Sesekali tanyalah pada nyokap-bokap kalian, kira-kira masih ingat kagak photo salebrity lawasan era 70-an seperti gambar berikut ini. Kalau kedua orangtuamu, barangkali tanyalah pada bokap kamu, pastilah ngejawab ndak pernah nonton di gedung bioskup sendirian. Bisa jadi nyokap (ibu kamu), kala itu, kagak pernah diajak sewaktu masih berstatus pacaran alias yang-yangan.
Tentu saja bokap, ndak brani ngajakin nyokap buat berpacaran nonton film di gedung bioskup, lha wong ngeliat spanduk yang tertempel di depan pintu masuk, artisnya uayu and semlohay. Jangan-jangan malah nyokapmu bingung dibanding-bandingin sama artis luar negri. Kalau artis pemain film Indonesia mah kagak ngaruh, kagak sintal bentuk tubuhnya. Lagian jaman itu, film-film layar lebar juga tidak banyak diproduksi oleh produser lokalan. Padahal, dulu juga belum ada namanya bandan sensor film (BSF), yang main gunting-film. Jadi tergantung pemilik gedung bioskup di negri dan lembaga pengunting film
Meskipun di negri mbahmu dulunya juga masih kocar-kacir perekonomian, alias terhitung melarat, toh para penyandang dana tak berani mendatangkan film-film dari luar negri dan diputar di gedung bioskup di kota-kota besar. Lacaklah bekas gambar poster yang pernah dibentangkan di luar gedung, rasanya masih banyak tersimpan para peneliti sejarah dunia perfilman. Setidaknya, film lawasan yang diproduksi oleh sineas-sutradara local, seperti “Beranak Dalam Kubur”, “Inem Pelayan Sexy” dan film ½ sexy digarap oleh sineas asli bangsa Indonesia, pasti masih ada. Kagak percaya tanya ke BSF yang baru mengangkat ketua lembaga pengawas dan sekaligus penyensor film baru itu.
Biarkan saja, emang dulunya dunia perfilman nasional, yang diproduksi produser dan pemilik modal, kagak berani mengusik adegan sexy, kalau ingin selamat filmnya bisa beredar di gedung bioskup. Bisa jadi, lantaran produser film dalam negri tidak bisa memproduksi film layar lebar yang dapat diputar di Gedung bioskup dan menghasilkan cuan alias fulus besar, menurut pemerhati film IMSS (Institute for Media and Social Studies), Eddy Je Soe, sebenarnya perputaran film agak vulgar, luar negri, pernah diputar di gedung bioskup kota-kota besar.
“Bisa jadi, film-film sexy yang dibuat di luar negeri, dulunya pernah mampir ke lembaga pengawas perfilman di negri mbahmu juga, hanya saja buru-buru digunting. Seingat kami, film layar lebar pernah singgah ke Lembaga itu. Cuma’kan lembaga tersebut pernah dibredel, dan tidak brani mengizinkan peredaran film sexy. Takut dibrangus lagi,” katanya seraya menambahkan “Persoalannya, apakah peredaran film seronok yang dipiroduksi artis-artis luar saat ini tidak bisa diputar dan ditonton di layar rumahan, kan tidak bisa dipantau.”
Nah’kan sulit mengawasi toh akhirnya. Di era kemajuan dunia digital, mosok film-film ‘panas’ yang saat ini beredar di dunia maya dan menyerobot duang-gerak di dalam genggaman seperti cipokan panas di atas pasir basah Deborah Kerr dan Burt Lancaster di film From Here to Eternity (1953) dulu masih dianggap kurang pantas dilihat. Atau Catherine Deneuve yang emang berkarakter kompleks sebagai seorang istri figrit dan menjadi perempuan panggilan dalam Belle de Jour (1967), juga akan tetap dilarang peredarannya di bioskup ndesomu? Kalau kurang jelas, bisa dilacak film lawas yang menunjukkan gaya cipokan panas ala Perancis diungkap lewat Breathless (1960); dan film tante-tante merayu pemuda pacar anaknya dalam The Graduate (1967) juga ndak boleh dilihat lantaran ada Undang-Undang Pornografi dan Porno Aksi.
Piye jhal, padahal di abad 21, jutaan keeping VCD dan DVD di pasar Glodog, Jakarta beredar film-film tak kalah sengit gelut diatas ranjang seperti film anak mahasiswi ngelamar kerja, malah diajak indehoi dalam film Fity Shade of Grey (1915). “Saya saja berulangkali nonton film acting Sam Taylor-Johnson, cipokan sama Anastasia Steele yang diperankan Dakota Johnson,” ujar jebolan mahasiswi Unsrad, Manado. Menurut dia, film itu sebenarnya mendidik, paling tidak buat para pencari kerja ditempat baru. Meski nyaman dan memperoleh pendapatan gede, namun Ana si seksi cerdas namun lugu dalam film Fity Shade of Grey, itu kelewatan lugunya. “Jadilah makanan empuk. Rasanya mau saya ikuti langkahnya ach.” Katanya senyum-senyum menggoda.
Inilah drama romantik, dan erotis, yang gegerkan dunia buku, dan kemudian jadi sensasi di jagat film. Disutradarai Sam Taylor-Johnson , Fifty Shades of Grey (2015) yang berdasarkan novel karya EL James, mengisahkan Anastasia Steele, diperani Dakota Johnson, mahasiswi yang menjalin hubungan dengan Christian Grey, diperani Jamie Dornan.
Ana, si seksi cerdas namun lugu, semula hanya hadir dalam wawancara kerja di mana Christian, yang mewawancarainya, juga pemilik perusahaan. Ana tak mengira Christian, si tampan yang hidupnya bergelimang kemewahan, adalah seorang sadomasokistik. Hubungan tak biasa, dan panas ini, tak saja membuat Ana sukar melupakan Christian, tapi juga menakutkannya. Haruskah ia tinggalkan pria ini, di saat cinta mulai bersemi?
Juga diperani Marcia Gay Harden, Rita Ora dan Luke Grimes, Fifty Shades of Grey di kemudian hari berlanjut dalam sekuel yang oleh para penggemarnya tak sabar untuk ditonton! Kisah hedonis empat perempuan muda yang menghabiskan liburan ‘spring break’ mereka dengan berlibur, berjemur dan… melakukan hal-hal di luar dugaan mereka sendiri. Empat teman sekampus bermimpi bisa liburan segila mungkin lantaran sudah begitu bosan dengan kuliah mereka.
Sialnya, duit mereka cekak. Tapi liburan impian tetap harus berjalan…dan mereka nekad melakukan apa pun sampai akhirnya malah mereka berakhir di penjara. Ketika seorang drug dealer bernama Alien — diperankan dengan mengejutkan oleh James Franco — menebus mereka, sebuah liburan ‘gaya baru’ yang tak pernah terbayangkan menanti di depan mata. Bayangkan empat gadis berbikini yang diperankan Selema Gomez, Vanessa Hudgens, Ashley Benson dan Rachel Korine berkeliaran di mana-mana diiringi musik mendentum dan seduktif.
Diangkat dari drama panggung karya Patrick Marber, Closer mengisahkan dua pasangan: Anna (Julia Roberts), seorang fotografer dan Larry (Clive Owen), seorang dokter; sang jurnalis Dan (Jude Law) dan Alice (Natalie Portman) yang penari seksi di sebuah klub. Suatu kali sang fotografer bertemu sang jurnalis dan saling jatuh cinta, seolah lupa kalau masing-masing sudah memiliki pasangan.
Ketika Larry tahu kekasihnya berkhianat, dengan amarah dan cemburu, ia menanyakan pada Anna apakah Dan lebih baik darinya, bagaimana laki-laki itu di tempat tidur dan seterusnya. Anna dengan tenang menjawab kalau Dan ‘gentler‘ dan ‘sweeter‘, dan itu membuat Larry berada di neraka. Lalu ia mencari siapa pesaingnya, dan akhirnya Alice, perempuan muda semi lugu saat beraksi di klub. Ini adalah film seksi yang cerdas tentang cinta, cemburu dan seks. Sebuah film pintar bagaimana mempersatukan keempat karakter utama tadi, sebelum memisahkan mereka dengan penuh emosi.
Ini bukan film untuk semua orang. Dua karakter utama film ini adalah seorang terapis seks, dan seorang PSK yang punya masalah dengan kehidupan seksual mereka. Lalu keduanya, membawa pasangan masing-masing ke sebuah pertemuan mingguan yang biasa dihadiri berbagai jenis orang dengan masalah yang sama: seks. Sang sutradara, John Cameron Mitchell dengan santai mengatakan ia tak mau membuat kisah yang jenaka ini seperti film porno.
Lee Holloway (diperankan dengan naif – seduktif oleh Maggie Gyllenhaal), baru saja kembali dari rumah sakit jiwa. Ia punya masalah dengan pengendalian emosi, Lee biasanya akan menyayati dirinya, alih-alih meluapkan perasaannya. Merasa normal, dan bisa kembali normal, perempuan bertampang manis itu pun mencoba mencari pekerjaan. Dan ia menemukan sebuah firma yang butuh sekretaris, meski gosip mengatakan sang bos, Mr. Grey (James Spader) adalah pria super bossy yang aneh, tapi Lee yang ingin menyakinkan semua orang kalau dirinya bisa mandiri dengan sepenuh hati bekerja sebagai sekretaris untuk Mr. Grey. Dan semuanya berubah, ketika Mr. Grey tahu Lee punya ‘penyakit langka’, ia berniat menyembuhkan Lee dengan caranya. Sial, Grey malah jatuh cinta.
Ini bukan kisah cinta biasa. Dengan ide nakal sadomasochism, naskah cerdas, karakter tak biasa yang dimainkan luar biasa oleh James Spader dan Maggie Gyllenhaal, The Secretary tampil seksual dan sensual. Percayalah, ini film yang nakal, pintar dan menggemaskan. Berlatar abad ke-18 di Prancis, penulis terkenal Marquis de Sade dipenjara di Charenton Insane Asylum karena aktivitasnya bertentangan dengan kebijakan penguasa. Diperani Geoffrey Rush, ia berteman dengan Abbé de Coulmier, pendeta muda muda pengelola rumah sakit jiwa, diperani Joaquin Phoenix, bersama tukang cuci cantik Madeline yang dimainkan oleh Kate Winslet. Saat Abbe tahu buku Marquis diterbitkan diam-diam, Kaisar Napoleon mengirim Dr. Royer-Collard, pria yang terkenal karena hukumannya yang menyiksa yang diperani Michael Caine.
Piye pingin nonton pilm-pilm sexy or nonton film biru? Enaknya, bisa ngeliatin para anggota parlemen yang baru terpilih juga kegemarannya, mungkin lebih suka nonton sembari mangku wanita di sampingnya di luar tugas debat di satu hotel berbintang limabelas. Kan kagak apa-apa lagi musim kamplanye, sexy killer ech keliru sexy ngiler. Pokmen mbuh. Mau nyewa jet atau dibeli sekalian njuk war-war ke AS atau ke Israel (jelas ndak brani), ntar dituduh amoralis and suka bikin kisruh. Mbuh.
No Comment