seminggu sekali dan membayar mahal sewa kamar 3.5 jutaan per bulan, kalau mereka dilarang ‘saudaranya’ cowok nginap di tempat tinggal ‘belajar’ mereka. Alasannya habis dari perpus –perpustakaan (red) kemalaman takut.
“Bahkan ada juga yang nyambi dhodol baju fashion buat mengelabuhi rekan mahasiswi lain agar tidak kelihatan sedang bertransaksi biznis mengiurkan,” ujar Dhedeq, 28 tahun, bukan nama sebenarnya, mahasiswi asal Bandung kuliah di Jogya, “biar orang lain tahu kalau gwe gak semata-mata soal itu. Gwe biznis, mereka kolega gwe yang mau diajak jualan baju dan minyak wangi.”
Menurutnya, tidak ada yang salah kalau setiap hari dirinya diajak maem bebek gratis di beberapa tempat. Kadang di tempat yang terbuka, acapkali juga di ruang tertutup di penginapan. Sepanjang tidak mengganggu orang lain, ujar Dhedeq berkilah, apa tindakan yang dilakukan menerima ajakan maem bareng itu salah.
“Coba kalau kamu yang diajak maem di hotel dibayarin, dimana salahnya? Enggak ada’kan. Police mau menangkap gwe, apa kesalahan saya,” ujarnya membela diri, “emang situ mau bayarin maem plus ngasih duit buat beli buku dan bayar kos?”
Celetukan Dhedeq bukan berarti menisbikan praktik indehoi terselubung berdalih sebagai foto model media massa luar negeri. Tetapi cukup bisa dipahami dikalangan mereka sendiri. Menelisik komunitas mahasiswi nyambi menjadi foto model yang mau diajak indehoi, bukan perkara gampang. Paling tidak, bila anda tidak membawa kendaraan roda ampat bermerek, tentu mereka ogah diajak kongkow-kongkow.
“Jangan sekali-kali menanyakan dan nyinggung tempat kuliah dan nanya teman yang dikenal, pasti akan ditolak ngajakin maem dimanapun tempatnya. Jangan heran, kami tidak menjajakan diri di jalanan. Kamu suka gwe senang, okay bertransaksi. Eloe piker kalau sudah bawa mobil mewah, terus kita kepencut, kagak,” ujarnya saat diajak maem di sebuah resto louge hotel berbintang di Jogya.
Fenomena “judi” –jual diri– dengan dalih apapun jelas menyalahi kodrat manusia beradab ciptaan Gustiallah. Entah apa yang ada dalam benak para mahasiswi, ketika mendengar celetukan kasar ‘mahasiswi koq nyambi’ bukankah akan menghempaskan martabat mereka sebagai manusia beradab. Entahlah. Yang tahu cuma Gustiallah, Setan dan mereka sendiri sebagai pelaku.
“Jelas mereka tidak akan berpikir sampai konsekwensi agamawi dan macam-macam ajaran agama. Tidak hanya di negara berkembang, di negara maju apalagi. Mahasiswi itu’kan udah telanjur bergelimpangan kenikmatan, sex bebas. Apapun disediakan para penikmat tubuh mereka. It’s nonsen, if they are not to think about good attitude. They are not crazy, but they ready fly to ‘heaven’ with bad playboy and enjoy for away,” ujar sosiolog jebolan universitas ternama di Amrik, Greg Mc Hill, ketika dihubungi via jaringan international.
Apapun yang dikatakan Greg bukan hal baru bila dilihat pelakunya adalah para mahasiwi di negara maju. Sebab katanya, student –mahasiswi (red) – lebih agresif soal mengaet cowoq tajir dibandingin pemudi negeri di sini. Menurut Greg, mahasiswi di negeri maju, punya kriteria ketika ingin ngedate dengan playboy tajir. Salah satu persyaratannya, ujar Greg mengilustrasikan, mobil yang dikendarai bisa melesat keceng dan bodinya pendek-nanpipih. Mobil apa lagi yang dimaksud kalau bukan Ferary!
“Mereka sering menolak diajak ngedate di resto kelas ecek-ecek. Jangan ngajakin ngedate tanpa bawa mobil pendek-pipih dan tidak bisa melesat kenceng, saya pastikan mereka ogah ngikut,” ujar dia sembari menanyakan, “how about young student women in your country?” Kurang ajar bener ngelecehinnya!
Meski berbeda cara tafsir mahasiswi di negri Paman Sam dengan anak kuliahan di bilangan Margonda, Salemba dan Grogol maupun seputaran mall di Solo, bila diajak ngedate dengan someone else, intinya sama; gaya hidup mewah pemuja hedonisme. Mahasiswi yang ngampus di luar negeri bila diajak ngedate dapat dipastikan ogah, bila naek mobil bukan Ferary. Kalau di negeri ini, ujar Chokry Ferdynand yang ngakunya pernah belajar di Amrik, kalian bisa ngajakin mereka naik mobil nonferary, kalau perlu pinjem speda motor pun jadi.
“Pakai taxi atau go car pun jadilah ngajakin ngedate maem bareng sambil cengegesan, sampai pagi. Asal dompet kamu tebal dan bukan ‘duit plastik’, gak masalah. Biasanya mereka ogah kalau maem bayar pakai ‘duit plastik’ dan kagak bawa cash wrana merah,” ujar Chokry Ferdynand, sang pelantar pertemanan anak kos putri di seputar Margonda dan Tomang
Menurut Chokry yang sering mau diajak ngedate maem di hotel berbintang opat, sih biasanya lagi butuh fulus betul. Apalagi kalau mendekati UAS (ujian akhir smester) atau ngumpulin bahan buat skripsi, dapat dipastikan gampang nowel –Istlah Chokry dan pelantar lain empet-empetan– usai maem. Apalagi disediain red and white wine.
“Pasti dah nurut. Paling banter cuma bisa ngomong, gak mau duit plastik, and plus wajib bawa karet,” ujar dia menirukan kebiasaan koleganya, “gwe maunya short time. After that go away. Kagak pakai nyimeng2an dan ogah ketemu lagi.”
Jangan heran kebiasaan kolega Chokry memang memiliki kriteria ketat bila sebelum mengiyakan diajak ngedate maem bebek sembari nowel di satu tempat, ujar dia, sifatnya memang sangat personal dan professional. “Maunya sekali ketemu, putus. Kagak mau neko-neko. Ngajakin ke Bali, atau Singgapure kagak masalah, asal tiket sudah ditangan,” katanya berpromosi, “mereka pun tidak mau dilibatin pembicaraan yang mbulet. Pokoknya hepy-hepy aja deh. Beda anak nonbule yang kuliah di luar negeri.” (tim investigasi)
No Comment