Tahukah Anda nama Pasar Klewer dahulu kala disebut pasar Slompretan, entah sejak kapan namanya berganti. Meski perubahan letak pasar semenjak ada tak jauh dari bangunan pasar saat ini. Konon kabarnya Sar Slompretan -kebiasaan pengucapan senang menyingkat kata “Pasar” jadi “Sar” takpelak menjadi tabiat ‘priyantun’ lawasan. Apalagi bila yang bersangkutan acap bepergian belanja bahan baku kain yang akan dijual. Tidaklah mustahil bila pasar Slompretan setelah berganti nama menjadi Pasar Klewer namanyapun kondang hampir ke seluruh penduduk negri ini. Apalagi pasar penjual bahan kain terbesar, menjadi barometer jujugan -baca tujuan- utama para pendatang yang ingin halan² di Kota Solo. Barangkali para pelancong yang ingin berbelanja jelang hari lebaran, dapat dipastikan akan berkunjung ke Klewer.
Meski semenjak 25 tahun lalu, telah pula dibangun gedung yang berjualan bahan pakaian di sebelah timur gladak, PGS (Pusat Grosir Solo) setelah pasar klewer terbakar kedua kalinya, toh para pelancong tetap lebih suka, mblasak ke dalam gedung Sar Klewer untuk berbelanja. Bukan hanya persoalan harga-harga yang dijual dapat ditawar, juga lebih murah dibandingkan di tempat lain. Menurut salah satu calon pembeli asal Moscow, Nicole Sacarovic, kontributor sarklewer dot com, misalnya terperangah, mendengar harga² bisa ditawar. Sembari menanyakan, tentu menggunakan bahasa Rusia, berapa harga autfit baju batik yang sebenarnya, dan berapa keuntungannya, Nicole terlongong-longong heran. “I dont not know, how could they take margin is that biznis,” katanya.
Menurutnya model perdangangan seperti yang terjadi di Solo tak banyak dikenal di negri barat. Tawar-menawar antara calon pembeli dan pedagang sungguh mentakjubkan dalam model transaksi biznis tradisional. Meski mereka tahu, harga² kebutuhan melonjak naik dari price terdahulu, katanya, jelas hal itu membuat pertanyan yang perlu dilakukan research marketing mendalam. Bukan hanya Nicole yang tercengang, ketika membelanjakan honor dan tabungannya, memborong batik yang dipilihnya buat olèh² rekannya di Rusia. Kalau caranya seperti ini, bisa-bisa calon pembeli dapat harga murah dan bisa juga mahal. Apalagi kalau ada pendatang dari luar atau turis yang akan membeli. “Bisa kena jebakan batman, bisa juga dapat murah,” katanya
Penari kontenporer dari Belanda, Ashelyho dan Domeniknause, juga merasa heran dengan model penjualan barang tawar menawar seperti yang dilakukan di dalam kios pasar klewer. Pasalnya, di negara maju model tawar-menawar saat berjualan hanya ada di daerah pinggiran kota. Bila di lihat secara kasat mata letak pasar Klewer berada di tengah kota. Perdagangan bebas dengan tarif pembelian, seharusnya tidak perlu model tawar-menawa; tetapi dibadrol harga pas tercantum. Mstinya’kan seperti layaknya berjualan di mall, tetapi di sini tidak seperti di mall di kota. “Bisa menjadi inspirasi buat penelitian model sosiologi dan seni. Menurut kami anèh dan menarik diteliti. Kami senang melihat gelagat orang saat ingin membeli, selain memilih autfit yang cocok bisa menawar,” katanya
No Comment