Kali ini pasangan calon walikot dan wakilnya yang akan lenggah di kursi empuk kota Solo, bakal memperoleh perlawanan sengit dari calon pasangan lain. Bila partai lawasan, yang dulunya berasal dari PNI (Partai Nasional Indonesia) didirikan sang proklamator Bung Karno; calon walikota dan wakilnya, diusung partai PDI Perjuangan. Jelas garis partai berjibaku mempertahankan ‘mahzab’ warisan Bung Karno untuk mempertahankan Marhaenisme, tentu tak akan melangkah surut. Keduanya wajib berjuang agar, kaum marhaen, mayoritas penduduk melarat, akan disokong gotong-royong melalui program kerja calon walikota dan wakilnya nanti.
Setidaknya, program andalan yang bertumpu mensejahterakan rakyat, akan tetap menjadi prioritas kinerja pemerintahan kota Solo, bila pasangan Teguh Prakosa dan Bambang Gage, terpilih menjadi walikota dan wakilnya di kota budaya nanti. Apapun yang akan terjadi, rakyat akan dijadikan titik pijak kelanjutan pembangunan berkeadilan dan sejahtera. Setidaknya, program 3 WMP peninggalan platform mantan walikota FX Hadi Rudyatmo, dahulu tetap akan dipertahankan dan ditingkatkan visi-misi berikut cakupan sasaran pada kelompok warga miskin-takmampu di kota Solo
Menurut Direktur eksekutif IMSS (Institute for Media and Social Studies) Eddy Je Soe, Langkah nyata penerapan 3 WMP dimasa kepemimpinan walikota terdahulu harus dan wajib dijalankan dan ditingkatkan. “Keliru bila hal itu tidak dilakukan. Setidaknya tidak perlu neko-neko blasakan bikin program-program baru, tapi dilanjutkan saja programnya Pak Rudyatmo dulu,” kata dia saat mendengarkan paparan kedua calon walikota dan wakilnya minggu lalu.
Lebih lanjut, Eddy Je Soe, menambahkan pemerintah bersama anggota DPRD yang baru diajak melakukan inventarisir asset-aset benda takbergerak, seperti lahan di bawah kepemilikan dan kewenangan pemerintah kota Solo. Sepanjang pengamatan dan data yang dimiliki IMSS, banyak asset berupa lahan, kini mulai dialih kelolakan pada lembaga lain dan/atau perusahaan pihak ketiga. Bisa jadi para angota komisi di DPRD Kota Solo yang membidangi aset maupun kerjasama antarlembaga, tak diajak bicara dengan pihak ketiga. “Kalau dugaan seperti itu, jelas bikin keliru. Jangan sampai, pengalaman masalalu aset lahan dikelola pihak, lain pihak ketiga justru malah ruwet,” karena anggota dewan tak diajak rembukan terlebih dahulu. Lebih lanjut dia menambahkan,
“Kekeliruan paling mendasar, hal-hal yang menyangkut asset kepemilikan kota Surakarta, banyak ditangani pihak lain. Entah dalam bentuk Kerjasama 30 puluhan tahun atau, malah telah dibeli, bawah meja. Itu perlu diusut dan diverivikasi ulang,” katanya menambahkan. “Bukankah pemerintah kota memiliki Lembaga dan/atau SKPD yang mencatat dan mendata asset lahan tak bergerak berupa tanah milik pemerintah kota Solo? Mestinya anggota DPRD Kota Solo turun tangan melakukan inventarisir, soal asset pemkot Solo.”
Banyak hal, ujar Eddy Je Soe lebih lanjut, mestinya data dan fakta dapat terlacak, bila di dinas yang menangani asset milik pemerintah memiliki catatan data dan fakta kepemilikan asset. Kalaupun tidak, bukankah ada BPN (Badan Pertanahan Nasional) wilayah daerah kota Solo. Sungguh janggal, bila warga Solo, tentu yang merasa memiliki lahan negara –dalam hal ini pemerintah kota Solo—melihat asset lahan berubah kepemilikannya, bukan lagi milik pemerintah kota (Pemkot Solo).
“Itu yang seharusnya dilakukan inventarisir dengan cermat. Termasuk kategori jejak kepemilikan dan/atau sewa lawan, siapa lembaga yang membeli dan/atau menyewa berapa lama. Sewaktu kepala pemerintah, walikota saat itu siapa, berapa nilainya bila ternyata dijual dan/atau disewakan,” ujar dia sewot. “Bila perlu kepala DPPKA Kota Solo dipanggil Bersama Kepala BPN Kota Solo. Biar clear.”
Rasanya sudah menjadi, duri lancip dan tajam menusuk di dalam daging yang akan dimakan, perlu segera jelas sejelas-jelasnya. Lebih lanjut Eddy Je Soe menambahkan, bila memang perlu, turunkan tim investigasi untuk melakukan pelacakan asset pemerintah kota Solo. “Agar duduknya perkara, jelas, sejelas-jelasnya kepemilikan asset pemerintah kota Solo. “Termasuk Lahan Benteng Vastenburg, yang kini menjadi benda cagar budaya. Juga soal kepemilikan lahan Sriwedari yang kini semakin jadi kisruh tak berkesudahan,” ujar dia, “Bentuk tim investigasi non pemerintah yang cermat dan pengalaman melakukan pelacakan asset kepemilikan pemerintah.”
Berdasarkan, pengamatan dan catatan masalalu dan mengetahui, dan mengerti hingga memahami asset lahan tak bergerak, yang dahulu milik pemerintah kota Solo, antara lain: 1) Bangunan sekolah SMP Negeri 8 Kota Solo, di jalan Oerip Somahardjo (note: ditukar-gulingkan di lahan depan makam Kristen Pucangsawit, 2) lapangan sepakbola Sekarpace, yang kini menjadi hotel, 3) Lapangan di dalam RC dahulu tempat olahraga anak sekolah SMP, 4) Pondok Persada dulu dikelola, oleh mantan polisi, dan telah diganti rugi dibayar tukar duit oleh pemekot lewat persetujuan DPRD, 5) tempat parkir truck di depan ISI (samping Pom Bensin) saat ini dibangun Gedung baru, 6) TSTJ (taman sawa taru jurug) sekarang bergani nama menjadi Solo Safari, bentuk kerjasamanya seperti apa dengan BPPKAD (Badan Pendapatan, Keuangan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), semestinya mengetahui secara detail bentuk kerja-sama antarlembaga tersebut. Sehingga jelas duduk-perkaranya, apakah kerjasama antarlembaga diketahui khalayak ramai, setidaknya wakil rakyat di DPRD Kota Solo. “Termasuk bangunan gedung di samping museum Radyopustoko, Graha Wisata Niaga, yang dahulu disewa-pinjamkan, mestinya didata ulang, urusannya telah selesai apa masih dikelola pihak lain. “Itu yang masih menjadi pertanyaan keberadaannya.
“Rasanya masih banyak hal-hal asset pemerintah daerah yang perlu diperjelas dan diumumkan melalui perda pindah kepemilikan dan/atau sewa. Kami sebagai warga perlu tahu. Berapa lamanya, kalau disewa-kontrakkan, dan berapa nilai kontrak kerjasamanya. Itu tugas DPRD Kota Solo yang baru terpilih untuk meminta penjelasan ke Pemkot Solo, bukan malah udreg-udregan gak jelas memperebutkan jabatan posisi di komisi. Wagu. Mumpung banyak hal yang banyak belum jelas, ada baiknya mereka diajak berbincang-bincang. Saya yakin pasangan Bung Teguh dan Bambang Gage, perlu memahami hal itu. Sebagai warga kota Solo, dan pencermat masalah asset, rasanya perlu kedua calon diingatkan, asset tersebut milik rakyat. Bukan ditukar-gulingkan atau malah dijual sekarep-karepe dewe.”
No Comment